Mengungkap Kongkalikong Korupsi Dana BOS di Batam

Mengungkap Kongkalikong Korupsi Dana BOS di Batam
Kepsek SMKN 1 Batam berinisial L (Kiri) dan Bendahara Dana BOS SMKN 1 Batam berinisial DW (kanan) saat di Kejari Batam. (Foto: Ist)

BATAM – Dunia pendidikan Kepulauan Riau (Kepri) kembali tercoreng dengan kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang merugikan negara hingga ratusan juta rupiah.

Dana BOS yang seharusnya disalurkan kepada peserta didik melalui program di setiap sekolah, justru lenyap tanpa jejak di tangan oknum kepala sekolah dan pejabat terkait lainnya.

Besarnya anggaran itu justru dianggap “daging segar” bagi mereka yang sengaja menyelewengkan anggaran untuk memperkaya diri. Seperti yang baru saja terjadi di Kota Batam, Kepri.

Untuk kedua kalinya, Kejaksaan Negeri Batam menetapkan seorang kepala sekolah sebagai tersangka Korupsi Dana BOS tahun anggaran 2017–2019. Ia adalah kepala SMKN 1 Batam Lea Lindrawijaya suroso, dan bendaharanya berinisial WD.

Senin (17/10) menjelang malam hari, Kepala SMKN 1 Batam Lea Lindrawijaya Suroso dan bendaharanya berinisial WD, harus menyusul mantan Kepala SMAN 1 Batam Muhammad Chaidir di balik jeruji besi.

Pasalnya, Kejaksaan Negeri Batam menetapkan keduanya sebagai tersangka tindak pidana korupsi Bantuan Operasional Sekolah tahun anggaran 2017–2019.

Dari barang bukti dan keterangan yang terkumpul, Kejaksaan Negeri Batam memastikan keduanya adalah tersangka korupsi yang merugikan negara hingga RP468 juta.

“Penahanan keduanya sesuai alat bukti yang ada, kami menahan dua tersangka dalam kasus korupsi dana BOS, kerugian ditaksir sebesar Rp468.974.117,” kata Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Batam, Aji Satrio.

Ia menjelaskan, kedua tersangka sementara ditahan di Maposek Batu Ampar guna proses pemeriksaan dan penelitian keterangan selama 20 hari ke depan.

Kejari Batam menjerat keduanya dengan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 dengan ancaman kurungan maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sementara itu, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Batam, Riki Saputra menambahkan, penyidik masih terus bekerja melakukan penuntasan kasus tersebut.

“Ini akan terus berproses sampai nantinya perkara ini diserahkan kepada penuntut umum, hingga P21 kemudian dilimpahkan,” tegasnya.

Modus Mark-Up

Usai penetapan itu, Kejari Batam terus melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap sejumlah saksi. Dari keterangan itu, didukung dengan bukti yang ada, Kejari Batam mengungkap modus operandi Lea dan DW.

Kasubsi Penyidikan Pidsus Kejari Batam, Dedi Januarto Simatupang mengatakan, keduanya memiliki modus yang beragam. Mulai dari Mark Up hingga pengadaan kegiatan yang tak sesuai prosedur.

“Modusnya beraneka ragam. Ada berupa mark up atas belanja yang dipertanggungjawabkan tidak sesuai dengan seharusnya, kemudian menarik fee atau diskon untuk kepentingan pribadi,” katanya.

Contohnya pembelian yang di-mark up keduanya ialah pembelian furniture, buku, dan Alat Tulis Kantor (ATK) dan sejumlah barang lainnya terkait operasional sekolah.

Selain itu, kedua tersangka itu juga melaksanakan sejumlah kegiatan yang tak tertuang dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) serta tanpa persetujuan komite.

Kendati demikian, ia mengaku belum dapat menyebutkan total keuntungan yang didapat oleh masing-masing tersangka itu.

“Penyidik telah memeriksa 20 saksi terdiri dari guru, komite sekolah, Dinas Pendidikan Kepri, hingga pihak swasta,” ungkap Dedi.

Penyidik saat ini terus melengkapi berkas yang diperlukan agar dapat segera diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kemudian pihaknya menargetkan, berkas kedua tersangka rampung agar segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Tanjungpinang.

Disdik Kepri Berbenah

Terungkapnya kasus itu turut menjadi perhatian Dinas Pendidikan (Disdik) Kepri yang merupakan instansi penaung dari setiap Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat.

Kepala Dinas Pendidikan Kepri, Andi Agung mengaku prihatin. Ia tak mengetahui pasti kenapa kasus penyalahgunaan anggaran itu bisa terjadi lagi.

Selama ini Disdik Kepri telah melakukan pembinaan pengelolaan dana BOS ke sekolah-sekolah agar tak menyalahi aturan yang berlaku.

“Sebenarnya ada pembinaan. Walau saya baru, saya yakin dulu pasti sudah ada. Ada juga penyuluhan hukum terkait dana BOS,” katanya.

Andi mengungkapkan, pihaknya akan melakukan evaluasi agar tidak ada lagi kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) khususnya dari dana BOS di setiap sekolah.

“Semua regulasi sedikit demi sedikit akan kami perbaiki. Dana bos ada regulasinya sendiri yang kita tidak boleh lari dari itu,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Disdik Kepri juga sedang mengevaluasi perihal pengelolaan uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) karena telah menjadi atensi inspektorat Kepri.

Saat ini Disdik Kepri tengah menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) perihal SPP tersebut. “Termasuk juga masalah SPP yang jadi atensi BPK. Itu juga kadang kami buat juknisnya. Hari ini masih draft karena harus tanyakan dulu ke BPKP, inspektorat dan lain-lain,” tambahnya.

Tamparan untuk Komisi IV DPRD Kepri

Mencuatnya kasus korupsi dana BOS di Kota Batam dinilai sebagai tamparan keras untuk Komisi IV Dewam Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Riau (Kepri).

Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi IV DPRD Kepri itu sendiri, Uba Ingan Sigalingging. Menurutnya, terungkapnya dua korupsi di SMAN 1 dan SMKN 1 Batam akhir-akhir merupakan hal yang memalukan bagi DPRD Kepri, khusunya Komisi IV.

Pasalnya, di bawah pengawasan Komisi IV DPRD Kepri, masih ada kasus tersebut. “Ini menunjukkan lemahnya pengawasan. Khususnya saya sebagai anggota Komisi IV DPRD juga merasa malu,” kata Uba.

Ia menjelaskan, kasus tersebut harus menjadi pelajaran bagi DPRD Kepri dalam menerapkan fungsi pengawasannya. Dengan demikian hal itu tak terus berulang.

Tak hanya DPRD Kepri, Dinas Pendidikan Kepri serta inspektorat juga harus berbenah dengan catatan buruk tersebut. Terlebih lagi, hingga saat ini DPRD Kepri kerap menerima aduan ketidaksesuaian penggunaan dana BOS di sekolah.

“Kami juga banyak terima aduan dana BOS yang harusnya diperuntukkan untuk belajar mengajar para siswa, justru dialihkan untuk kepentingan lain,” ungkapnya.

Baca juga: Pekan Depan, Jaksa Limpahkan Berkas Korupsi Dana BOS SMKN 1 Batam ke Pengadilan

Uba melanjutkan, jika tidak segera direspon, maka potensi penyalahgunaan anggaran itu akan semakin besar. Ia menyarankan agar Disdik Kepri membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk transparansi penggunaan dana BOS di setiap sekolah.

Dengan begitu, penggunaan Dana BOS serta kinerja kepala sekolah dapat dikawal secara terbuka oleh khalayak banyak.

“Bila perlu anggaran dana BOS itu dibuka di papan di setiap sekolah. Dipaparkan dan dibuktikan. Itu bentuk preventif untuk mencegah terjadinya penyimpangan,” tegasnya.

“Sejak awal kami merekomendasikan agar pemilihan kepala sekolah bukan karena koneksi atau backingan,” tambah Anggota DPRD asal Kota Batam itu.

Gagal Perencanaan

Pengamat Kebijakan Publik Kepri, Alfiandri, menilai kasus korupsi Kepala SMKN 1 Batam karena gagalnya perencanaan pada pengelolaan dana BOS di sekolah tersebut.

“Kasus korupsi dana BOS ini tragedi terburuk, ini pukulan telak dunia pendidikan,” tegas Alfiandri.

Dirinya menyesali masalah tersebut masih terus terjadi. Padahal sebelumnya, telah ada beberapa pelajaran pejabat pendidikan yang berurusan dengan hukum. Baik dari Kepsek maupun pejabat lainnya yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) gratifikasi.

Menurut Alfiandri, praktik korupsi itu terjadi lantaran lemahnya perencanaan pada pengelolaan dana BOS di setiap sekolah. Akibatnya setiap dana BOS yang diperoleh tidak benar-benar tersalurkan sesuai peruntukannya.

“Kalau tak ada perencanaan yang baik, yang muncul adalah inisiatif di tengah jalan dan berpotensi muncul rencana Korupsi,” tuturnya.

Untuk itu, pemerintah setempat khususnya Pemprov Kepri, hingga Aparat Penegak Hukum (APH) harus punya pendekatan tersendiri mengatasi dan mencegah Tindak Pidana Korupsi di Kepri agar tak terus berulang.

“Seyogyanya perlu adanya upaya preventif. Maka Gubernur, Disdik Kepri, BPKP, dan APH harus berkoordinasi terlebih dahulu lakukan pencegahan dan pendampingan,” katanya.

Alfiandri juga menyoroti kinerja Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kepri yang seharusnya juga memberikan pendampingan pada pengelolaan dana BOS agar tak lari dari aturannnya.

Sementara perihal proses hukum yang sudah berjalan, Alfiandri menilai, Disdik Kepri harus bertanggungjawab dengan melakukan advokasi dan klarifikasi. Lalu, membantu kejaksaan memfilter agar fenomena ini tak terjadi lagi.

“Saya berharap ada upaya untuk membebaskan beliau kalau seandainya salah dalam pengelolaan administrasi. Tapi kalau ada niat memperkaya diri memang berat,” tuturnya.

Ia menyarankan, agar Disdik Kepri melakukan praperadilan apabila Kepsek SMKN 1 itu tak terbukti berniat memperkaya diri sendiri atau menguntungkan orang lain.

“Masih ada skenario untuk membela diri. Bagaimana pun ini harus menjadi pelajaran bagi kita semua. Agar hati-hati dalam memanfaatkan pengelolaan dan jabatan,” tambahnya. (*)