Nelayan Masih Was-Was Buaya Pulau Bulan Bebas Berkeliaran

Ibul alat tradisional
Ibul alat tradisional yang digunakan untuk melumpuhkan buaya lepas di perairan sekitar Pulau Bulan. (Foto: Randi Rizky K)

BATAM – Nelayan di sekitar Pulau Bulan, Kota Batam, Kepulauan Riau, masih was-was setelah buaya lepas dari penangkaran PT Perkasa Jagat Karunia (PJK). Ketua Pokmaswas Kecamatan Bulang, Moh Safid, sejauh ini menyebut warga setempat telah menangkap 32 ekor buaya.

“Sampai hari ini masyarakat masih takut. Masalah ini mengganggu aktivitas nelayan,” ujarnya, Selasa 21 Januari 2025.

Masyarakat kini membentuk tim di setiap kelurahan yang bekerja sama dengan Pos Angkatan Laut (AL) untuk menangkap buaya. Namun warga masih menuntut tanggung jawab PT PJK atas dampak yang mereka alami. Safid menyoroti simpang siurnya informasi jumlah buaya yang lepas.

“Datanya terus berubah, dari lima jadi sepuluh. Seolah-olah ditutupi. Perusahaan seharusnya melaporkan ke BKSDA agar jelas jumlah buaya di lapangan,” tegasnya.

Menurutnya fakta di lapangan menunjukkan lebih banyak buaya yang ditemukan daripada laporan resmi. “BKSDA dulu bilang satu kolam bisa menampung 200 ekor ukuran besar dan 800 ekor kecil. Kolam yang jebol itu yang berisi 200 ekor,” ujarnya.

Ia juga mengkritik minimnya perhatian perusahaan terhadap warga terdampak. “Memang ada sagu hati Rp1 juta untuk nelayan, tapi itu tidak sebanding dengan kerugian. Nelayan tak melaut, seharusnya ada kompensasi lebih, termasuk biaya operasional penangkapan buaya,” katanya.

Safid menambahkan, biaya seperti BBM yang dikeluarkan nelayan bisa mencapai Rp300 ribu setiap kali penangkapan. “Perusahaan seharusnya berterima kasih kepada nelayan yang membantu,” tambahnya.

Ia berharap pemerintah mendesak perusahaan segera menyelesaikan masalah ini. “Kalau sampai ada korban, siapa yang bertanggung jawab?” ujarnya.

Terkait penyampaian BKSDA yang tidak semua boleh ditangkap sebab buaya milik PT PJK memiliki tanda, menurutnya nelayan bukan ingin mengklarifikasi mana buaya perusahaan mana buaya liar namun mengamankan agar tak mengganggu.

“Apapun buayanya kita tangkap supaya masyarakat tenang. Masyarakat sudah khawatir karena insiden itu,” katanya.

Ia pun mempersilahkan perusahaan untuk menyortir mana buaya miliknya atau bukan sebab itu tanggung jawab mereka. Seharusnya kata dia, buaya ini harus diatasi bersama-sama.

“Yang kita tangkap ini hewan, tak bisa kita bedakan mana buaya alam atau penangkaran,” katanya.

Sementara itu Kapolsek Bulang Kapolsek Bulang, Iptu Adyanto Syofyan mengatakan, penanganan buaya sudah ditangani oleh tim terpadu yang dipimpin oleh Angkatan Laut yang mendirikan posko di Pulau Mengkadah.

“Kalau polsek tugasnya untuk himbauan kantibmas. Kita tidak bisa menangkap buaya itu, harus ada keahlian khusus, kita hanya mendampingi patrolinya tiap malam,” ujarnya.

Terkait simpang siurnya buaya menurutnya itu menjadi wewenang BKSDA dan kepolisian tidak berwenang memberikan informasi itu.

“Bukan tupoksi kami, seolah-olah nanti kami jadi yang paling paham. Kalau himbauan kami sampaikan terus kepada masyarakat, termasuk memasang spanduk, itulah tupoksi kami,” ujarnya.

Disamping itu Lurah Pulau Buluh, Kecamatan Bulang, Arpin mengatakan, persoalan buaya ini memang harus serius ditangani oleh PT PJK sebab sangat menghantui dan mengganggu aktivitas nelayan.

“Tak hanya nelayan sebenarnya, rumah-rumah kan di bibir pantai semua, seluruh masyarakat terganggu,” ujarnya.

Ia pun membenarkan perusahaan hingga kini bungkam soal data jumlah buaya yang lepas. Belum ada angka pasti yang diberikan, yang awalnya lima berkembang jadi 30 sesuai tangkapan nelayan. Ia memahami untuk mengeringkan kolam sehingga dapat terhitung jumlah buaya membutuhkan waktu berhari-hari.

“Wali kota sudah membentuk tim terpadu guna perusahaan lebih serius sesuai SOP menangani ini agar tak terulah lagi,” katanya.

Terkait kurangnya kontribusi perusahaan dalam membantu nelayan, pihaknya berjanji akan membantu masyarakat untuk berkomunikasi dengan masyarakat terkait ganti rugi maupun kompensasi.

“Saya rasa perusahaan tidak menutup mata juga, apalagi ada faktor alam dalam insiden ini. Sekarang kita fokus mengamankan dulu buaya ini,” katanya.

Ibul Alat Tradisional Lumpuhkan Buaya 

Banyak yang bertanya bagaimana cara nelayan menangkap buaya yang bahkan diketahui berukuran hingga lima meter dengan berat satu ton.

Salah satu nelayan Pulau Buluh, Edi mengatakan, dalam melumpuhkan buaya nelayan menggunakan senjata tradisional khas suku laut bernama ‘ibul’. Menurutnya, ibul dirancang untuk melumpuhkan buaya tanpa membunuhnya.

“Ibul ini seperti tombak (yang ujungnya seperti kail) yang diikatkan pada kayu dan tali. Saat buaya terkena, dia akan berbelit sendiri hingga lumpuh, lalu ditarik ke darat,” ujar Edi.

Menurut Edi, walaupum keras, bagian tubuh buaya yang paling efektif ditombak adalah punggung. Namun ia menegaskan hingga saat ini tidak ada buaya yang mati saat ditangkap menggunakan alat tersebut.

“Ibul ini hanya melumpuhkan, kalau yang membunuh itu ukurannya panjang, kalau yang ini pendek saja hanya untuk melumpuhkan,” tambahnya.

Baca juga: Ini Ciri-Ciri Khusus Buaya Lepas dari Penangkaran PT PJK di Pulau Bulan

Proses pencarian buaya dilakukan pada sore hingga malam hari beramai-ramai oleh nelayan dari Pulau Temoyong, Pulau Buluh, Pulau Seraya dan Pulau sekitar Pulau Bulan lainnya dari sore hingga pagi hari.

“Siang hari buaya lebih liar, jadi kami mencari sore atau malam hari. Kalau malam lebih mudah karena bisa disorot (menggunakan senter),” ungkapnya.

Sejauh ini enam ekor buaya berhasil dilumpuhkan menggunakan ibul miliknya dari total semua buaya yang pernah ditangkap nelayan. Setelah ditangkap, buaya-buaya tersebut dikembalikan ke penangkaran di Pulau Bulan.

Edi juga mengungkapkan, perusahaan penangkaran memberikan sagu hati sebesar Rp1 juta untuk nelayan yang berhasil menangkap buaya.

Namun jumlah itu dinilai tidak sebanding dengan risiko dan biaya operasional yang dikeluarkan. Menurutnya, nelayan sekarang lebih sibuk mencari buaya daripada melaut walau harus mempertanyakan nyawa.

“Kalau ikan, bisa ditinggalkan dulu, dari pada nyawa melayang, yang penting kita amankan dulu buayanya,” katanya.

“Selain ibul, beberapa nelayan menggunakan jerat tali untuk menangkap buaya yang berada di darat,” tutup mengakhiri wawancara. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News