Luhut Beberkan Alasan Pemerintah Tak Terapkan PPKM Level 3

Luhut Beberkan Alasan Pemerintah Tak Terapkan PPKM Level 3
Luhut Binsar Pandjaitan. Foto : Antara

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan menyebutkan Pemerintah memutuskan untuk tidak menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM ) level 3 karena jumlah kasus COVID-19 di beberapa daerah dinilai mulai melandai.

“Kita belum lihat untuk ada pengetatan lagi, tidak, justru kita pelonggaran-pelonggaran yang kita lakukan tetapi dengan monitoring yang ketat,” kata Luhut dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (14/02).

Baca juga: Luhut Tinjau Lokasi Pembangunan Pelabuhan Bongkar Muat Bertaraf Internasional di Batam

Luhut yang juga sebagai Koordinator PPKM Jawa-Bali menjelaskan, kasus COVID-19 di DKI Jakarta sudah terlihat melandai dalam empat hari terakhir.

Selain itu, keterisian rumah sakit yang menjadi indikator pemerintah, seperti RSDC Wisma Atlet Kemayoran, RSPI Sulianti Saroso, RS Persahabatan dan RS Pertamina, tidak menunjukkan peningkatan signifikan.

Oleh karena itu, kata Luhut, pemerintah menegaskan tidak perlu ada kekhawatiran berlebih karena cakupan vaksinasi yang sudah luas, pemberian vaksin penguat atau booster, serta kedisiplinan terhadap protokol kesehatan yang ketat oleh masyarakat.

“Justru kami mendorong dengan protokol kesehatan yang ketat, silakan saja jalan ke mana masuk ke mal, gunakan PeduliLindungi, kemudian PCR atau antigen untuk memeriksakan sendiri kalau ada gejala,” tuturnya.

Baca juga: Luhut Binsar Pandjaitan: Mohon Tahan Diri Bepergian ke Luar Negeri

Di sisi lain, Pemerintah juga menyadari bahwa kasus kematian per hari akibat COVID-19 mencapai 111 pada Minggu (13/2). Jumlah tersebut menjadi penambahan tertinggi sejak akhir September 2021.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa puncak kematian tersebut terjadi berselang dua pekan dari puncak kasus yang mencapai 56 ribu per hari.

Jika dibandingkan dengan varian Delta, kasus harian COVID-19 saat itu mencapai 56 ribu dengan kasus kematian 2.069 per hari.

“Belajar dari biasanya, kematian selang dua minggu tapi saya rasa tidak akan dari 111, bahkan sampai ke 500 (kasus) atau sampai 1.000 (kasus) itu tidak mungkin,” kata Budi.

Kementerian Kesehatan mencatat 60 persen dari kasus kematian tersebut terjadi pada pasien yang belum divaksin, vaksin tidak lengkap, memiliki komorbid dan lansia.