BATAM – Panitia pelaksana kegiatan bertajuk ‘Wartawan Bukan Preman’ yang digelar pada Sabtu, 14 Juni 2025 di Ballroom Swiss-Belhotel Harbour Bay, Batam, mengklarifikasi insiden kericuhan yang terjadi dalam forum tersebut.
Insiden itu belakangan menjadi perhatian setelah Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Batam, M. Khafi Ashary, melaporkan dugaan pengeroyokan ke pihak kepolisian.
Wartawan Wajah Batam News sekaligus anggota panitia kegiatan tersebut, Iwan Fajar mengaku bahwa peristiwa itu bukanlah pengeroyokan, melainkan aksi saling pukul yang dipicu oleh ketegangan dalam forum.
“Yang terjadi bukan pengeroyokan. Di video jelas terlihat hanya satu orang yang memukul dan yang lain justru melerai. Bahkan orang itu juga dipukul balik, ditendang, dan ditampar. Tapi dia tidak melapor karena kami semua merasa satu profesi, satu darah,” ujarnya di Batam, Selasa, 17 Juni 2025.
[VIDEO] 300 KASUS CERAI DI TANJUNGPINANG DISEBABKAN JUDI ONLINE
Iwan menuturkan bahwa acara ini diinisiasi oleh pihaknya yang menamakan diri Solidaritas Wartawan Batam, yang terdiri dari wartawan dari berbagai platform media, baik cetak, online, elektronik, maupun televisi lokal.
Tujuan utama acara adalah untuk menanggapi pernyataan kontroversial yang beredar di beberapa media, yang menyebut bahwa wartawan tanpa sertifikasi Dewan Pers dianggap sebagai ‘preman’, khususnya yang digaungkan PWI Batam.
Dalam kegiatan dialog tersebut, turut hadir tiga narasumber lain, termasuk seorang asesor sertifikasi kompetensi wartawan (SKW), pimpinan redaksi media online bersertifikat UKW Utama, serta pemateri dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Panitia mengundang pihak PWI untuk memberikan klarifikasi langsung di forum tersebut, dan telah berkoordinasi dengan wartawan senior, Marganas, yang bersedia menjadi penengah agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Namun, menurut Iwan, klarifikasi yang diberikan oleh PWI Batam dianggap tidak substantif, melebar dan kurang mengenakkan.
“Pihak PWI tidak ingin memberikan klarifikasi secara langsung. Mereka mengatakan, ‘Kalau mau kami menerangkan, oke kami terangkan’ dan menyarankan agar isi berita itu dilihat secara utuh, termasuk lead-nya. Penekanan itu, menurut mereka, ada dalam isi berita tersebut,” ujar Iwan menambahkan.
Ia mengatakan pihak PWI tampak mulai tersinggung ketika muncul pertanyaan dan penyampaian dari pembicara lain, dengan gestur yang sejak awal terlihat kurang mengenakkan. Meski demikian, pihaknya sepakat bahwa wartawan yang menyalahgunakan profesinya untuk tindakan seperti pemerasan harus ditindak tegas.
Kejari Batam Tahan WN Singapura Tersangka Korupsi PSU Merlion Square
“Kami tidak membenarkan tindakan semacam itu karena tidak mencerminkan dunia jurnalistik,” katanya sepakat.
Menurut dia, ketegangan mulai muncul ketika beberapa peserta yang mengaku sebagai anggota PWI datang sekitar pukul 15.00 WIB. Situasi kemudian memanas ketika seorang peserta bertanya lirih ke rekan di sebelahnya soal apakah harus menjadi anggota PWI untuk mengikuti UKW.
Pertanyaan itu bukan ditujukan ke narasumber, tapi justru terdengar oleh salah satu pengurus PWI, yang kemudian langsung merebut mikrofon dan menyampaikan penegasan.
“Kalau tidak salah namanya Aini. Ia menyatakan di PWI tidak ada kewajiban menjadi anggota untuk ikut sertifikasi. Tapi cara penyampaiannya menurut kami arogan, dengan berdiri dan menunjuk-nunjuk dengan gestur menekan peserta. Ini memicu situasi menjadi chaos,” ujar Iwan menceritakan.
Padahal kata dia, yang diberi kesempatan untuk berbicara hanya narasumber yang berada didepan. Sementara peserta bisa bertanya dengan mengikuti tata tertib acara. Mikrofon kemudian diambil kembali oleh panitia, namun Ketua PWI Batam, M Khafi Ashary, menyampaikan pernyataan yang membuat situasi makin memanas.
“Dia bilang, ‘Kalau lu nggak suka, main ke kita!’” ujar iwan menirukan kalimat yang dilontarkan Khafi yang dinilai menjadi pemicu terjadinya adu fisik tersebut.
Ia pun menyayangkan adanya pemberitaan yang menyebut insiden yang terjadi sebagai pengeroyokan, padahal faktanya tidak demikian. Justru kata dia, yang terjadi adalah perkelahian satu lawan satu yang dilerai oleh peserta lain.
“Kami menyaksikan semuanya dari awal sampai akhir. Di lokasi juga ada intel dari Polres Barelang dan Polsek Lubuk Baja. Kami menyimpan video lengkapnya dari awal sampai akhir,” katanya.
Bahkan, orang yang memukul Khafi juga mendapat serangan balik, dengan dipukul dan ditendang, tetapi memilih tidak melaporkan kejadian tersebut karena menganggap sesama wartawan adalah satu profesi dan tak ingin mengambil keuntungan dari peristiwa itu.
Terkait atensi dari Kapolresta Barelang terhadap insiden ini, Iwan menyatakan bahwa hal tersebut sah-sah saja. Namun, ia menyayangkan tidak adanya konfirmasi dari beberapa media kepada pihak panitia saat memberitakan insiden ini.
WN Vietnam Pengeroyok DJ di Batam Terancam Dideportasi, Imigrasi Tunggu Proses Polisi
“Dari seluruh pemberitaan yang beredar, tidak satu pun media yang mengonfirmasi kepada kami sebagai panitia. Hanya satu sudut pandang yang dimuat,” katanya kecewa.
Iwan juga menanggapi pemberitaan yang menyebut penyelenggara forum sebagai ‘kumpulan orang yang mengaku wartawan’. Ia menyebut narasi tersebut sangat melukai perasaan mereka, karena seluruh anggota Solidaritas Wartawan Batam merupakan wartawan aktif yang bekerja di berbagai media.
“Itu bisa kami buktikan. Saya sendiri bersertifikasi dari Dewan Pers. Narasumber yang kami hadirkan juga bersertifikasi. Rekan-rekan kami lainnya juga memiliki sertifikat baik dewan pers maupun lainnya, Jadi, bukan sekonyong-konyong mengaku sebagai wartawan,” ujarnya menekankan.
Lebih jauh, Iwan berharap kedepannya agar PWI sebagai organisasi wartawan yang besar dan telah lama berdiri dapat bersikap lebih merangkul kelompok-kelompok wartawan seperti mereka, bukan sebaliknya memperkeruh suasana.
“Melalui kejadian ini, kami berharap jangan sampai karena organisasinya besar lalu merasa tidak perlu merangkul yang kecil-kecil,” katanya mengakhiri penyampaiannya.