JAKARTA – Mantan Calon Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mulyadi mengaku dirinya mengalami banyak kerugian, lantaran mengajak Poltracking menjadi konsultan untuk survei terhadap dirinya pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
Mulyadi menceritakan, Poltracking banyak membuat kekacauan selama masa Pilkada 2020 Sumbar. Dia menyebutkan, poltracking banyak melakukan kesalahan baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota.
Anggota DPR RI itu menyabutkan, ada banyak kesalahan data yang dilakukan Poltracking. Sehingga menimbulkan kerugian bagi dirinya di Pilkada Sumbar.
“Saya rugi secara materil dan imateril. Tidak cuma di provinsi. Di daerah kabupaten itu mereka datanya ngaco semua,” kata Mulyadi kepada awak media di Jakarta, Ahad 10 November 2024.
Mulyadi pun menduga ada pengelabuan di sistem canvasing saat masa kampanye. Beberapa hal yang seharusnya bisa menyentuh ke masyarakat hingga tingkat bawah, namun pada kenyataannya sama sekali tidak terjadi.
Dia juga menduga, adanya kebohongan dari koordinator di Sumatera Barat saat periode survei itu berlangsung.
Poltracking menjadi sorotan usai disanksi oleh Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), terkait hasil survei Pilgub Jakarta yang berbeda dengan hasil survei LSI yang memenangkan Pramono Anung-Rano Karno.
“Beberapa nomor aktor di Sumbar isinya banyak yang bohong. Dia (Hanta Yudha) mengaku ke saya seperti itu. Tapi saya tidak mau membawa persoalan itu ke Persepi pada waktu itu,” ungkap Mulyadi mengutip
Politisi Partai Demokrat itu menambahkan, bahwa kejadian yang dialaminya membuatnya untuk tidak lagi menggunakan jasa Poltracking di agenda-agenda politik lainnya.
Padahal, lanjut Mulyadi, Poltracking adalah lembaga survei dan seharusnya bersifat ilmiah dan mampu dipertanggungjawabkan.