“Pemilu damai” adalah diksi yang terus digaungkan sejak dahulu setiap menjelang pemilihan umum (pemilu), terutama pada pemilihan presiden (pilpres) dan wakilnya. Termasuk juga pada pesta demokrasi 2024 mendatang di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Dilansir di laman KPU Tanjungpinang, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di wilayah berjuluk Kota Gurindam ini mencapai 167.076 pemilih. Terbagi di 637 Tempat Pemungutan Suara (TPS), jumlah itu tentu tak sedikit untuk diperebutkan pada 14 Februari nanti. Mulai dari suara untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota hingga DPR RI dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.
Para kontestan pun telah melakukan berbagai upaya untuk meraup suara sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara. Spanduk, media sosial, hingga debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) juga kian mengentalkan nuansa kontestasi di Ibu Kota Provinsi Kepri ini.
Lantas apakah diksi “Pemilu damai” itu bakal terealisasi atau hanya setakat mimpi? Mengingat panasnya kontestasi kerap kali terpampang jelas di muka publik. Oleh karena itu, para penyelenggara, pemerintah, TNI, Polri, Partai Politik (Parpol), tokoh masyarakat, hingga para kontestan terus menyuarakan narasi damai tersebut di panggung dan ruang masing-masing.
Indikator Pemilu Damai
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tanjungpinang, Muhammad Yusuf mengungkapkan, diksi “Pemilu damai” bukan hanya ucapan semata. Hal itu telah disuarakan dan menjadi komitmen bersama sejak awal tahapan pemilu dimulai. Bahkan Bawaslu telah mendeklarasikannya bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjungpinang, TNI, dan Polri beberapa waktu lalu.
“Alhamdulillah pemilu damai sedang kita proses dan digaungkan dari awal. Kita berkoordinasi sesama penyelenggara dan peserta pemilu hingga hari ini untuk melakukan segala tahapan sesuai dengan aturan yang berlaku,” katanya, Selasa, 6 Februari 2024.
“Ketika ada kekeliruan, kita ingatkan agar tertib dan damai. Termasuk juga imbauan dan pernyataan bersama sudah kita lakukan dengan pemerintah daerah, TNI, Polri, dan lainnya,” tambah Yusuf.
Ia menjelaskan, setidaknya terdapat beberapa indikator dari pemilu damai yang dimaksud yakni tingginya partisipasi pemilih, tidak adanya kecurangan, serta tidak ada conflict of interest sesama penyenyelenggara maupun peserta.
Menurutnya, semua itu sejatinya bersifat normatif dan seharusnya dapat dilakukan. Bila sudah terpenuhi, maka bisa dikatakan bahwa pemilu damai telah tercapai. Kendati demikian, terdapat juga sejumlah hal yang harus diperhatikan agar berbagai indikator itu bisa tercapai.
“Kita tegaskan agar pemilu damai bisa tercapai adalah tidak ada isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), black campaign, dan money politic. Itu adalah isu besarnya yang bisa jadi pemicu konflik,” tuturnya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap semua penyelenggara pemilu harus netral dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Hal tersebut tak terlepas dari tiga aspek penting dalam mewujudkan pemilu yang sukses yakni peserta taat aturan, penyelenggara berintegritas, dan pemilih cerdas dalam memilih baik memilih kontestan maupun memilih isu.
Sanksi
Tak hanya ucapan belaka, Bawaslu Tanjungpinang juga mengingatkan bahwa terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur soal pemilu damai. Meskipun sejauh ini belum ada temuan yang berarti dan berpotensi untuk mencederai gagasan tersebut.
“Sejauh ini belum ada ketemu provokator atau black campaign yang dapat menjadi pemicu konflik. Pihak kepolisian juga tegas untuk itu. Untuk di tingkat daerah tidak ada,” ungkap Yusuf.
Kondisi itu tentu jauh berbeda dengan pemilu sebelumnya yang memperkenalkan istilah “Cebong” dan “Kadrun” kepada masyarakat sehingga aksi saling ejek pun tak terelakkan. Sedangkan pada kontestasi di Tanjungpinang kali ini lebih relatif aman dan terkendali.
Yusuf menegaskan, setidaknya akan ada dua instrumen pidana yang akan dihadapi bagi para provokator maupun pelaku black campaign yang berpotensi mengganggu kedamaian pemilu.
“Pilpres pun tampak senyap-senyap saja. Kalau ada nanti tergantung melanggar undang-undang pemilu atau tidak. Kalau undang-undang pemilu kita tindak, kalau umum ya polisi yang tindak,” tegasnya.
Kata Amin
Tidak hanya pada penyelenggara, narasi pemilu damai juga sentral diperbincangkan di kalangan kontestan terutama tim kampanye capres dan cawapres. Satu di antaranya ialah Tim Kampanye Daerah (TKD) Anies-Muhaimin (Amin).
Tim pasangan calon (paslon) 01 ini pun memiliki makna tersendiri soal pemilu damai.
“Pemilu damai adalah pemilu yang aman, jujur, tidak ada intervensi, dan pilih sesuai hati dan pikiran,” kata Wakil Sekretaris TKD Amin Wilayah Kepri, Wahyu Wahyudin, Selasa, 6 Februari 2024.
Wahyu menilai, salah satu cerminan terwujudnya pemilu damai adalah adanya rasa saling menghargai dan silaturahmi yang berkelanjutan sesama pemilih meski berbeda pilihan.
Pihaknya pun tidak menginginkan adanya aksi saling ejek, provokasi, dan argumen lainnya yang berpotensi mengusik suasana pemilu.
“Kami meminta agar walaupun beda pilihan tetap berdamai, berkeluarga, dan silaturahmi jangan sampai putus. Imbauan sudah kita sampaikan melalui media sosial, kemudian melalui para relawan,” ujarnya.
Hal itu juga merupakan pesan dari capres yang mereka usung yakni Anies Baswedan saat berkunjung ke Kepri.
Anies berharap, masyarakat tidak mudah untuk tergiur dengan politik uang dan kampanye hitam yang dapat memecah belah.
“Waktu beliau (Anies) datang juga menekankan hal yang sama. Jadi pilih lah yang cerdas. Masyarakat bisa menilai siapa yang cerdas dan jujur untuk memperjuangkan nasib bangsa indonesia,” ucap Wahyu.
Baca juga: “Cooling System” Menyatukan Polisi dan Rakyat Dalam Pemilu Damai di Kota Gurindam
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News