Pelni ‘Jantung’ Masyarakat Pulau Laut

Natuna
Tangkapan layar KM Sabuk Nusantara 80 hendak bersandar di Pelabuan Pulau Laut. (Foto: Dishub Natuna)

Bagi warga Pulau Laut, armada milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) layaknya jantung yang membuat kehidupan mereka berdetak, menjadikan mobilitas orang dan barang di daerah tertinggal, terpencil, terdepan hingga perbatasan itu lancar.

Pewarta: Albet, Tanjungpinang.

Akhir Agustus 2021, Hayati menghela napas panjang ketika mendapat kiriman pesan singkat di ponsel tentang jadwal rute pelayaran kapal PT Pelni Cabang Tanjungpinang. Dalam pesan itu, tidak satu pun rute kapal Pelni yang singgah ke dermaga tempatnya tinggal di Pulau Laut.

Padahal dia ada urusan mendesak, harus segera tiba di Ranai, ibu kota Kabupaten Natuna. Jaraknya 65 mil dari Pulau Laut. Akses ke pusat pemerintahan Kabupaten Natuna itu hanya bisa ditempuh dengan kapal berkapasitas besar.

Menggunakan transportasi tradisional – masyarakat setempat menyebut pompong – biasanya hanya dilakukan dalam kondisi mendesak. Tapi kali ini, Hayati tak berani melakukannya. Kondisi cuaca buruk menyelimuti perairan Pulau Laut saat musim angin selatan. Apalagi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) setempat telah memberi peringatan adanya cuaca ekstrem.

Harapannya pun pupus untuk bisa ke Ranai dalam waktu dekat. Pemerintah Kabupaten Natuna meminta Pelni untuk menunda jadwal pelayaran sementara hingga 6 September 2021 karena wilayah itu ditetapkan zona oranye. Penyebaran COVID-19 di Natuna berisiko sedang.

“Nasib tinggal di perbatasan,” kata Hayati kepada Ulasan, di Pulau Laut, Sabtu (28/08/2021).

Pulau Laut tempat tinggal Hayati adalah salah satu pulau terdepan Indonesia, berada di ujung utara Provinsi Kepulauan Riau. Sejak Soesilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden RI hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi), Pulau Laut ditetapkan sebagai satu dari 22 pulau terdepan di Kepulauan Riau. Pulau Laut sebagai teras utara Indonesia.

Secara geografis, Pulau Laut memiliki luas daratan sekitar 37,58 kilometer persegi, berbatasan langsung dengan Vietnam dan Kamboja.

Selama ini, satu-satunya alat transportasi laut yang memadai dan lebih terjangkau bagi masyarakat Pulau Laut adalah kapal milik PT Pelni, KM Sabuk Nusantara.

Hayati, sebagaimana sebagian besar warga di Pulau Laut berharap adanya kebijakan khusus bagi mereka yang tinggal di kawasan perbatasn.

“Tak ada lagi yang bisa kami harapakan selain kapal Sanus (Sebutan KM Sabuk Nusantara),” ujarnya.

Penundaan sementara rute pelayaran ke Pulau Laut tidak hanya berimbas kepada terhambatnya mobilitas warga, tetapi juga terhadap aktivitas pedagangan di kecamatan yang masuk dalam daerah tertinggal, terpencil, terdepan (3T) itu.

Nizaruddin, pedagang di Pulau Laut juga sempat kaget setelah mengetahui jadwal rute pelayaran kapal Pelni tidak singgah ke kampung halamannya. Padahal, barang kebutuhan pokok di tokonya mulai menipis dan dia berencana segera membuat pesanan ke toko langganannya di Kota Ranai.

“Lah, kenapa bisa tak ada rute kapal ke Pulau Luat, ke daerah lain (daerah selain Natuna) ada. Matilah kita,” ucapnya kaget.

Ia merasa penundaan rute pelayaran Kapal Motor Sabuk Nusantara ini tidak jauh beda seperti kondisi masa lampau – Pulau Laut yang terisolir.

Sebelum dilalui KM Sabuk Nusantara, masyarakat Pulau Laut hanya mengandalkan pompong berkapasitas kecil untuk menyeberangi lautan demi membeli kebutuhan pokok.

Pada musim utara, masyarakat di sana harus berjuang menaklukkan ganasnya gelombang Laut Utara Natuna untuk sampai ke tujuan. Bahaya seperti itu harus ditempuh sejauh 65 mil.

Dan pada kondisi tertentu, warga Pulau Laut harus menyerah dengan keganasan laut. Yang dilakukan adalah bersabar, berminggu-minggu memanfaatkan hasil pertanian lokal terbatas untuk bertahan hidup.

“Jangan sampai seperti dulu. Semua dibuat susah,” tuturnya berharap.

Namun kondisi itu mulai berubah setelah kapal-kapal besi Pelni itu hadir di Pulau Laut pada awal tahun 2009 silam. Sejak itu, Pulau Laut tidak lagi terisolir. Arus perjalanan orang dan barang mulai lancar. Perekonomian masyarakat pun mulai perlahan tumbuh.

Nizaruddin menyadari bahwa kehadiran kapal-kapal Pelni sebagai armada penghubungan gugusan pulau-pulau sangat penting dalam perubahan ekonomi masayarakat khususnya di wilayah perbatasan.

“Sejak kapal Pelni masuk, perubahan sosial ekonomi masyarakat mulai nampak. Akses ke Pulau Laut juga semakin mudah, dan ongkosnya dua kali lipat lebih murah dibandingkan dengan sewa pompong masyarakat,” ujarnya.

Ia menggambarkan besarnya peran Pelni dalam memajukan daerahnya, terutama di sektor perdagangan, perikanan dan perkebunan. Tidak sedikit hasil perkebunan dan perikanan dijual ke sejumlah daerah di Kepulauan Riau hingga Kalimantan.

“Peran Pelni bagi kami di Pulau Laut sangat besar, ikan-ikan hasil laut kami, kelapa dan hasil perkebunan bisa jual ke daerah-daerah lain. Ya, kami bisa katakan, kapal-kapal Pelni ini adalah jantungnya masyarakat Pulau Laut,” imbuhnya.

Peran Pelni dalam menghubungkan pulau-pulau di Kabupaten Natuna juga diakui Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Natuna, Allazi.

Menurutnya, pelni memiliki peran yang sangat strategis dalam penyediaan moda transportasi laut yang layak baik untuk penumpang maupun barang.

Kabupaten Natuna dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 yang disahkan pada tanggal 12 Oktober 1999 itu memiliki 16 kecamatan yang tersebar di sejumlah pulau-pulau termasuk Kecamatan Pulau Laut yang berada di jalur alur laut kepulauan Indonesia (ALKI I).

“Yang jelas, letak geografis Natuna memang berjauhan antara satu kecamatan dengan kecamatan yang lain, semuanya terhubung dengan pulau-pulau, maka keberadaan kapal Pelni ini sangat membantu sekali,” katanya.

Kehadiran Pelni dengan armadanya seperti KM Sabuk Nusantara hingga KM Bukit Raya di wilayah Kepulauan Natuna sangat mendukung dalam penyediaan transportasi laut yang layak dan murah. Masyarakat Natuna lebih memilih melakukan perjalanan ke daerah-daerah kabupaten lain dengan menggunakan kapal Pelni.

Selain keberangkatannya dalam melayani masyarakat di perbatasan yang sudah terjadwal dengan baik, biaya perjalanan juga dirasa sangat terjangkau. Tidak hanya bagi penumpang tetapi juga arus keluar masuk barang ke Natuna juga lebih lancar.

“Secara konektivitas, hampir semua wilayah terhubung dengan kapal-kapal Pelni. Kedepan, kami berharap Pelni setiap minggu masuk ke pulau-pulau di Natuna, agar roda perekonomian terus berjalan,” ujarnya.

KM Sabuk Nusantara saat berada di Perairan Tanjungpinang. (Foto: Albet)

Kepala Operasional PT Pelni Cabang Tanjungpinang, Suharto mengatakan, pihaknya berkomitmen memberikan pelayanan transportasi laut yang terbaik untuk masyarakat di Kepri hingga perbatasan. Hal ini sebagai upaya Pelni menjadi agen perubahan untuk memperkuat konektivitas laut di Indonesia.

Apalagi, Pelni saat ini tengah fokus menyediakan aksesibilitas masyarakat untuk menghubungkan daerah yang sudah maju dengan daerah yang berada di wilayah tertinggal, terpencil, terdepan dan perbatas belum terlayani oleh pelayaran komersial.

Di Kepri, Pelni telah mengoperasikan sejumlah kapal penumpang maupun barang guna mendukung program Tol Laut yang digagas oleh Presiden Joko Widodo. Untuk penumpang, Pelni mmenyediakan tiga kapal yakni KM Sabuk Nusantara 48, KM Sabuk Nusantara 80 dan KM Sabuk Nusantara 83, sedangkan barang yaitu kapal Tol Laut KM Logistik Nusantara 4 yang berangkat dari Jakarta.

“Kami selalu mendukung program untuk kepentingan masyarakat, khususnya untuk pulau-pulau yang sangat minim transportasinya,” katanya.

Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad menaruh harapan besar agar mobilitas penduduk dan barang di kawasan perbatasan Natuna, khususnya Pulau Laut, kembali lancar.

Perekonomian di kawasan perbatasan bergantung pada alat transportasi laut yang memadai sehingga tepat bila kapal-kapal yang dikelola Pelni harus kembali beroperasi.

“Dalam kondisi pandemi, tetap kami ingatkan agar seluruh kru kapal dan penumpang menerapkan protokol kesehatan,” imbaunya.

Pelni Jangkau Wilayah 3TP

Di tengah pandemi COVID-19 yang masih melanda Indonesia, Pelni mencatat masih dapat mengangkut 1.234.954 pelanggan di semester pertama 2021. Sedangkan kinerja angkutan barang Pelni mampu mencetak kenaikan produksi hingga 85 persen.

Dalam keterangan pers pada awal Agustus 2021, Direktur Usaha Angkutan Penumpang PT Pelni (Persero) O.M. Sodikin menjelaskan, secara akumulatif jumlah pelanggan kapal Pelni pada armada kapal penumpang dan kapal perintis tercatat naik 3,2 persen jika dibandingkan periode yang sama ditahun 2020 sejumlah 1.195.938 pelanggan.

“Perusahaan akan terus berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada seluruh pelanggan dan berupaya untuk menjaga on time performance dalam setiap kegiatan operasional armada kapal Pelni,” terangnya.

Kendati demikian, Sodikin menegaskan, pihaknya akan terus meningkatkan pelayanan untuk memberikan kemudahan kepada pelanggan kapal Pelni. Hingga saat ini layanan mesin cetak boarding pass mandiri (vending machine) telah digunakan di sepuluh pelabuhan keberangkatan kapal meliputi Tanjung Priok, Semarang, Surabaya, Makassar, Medan, Ambon, Bitung, Benoa/Denpasar, BauBau, dan Balikpapan.

KM Sabuk Nusantara hendak merapat di Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang. (Foto: Albet)

Selain itu, pihaknya berencana untuk menambah vending machine di sepuluh pelabuhan lainnya seperti di Pulau Batam, Tanjungpinang, Tanjung Balai Karimun, Pare-Pare, Kumai, Sampit, Batulicin, Tarakan, Nunukan, serta Pontianak.

“Kami berharap rencana ini dapat terlaksana di sisa tahun 2021,” pungkasnya.

Selama masa PPKM berlangsung, Pelni juga semakin memperketat protokol kesehatan selama pelayaran termasuk dengan dokumen pendukung perjalanan. Tiket kapal hanya dapat diperoleh melalui loket kantor cabang dengan sistem pembayaran secara cashless.

Pelni sebagai Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada bidang transportasi laut hingga saat ini telah mengoperasikan sebanyak 26 kapal penumpang dan menyinggahi 76 pelabuhan serta melayani 1.058 ruas.

Selain angkutan penumpang, Pelni juga melayani 45 trayek kapal perintis yang menjadi sarana aksesibilitas bagi mobilitas penduduk di daerah 3TP di mana kapal perintis menyinggahi 285 pelabuhan dengan 3.811 ruas.

Terakhir, Pelni juga mengoperasikan sebanyak 16 kapal rede. Sedangkan pada pelayanan bisnis logistik, kini dioperasikan 9 trayek Tol Laut serta 1 trayek khusus untuk angkutan ternak. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *