Merawat Tradisi dan Hobi Main Perahu Jong

Perahu Jong
Demat saat tengah minyiram perahu miliknya. (Foto: Muhamad Ishlahuddin)

BATAM – Demat memikul tiga perahu jong ke tepi pantai Dendang Melayu, Jembatan 1 Barelang, Batam, Kepulauan Riau.

Demat memang memiliki hobi bermain jong sejak ia masih kanak-kanak dulu saat usianya delapan tahun.

Kini usianya telah 60 tahun, ia bermain untuk sekadar mengisi waktu kosong kala ia tengah bosan, juga merawat permainan tradisional masyarakat Melayu.

Saat masih kanak-kanak dulu, perahu kecil buatan ayahnya, menjadi teman bermain bersama teman-temannya.

Perahu Jong sendiri adalah miniatur perahu layar yang geraknya bergantung dengan arah angin.Perahu dilengkapi layar untuk menggerakkannya.

Ada juga pengatur arahnya, biasa mereka sebut kate-kate pun harus dipasangkan dengan ganda kate sebagai penyeimbang perahu.

Tak hanya sekadar hobi, perahu jong juga kerap diperlombakan di pesisir Pulau Batam. Saat menyambut Kemerdekaan Indonesia atau saat penutupan turnamen sepak bola di pulau-pulau.

Demat pun sering mengikuti perlombaan itu, bahkan tak jarang perahu miliknya mendapat juara dalam setiap ajang perlombaan.

Selain pandai bermain, Demat terkenal di kampungnya, Pulau Akar lihai membuat perahu Jong. Keahlian itu turun dari ayahnya.

Koleksinya kurang lebih 20 perahu. Kadang ia mainkan untuk mengisi waktu kosong, sesekali saat ada perlombaan juga ia ikut meramaikan.

“Yang pandai bikin perahu itu banyak, tapi tak semua paham ukuran perahunya, layarnya, biar melaju kencang,” kata pria berkulit gelap dengan rambut dipenuhi uban, Senin (05/12) sore.

Bermodal pisau dan parang, ia mampu membuat satu perahu Jong. Ia menghabiskan waktu untuk membuatnya tiga hari sampai satu minggu tergantung ukurannya.

“Dia ini ada tiga ukuran, kecil, sedang, besar. Kalau ukuran kecil tiga hari siap, kalau yang sedang lima sampai enam hari, kalau ukuran besar seminggu lebihlah,” katanya.

“Untuk jong Ukuran kecil panjang itu, 1 sampai 1,4 meter, ukuran sedang 1,6 sampai 1,9 meter, kalau 2 meter ke atas itu sudah terhitung besar,” tambahnya.

Membuat perahu Jong pun tak bisa menggunakan sembarang kayu. Biasa ia menggunakan kayu pulai. “Kayu pulai itu ringan, jong ini tak bisa berat,” ujarnya.

Baca juga: Museum Raja Ali Haji, Rumah Khazanah Batam

Demat berharap dengan bermain Jong anak cucunya tidak melupakan permainan tradisional khas suku Melayu meski zaman telah modern.

Ia juga berharap anak-anak muda di kampungnya bisa melestarikan permainan yang telah dimainkan oleh nenek moyang mereka sejak beratus tahun lalu itu. (*)