Pakar Hukum Tanggapi Eksekusi Lahan di Karimun

Alwan
Kepala Program Pendidikan Magister Hukum di Universitas Riau Kepulauan (Unrika), Dr Alwan Hadiyanto, SH. MH. (Foto: ist)

KARIMUN – Pakar hukum menangggapi eksekusi lahan yang dilaksanakan Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun di Coastal Area, Karimun, Kepulauan Riau.

Pakar Hukum Dr. Alwan Hadiyanto, SH.,MH menilai eksekusi tersebut berjalan dengan aman. Kepala Program Pendidikan Magister Hukum di Universitas Riau Kepulauan (Unrika) mengatakan keberhasilan eksekusi dapat dilaksanakan karena adanya upaya kolaboratif dan sinergitas antara Pengadilan Negeri sebagai garda terdepan penjaga Keadilan dan Kepolisian sebagai garda terdepan dalam menjaga ketertiban dan keamanan.

“Saya membaca berita yang saat ini berkembang, dan sangat salut melihat eksekusi lahan bisa berakhir dengan aman. Hal ini menandakan implementasi sinergitas penegakan hukum dapat diterapkan, Pengadilan menjalankan putusan dan kepolisian menjamin keamanan,” ucapnya, Sabtu (05/11).

Alwan menyampaikan proses eksekusi keperdataan yang menyangkut lahan kerap berakhir dengan keributan bahkan perkelahian antar pihak yang berkepentingan.

“Beberapa tempat yang saya amati tidak jarang eksekusi menuai reaksi keras, bahkan sampai terjadi perkelahian. Tapi tidak di Karimun, ini patut di apresiasi,” ungkapnya.

Menurut Alwan, jika putusan adalah ‘mahkota hakim’ maka eksekusi merupakan ‘mahkota pengadilan’. Hal ini merupakan tujuan dari pelaksanaan visi dan misi badan peradilan itu sendiri.

“Kita harus yakini bahwa putusan pengadilan yang dijalankan itu dihasilkan dari sebuah pemeriksaan bertingkat. Mulai dari tingkat pertama, tingkat banding sampai tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Jadi semua hak-hak para pihak telah diakomodir,” jelasnya.

Ditegaskan Alwan, putusan pengadilan bukanlah hal sepele yang bisa diabaikan begitu saja dengan alasan tidak bisa dijalankan. Kecuali karena ada upaya hukum lanjutan yang menyatakan putusan tersebut batal demi hukum.

“Ketika suatu putusan Mahkamah Agung menjadi yurisprudensi maka kekuatannya bisa setara atau lebih kuat dari undang-undang, karena bisa saja Yurisprudensi mengenyampingkan UU. Jadi bisa dibayangkan bagaimana kedudukan Putusan tersebut,” imbuhnya

Ditambahkan Alwan, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 ayat (1) menegaskan jika kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

“Pasal 24 Ayat 1 sebagai konstitusi sudah mengambarkan bahwa hakim dituntut untuk menegakkan hukum dan keadilan, jadi suka tidak suka mau tidak mau, Putusan Hakim harus dianggap memenuhi asas kepastian dan keadilan,” tuturnya.

Baca juga: Pengadilan Negeri Karimun Eksekusi Lahan Coastal Area Ujung, Puluhan Polisi Amankan Lokasi

Bahkan kata dia, jika putusan tersebut hanya bersifat declaratoir tidak otomatis putusan tersebut dianggap batal atau hilang begitu saja.

“Jika suatu putusan bersifat declaratoir maka Mahkamah Agung berhak untuk merubah suatu dictum agar putusan tersebut bersifat codemnatoir agar bisa dieksekusi, karena notabennya Mahkamah Agung bertugas untuk menilai norma-norma hukum pada putusan dibawahnya,” katanya.

Sekalipun terdapat kelalaian sampai di Mahkamah Agung yang memuat putusan yang tidak bersifat codemnatoir maka solusinya adalah mengajukan gugatan sebatas penambahan redaksional agar putusan bisa dilaksanakan eksekusi.

Dirinya menjelaskan bahwa gugatan baru yang diajukan tersebut tidak lagi menilai dan memeriksa materi isi putusan declaratoir karena pada kenyataannya sudah berkekuatan hukum tetap, melainkan hanya sebatas penambahan Comdemnatoir.

“Kalau Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap bersifat declaratoir, maka bisa diajukan gugatan baru dengan permintaan uitvoerbaar bij voorraad sesuai ketentuan pasal 180 HIR,” tutup Alwan. (*)