Nasib Warga Tanjungpinang ‘Dipaksa’ Terima Kenaikan Harga Elpiji

Harga eloiji non-subsidi naik. (Foto: Dian Pramana/Ulasan.co)
Harga eloiji non-subsidi naik. (Foto: Dian Pramana/Ulasan.co)

TANJUNGPINANG – Kenaikan harga elpiji non-subsidi membuat sebagian warga Tanjungpinang mengaku tak bisa berbuat apa-apa. Kondisi tersebut dianggap memperparah ekonomi masyarakat yang sebelumnya sudah tertekan dengan kenaikan harga berbagai kebutuhan sehari-hari, mulai minyak goreng, sayur hingga cabai.

“Kita sudah nggak bisa ngomong,” kata Rita, pemilik usaha katering di Batu 7, seperti dikutip dari Special Report yang tayang di kanal Youtube Official UTV, Kamis (14/7).

Rita yang memasak menggunakan elpiji tabung 5,5 Kg ini, mengaku pasrah lantaran berbagai kebutuhan sehari-hari tersebut naik secara beruntun. Yang bisa ia lakukan saat ini hanya mengurangi porsi katering dengan risiko dikomplain pelanggannya. “Kita mau naikkan harga juga nggak mungkin, paling cuma bisa mengurangi porsinya saja sedikit,” ujar perempuan berhijab itu.

Ia berharap pemerintah turun melihat langsung kondisi di masyarakat, sekaligus mengontrol kenaikan harga kebutuhan sehari-hari. “Jangan semuanya naik,” ungkapnya.

Hal senada diutarakan Rusli, pemilik Rumah Makan Khas Biryani di Batu 7. Ia berharap ada langkah strategis untuk mengatasi kenaikan harga yang berdampak langsung pada masyarakat. “Kalau bisa, jangan asyik tiap-tiap tahun naik saja. Kasihan orang-orang yang di bawah,” ungkap Rusli.

Harga elpiji non-subsidi Pertamina untuk seluruh ukuran mulai 10 Juli 2022 naik antara 10-15 persen. Elpiji tabung 5,5 Kg misalnya, naik dari sebelumnya Rp95 ribu menjadi Rp105 ribu, sedangkan elpiji 12 Kg kini harganya Rp225 ribu, dari sebelumnya Rp200-205 ribu. Bagi masyarakat, kenaikan ini melengkapi beban yang harus mereka tanggung karena sebelumnya sejumlah bahan kebutuhan sudah lebih dulu naik.

Lina, pemilik pangkalan epiji di kawasan Pancur, mengaku ada perubahan prilaku konsumen sejak Pertamina secara beruntun menaikan harga jual elpiji ukuran 5,5 Kg dan 12 Kg. Menurutnya, warga yang biasa memasak menggunakan elpiji tabung 12 Kg, sebagian besar beralih ke 5,5 Kg. “Mereka menganggap pakai yang 12 kilo terlalu berat (mahal), makanya beralih ke 5,5 kilo,” ujarnya.

Selain warga umum, elpiji 5,5 Kg kini banyak digunakan para pemilik katering yang sebelumnya menggunakan elpiji 12 Kg. “Kalau rumah makan atau restoran masih pakai yang 12 kilo. Mereka kita kasih harga khusus karena kemarin kenaikan harganya kan beruntun,” kata Lina.