JAKARTA – Kasus obat sirup beracun asal India kembali menelan korban jiwa. Setelah sebelumnya menelan puluhan korban jiwa di Gambia dan Uzbekistan, kini tragedi serupa kembali terjadi di negeri asalnya sendiri, India.
Hingga Sabtu (5/10/2025), sebanyak 16 anak dilaporkan meninggal dunia usai mengonsumsi obat batuk merek Coldrif. Pemerintah India segera melakukan penyelidikan menyeluruh terkait dugaan adanya kontaminasi zat beracun dalam sirup tersebut.
Polisi Tangkap Dokter yang Meresepkan Obat
Tak butuh waktu lama, kepolisian India langsung menangkap dr Praveen Soni, dokter yang diketahui meresepkan sirup batuk yang mengandung dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas aman. Zat kimia berbahaya ini dikenal dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan kematian, terutama pada anak-anak.
Sebagai langkah cepat, Pemerintah Negara Bagian Madhya Pradesh langsung melarang peredaran dan penjualan Coldrif Cough Syrup.
Larangan itu diberlakukan setelah hasil uji laboratorium mengonfirmasi adanya kandungan zat beracun dalam sampel yang dikaitkan dengan kematian para korban di wilayah Chhindwara.
Baca Juga: Mendagri Siapkan Surat Edaran, Pemda Jamin Eksistensi Dokter Spesialis
Menurut laporan BBC, masalah obat berbahaya di India bukan hal baru. Negeri tersebut masih berjuang melawan maraknya peredaran obat palsu dan di bawah standar, terutama di kota-kota kecil dan pedesaan.
Banyak laboratorium pengujian obat di India disebut kekurangan dana, tenaga ahli, serta peralatan yang memadai.
Catatan resmi pemerintah menunjukkan, lebih dari 7.500 obat yang diuji di tiga negara bagian dan tiga wilayah persatuan India gagal memenuhi standar mutu antara tahun 2007 hingga 2020.
Obat Sirup Maut dari Sresan Pharma
Produk yang diduga menjadi penyebab kematian itu adalah Coldrif Cough Syrup buatan Sresan Pharma, perusahaan farmasi asal Tamil Nadu, India bagian selatan.
Hasil uji laboratorium dari Kementerian Kesehatan India menunjukkan kandungan diethylene glycol (DEG) di dalam sirup tersebut melampaui batas aman.
“Sampel-sampel tersebut ditemukan mengandung DEG melampaui batas yang diizinkan,” kata Kementerian Kesehatan India dalam pernyataan resminya, dilansir dari Reuters.
BPOM RI Perketat Pengawasan
Kabar ini juga membuat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI bergerak cepat. Kepala BPOM, Prof Taruna Ikrar, menegaskan pihaknya memantau secara ketat kasus tersebut agar tidak terulang di Indonesia.
“Kita sangat besar atensi kita yang berhubungan dengan yang dari India itu. Kami sudah koordinasikan dengan Kedeputian I, Kedeputian II, termasuk ke pusat pengujian obat,” ujar Taruna saat ditemui di Jakarta.
Taruna mengingatkan, Indonesia sempat menghadapi kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada tahun 2022. Saat itu, ratusan anak meninggal dunia akibat cemaran ethylene glycol (EG) dan diethylene glycol (DEG) dalam obat sirup.
“Kita betul-betul hati-hati karena kita punya pengalaman tiga tahun yang lalu. Kita tidak mau itu terulang lagi,”
tegasnya.
Pengawasan Ketat terhadap Produk Impor
Taruna menjelaskan bahwa kasus di India juga diduga terkait kontaminasi cemaran kimia yang sama. Karena itu, BPOM kini memperketat uji laboratorium wajib terhadap seluruh produk obat sirup, baik lokal maupun impor.
“Khusus yang impor dari India, kita sangat berhati-hati. Kita tidak akan keluarkan izin sertifikat impornya kalau belum dinyatakan benar-benar aman,”
jelas Taruna.
Ia menegaskan, seluruh langkah pengawasan dilakukan secara ilmiah, transparan, dan sesuai standar internasional, demi melindungi masyarakat Indonesia.
“Kita tidak boleh lengah. Semua obat yang beredar harus melewati pengujian yang ketat, apalagi jika menyangkut anak-anak,” tutupnya dengan tegas.
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News


















