Oleh: Dr. Wayu Eko Yudiatmaja (Dosen UMRAH)
Lingga sudah menjadi daerah otonom selama hampir 22 tahun. Salah satu tujuan otonomi daerah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah melalui pembagian sebagian kewenangan ke daerah. Namun, sudah sejauh mana otonomi daerah mampu membawa kesejahteraan bagi masyarakat Lingga? Tulisan singkat ini berupaya untuk menjawab pertanyaan di atas.
Beberapa indikator
Untuk itu, mari kita cermati dari beberapa indikator. Pertama, dilihat dari indikator kemiskinan. Berdasarkan data BPS per Maret 2024, angka kemiskinan di Lingga termasuk yang tertinggi di Kepulauan Riau (Kepri), yaitu 9.99%. Sementara, rata-rata provinsi hanya 5.37%. Indeks keparahan kemiskinan pun juga termasuk tinggi, yaitu 0.37%, jauh di atas rata-rata provinsi yaitu 0.146%. Kedua, dilihat dari indikator pembangunan sumber daya manusia. Mengacu pada data BPS 2023, indeks pembangunan manusia (IPM) Lingga adalah 67.44, di bawah rata-rata provinsi 77.11. Begitu juga angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 16-18 tahun adalah 80.30%, masih di bawah rata-rata provinsi 84.97%. Ketiga, meskipun angka pengangguran terbuka cukup rendah, yaitu 3.52% dibandingkan rata-rata provinsi (6.8%), tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan cukup rendah, yaitu 55.98%, sedangkan laki-laki 83.22%. Hal ini menunjukkan tingginya angka pengangguran di kalangan perempuan (BPS, 2023).
Politik anggaran
Dilihat dari sisi anggaran, Kabupaten Lingga termasuk daerah dengan pendapatan asli daerah (PAD) kecil. Dari data DJPK Kemenkeu (per September 2025), realisasi PAD Lingga masih Rp. 23.76M. Jumlah ini masih jauh dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 184.97M. Sementara itu, dana transfer dari pusat adalah Rp. 370.80M. Artinya, pendapatan daerah sebagian besar (88%) disangga oleh dana transfer dari pusat. Namun, menariknya belanja pegawai sangat besar, yaitu Rp. 270.03M, yang memakan porsi 58% dari total belanja daerah. Temuan ini menunjukkan bahwa tata kelola anggaran Kabupaten Lingga masih belum berpihak pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan politik anggaran yang lebih adil agar anggaran betul-betul digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kepala daerah, DPRD, dan pejabat daerah perlu melakukan efisiensi dan refocusing sehingga anggaran daerah dialokasikan untuk program-program prioritas di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan.
Terobosan kebijakan
Pemerintah Kabupaten Lingga perlu melakukan berbagai terobosan untuk mengatasi berbagai persoalan di atas. Terdapat beberapa opsi kebijakan yang bisa diambil. Pertama , memperluas akses kredit atau permodalan dan kemudahan berusaha untuk sektor UMKM karena mayoritas pekerjaan utama masyarakat lingga adalah berusaha sendiri (31.49%), disamping jadi pegawai/karyawan/buruh (38.60%) (BPS, 2023). Kedua , memberikan akses kepada generasi muda untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi karena rata-rata APS kelompok usia 19-23 tahun hanya 19.23% dari total populasi. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak generasi muda yang belum memperolah akses ke pendidikan tinggi. Ketiga , memberikan berbagai insentif dan bantuan kepada petani dan nelayan karena sebagian besar bidang pekerjaan masyarakat Lingga berada pada sektor ini (32.63%). Hal ini juga penting untuk memutus mata rantai ketergantungan para nelayan dan petani dari toke dan tengkulak yang selama ini menjerat mereka. Keempat , memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan keterampilan usaha angkatan kerja perempuan sehingga mereka dapat berkembang dan membantu ekonomi keluarga.
Referensi
BPS Provinsi Kepulauan Riau. (2023). Buku saku data dan indikator sosial Provinsi Kepulauan Riau 2021-2023.
BPS Kabupaten Lingga. (2024). Profil kemiskinan Kabupaten Lingga Maret 2024.
BPS Provinsi Kepulauan Riau. (2024). Profil kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau Maret 2024.
https://djpk.kemenkeu.go.id/portal/data/apbd diakses pada 12 September 2025

















