BATAM – Investasi pembangunan Rempang Eco City oleh PT Mega Elok Graha (MEG) dan Xinyi Grup di Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menimbulkan polemik bagi nasib ribuan petani dan peternak.
Pasalnya, investasi itu memunculkan rencana relokasi terhadap seluruh aktivitas di Pulau Rempang, termasuk peternak dan petani.
Hal tersebut terungkap dari Himpunan Keluarga Tani Indonesia (HKTI) Kota Batam. Bahkan untuk menangani itu, HKTI Batam membentuk Tim Koordinator atau crisis centre bagi para petani dan peternak.
“Sejauh ini ada ribuan petani yang memperjuangkan hidupnya di sana,” kata Ketua Tim Koordinator HKTI Batam, Martahan Siahaan, Selasa (22/08).
Martahan menjelaskan, pihaknya selama ini tidak pernah mendapatkan sosialisasi perihal pembangunan tersebut. Oleh sebab itu, pihaknya merasa cemas akan kejelasan nasib mereka.
Namun, anehnya beberapa petani dan peternak telah menerima Surat Peringatan (SP) dengan waktu yang tidak wajar.
“Dengan adanya isu pembebasan lahan yang sejauh ini belum ada edukasi kepada petani. Petani saat ini sedang galau untuk mengerjakan pertaniannya,” ucapnya.
“Banyak yang dapat SP dari BP Batam. Antara SP 1 ke-2 hanya empat hari. SP 3 jaraknya seminggu. Jaraknya tidak manusiawi,” tambah Martahan.
Padahal, para petani telah berusaha di Pulau Rempang sejak belasan tahun lalu. Para petani menanam sejumlah komoditi mulai dari cabai hingga sayur yang memiliki pengaruh besar dalam pengendalian inflasi.
Salah seorang perwakilan peternak, Rika Sentosa juga menuturkan hal serupa.
“Kami juga termasuk investor. Meski pun investor lokal. Melibatkan banyak karyawan. Yang menjadi beban adalah tidak ada sosialisasi,” ujarnya.
Ditambah lagi dengan datangnya SP secara berturut-turut serta pemanggilan oleh pihak kepolisian dengan dugaan penyerobotan lahan.
Padahal untuk memindahkan ternak, mereka membutuhkan waktu dan persiapan yang matang.
HKTI Minta Kejelasan
Munculnya rencana relokasi di Pulau Rempang, Galang, Kota Batam itu membuat HKTI tak bisa tinggal diam.
Ketua HKTI Batam, Gunawan Satary menegaskan, pihaknya tidak menolak adanya investasi dan pembangunan di Rempang.
“Pada prinsipnya kami tidak menolak pembangunan. Kami yakini akan memberikan nilai tambah untuk Batam,” tuturnya didampingi Oyong Wahyudi selaku penasihat hukum.
Baca juga: Diadang Warga Pulau Rempang, Tim Terpadu Mundur Ukur Lahan
Akan tetapi, harus ada kejelasan terhadap nasib para pelaku usaha yang sudah menempati tempat itu sejak belasan tahun lalu.
Ia menjelaskan, para petani dan peternak itu juga telah berkontribusi untuk Kota Batam selama ini. Terutama dalam hal ketahanan pangan dan menjaga inflasi.
Oleh sebab itu, HKTI meminta BP Batam juga memberikan kejelasan pada para petani dan peternak itu.
“Permintaan kami ada dua. Bagaimana pemerintah bisa merelokasi usaha kami ke lokasi yang juga layak agar bisa melanjutkan usaha kami,” lanjutnya.
“Kedua, kami minta pemerintah memperhatikan bagaimana kami bisa membangun kembali usahanya. Tentu saja dengan ganti rugi atau untung,” tegas Gunawan. (*)
Ikuti Berita Lainnya diĀ Google News