Mie Instan Antara Nikmat dan Penyakit

Apakah Anda termasuk orangtua yang suka memberikan mi instan kepada anak?

Berdasarkan data UNICEF tahun lalu, 24,4 juta balita Indonesia, 11 juta balita Filipina, dan 2,6 juta balita Malaysia mengalami kekurangan gizi dari mengkonsumsi mi instan.
Pakar nutrisi Asia UNICEF, Mueni Mutunga menelusuri kembali tren keluarga yang meninggalkan makanan tradisional dan kemudian mengkonsumsi makanan modern karena dianggap lebih terjangkau dan mudah disajikan.

Ada baiknya Anda memperhatikan kandungan dan cara penyajian mi instan

Kompas.com menghubungi Ahli Gizi, Dr dr Samuel Oetoro MS SpGK, Selasa (22/10/2019). Menurut Samuel, bahwa mi instan itu tidak mengganggu pertumbuhan anak, tetapi memang ada bahayanya bagi anak-anak dalam jangka panjang.
“Sebenarnya dia (mi instan) bagus. Pertumbuhan anak-anak tidak tergganggu karena makan mi, tapi ada beberapa jahatnya atau kandungan yang tidak bagus karena terlalu banyak di dalamnya,” kata Samuel.
Berikut beberapa kandungan berbahaya dari mi instan:

1. Natrium

Kandungan natrium yang ada di dalam sebungkus mi instan, kata Samuel, terdapat dalam bumbunya yang terasa gurih. Jumlahnya bahkan mencapai 850-950 mg.
“Natrium di mi instan itu tinggi sekali. Natrium itu kan garam, jumlahnya bahkan bisa 850-950 mg, padahal kebutuhan atau jatah tubuh kita mengkonsumsi natirum sehari-hari hanya 2 mg,” tuturnya.
Lebih dari itu, mengkonsumsi makanan yang memiliki kandungan natrium atau garam yang tinggi akan menjadi faktor risiko penyebab penyakit hipertensi.

2. Lemak

Bahan utama pembuatan mi instan selain tepung ialah telur atau kuning telur. Kata Samuel, rata-rata ada 200 mg kolesterol dalam sebutir telur.

Hal ini dianggap menjadi pemicu seseorang yang sering mengkonsumsi mi instan mengalami peningkatan kolesterol.
“Ingatlah semakin enak mi (instan) itu, maka semakin banyak juga pakai telur biasanya. Ya jadi lemaknya banyak, kolesterol juga meningkat,” kata dia.

3. Karbohidrat

Bahan utama pembuatan mi yaitu tepung. Seperti yang diketahui secara umum, bahwa tepung memiliki kandungan karbohidrat.

“Kalau ada karbohidrat dan kebanyakan, ya kemungkinan terjadi gula darah, diabetes, kegemukan,” ucap Samuel.

Ironisnya lagi, kata dia, anak-anak di Indonesia kebanyakan diberikan konsumsi mi instan bahkan dua porsi sekaligus dengan tambahan telur, kornet, ataupun keju.

“Udah mi itu tinggi kolesterol karena bahannya udah ada telurnya, eh di tambah telur lagi masaknya bahkan dua juga kadang, di tambah keju atau kornet pula. Udah bayangkan aja tuh gimana,” katanya.

Cara memasak mi instan yang tepat

Samuel menyarankan untuk dapat mengolah mi instan dengan bijak agar efek buruk terhadap kesehatan dapat berkurang.
“Cobalah menyiasatinya (masak mi) dengan dicampur sayur, dan tidak usah pakai bumbunya, atau ganti dengan bumbu racik sendiri pakai rempah-rempah dapur yang dipunya,” tuturnya.
Mengenai sayuran yang boleh dicampurkan, kata dia, berjenis apa saja karena sayuran mengandung serat dan protein yang baik untuk tubuh.

Disarankan untuk tidak merebus sayuran terlalu lama atau sebentar saja. Sayuran itu direbus lalu dicampurkan dengan mi instan yang diolah dengan bumbu sendiri tadi.

“Juga yang jelas jangan terlalu sering makan mi instan, apalagi untuk anak-anak. Ya paling tidak seminggu sekali, atau lebih jarang lagi makan mi instan malah makin bagus sebenarnya. Karena bahayanya mi instan ini akan terasa dalam jangka panjang, kalau anak-anak mungkin ketika remaja atau dewasa nanti baru kelihatan akibatnya,” tukasnya.

Sumber: kompas.com