TANJUNGPINANG – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau menaikkan kasus dugaan korupsi Pembangunan Jembatan Tanah Merah di Kecamatan Teluk Bintan dari penyelidikan ke penyidikan, Rabu (3/8). Dalam proyek BP Kawasan Bintan tahun anggaran 2018-2019 ini, kerugian negara ditaksir Rp11,6 miliar.
Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Kepri Dr. Lambok M.J Sidabutar mengatakan, berdasarkan ekspose telah diperoleh kesimpulan untuk meningkatkan kegiatan penyelidikan ke tahap penyidikan dalam rangka mencari dan mengumpulkan bukti.
“Dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya yang selanjutnya akan dilaksanakan Jaksa Penyidik dari Bidang Pidsus Kejati Kepri,” kata LambokĀ didampingi Kasi Penkum Kejati Kepri Nixon Andreas Lubis, Rabu (3/8).
Ia menjelaskan, kasus posisi dari dugaan tindak pidana korupsi dapat dijelaskan pada tahun 2018 terdapat Paket Pekerjaan Pembangunan Jembatan Tanah Merah sepanjang 20 meter dengan nilai kontrakĀ Rp9,66 miliar dengan penyedia jasa yaitu PT BFG dan konsultan pengawas CV. DS, masa kerja 150 hari kalender. Dalam pelaksanaannya PT BFG tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut sehingga pada 14 Desember 2018, PPK memutus kontrak dengan kondisi pekerjaan 35,35 persen dan realisasi pembayaran Rp3.523.000.000.
“Alasannya PT BFG tidak dapat mendatangkan tenaga ahli, project manager dan site manager serta tidak dapat mendatangkan alat dan supply material tiang pancang yang menjadi pekerjaan utama,” ujarnya.
Selanjutnya pada tahun 2019, pekerjaan dilanjutkan dengan pagu anggaran Rp7,5 miliar dan yang ditunjuk sebagai penyedia jasa yaitu CV. BML dengan Nilai Kontrak Rp7.395.000.000 dengan jangka waktu pelaksanaan 210 hari kalender dan Konsultan Pengawas CV PPC dengan nilai kontrak Rp249.000.000.
Bahwa pada pelaksanaannya yaitu pada tanggal 05 November 2019 PPK, Konsultan Pengawas dan Penyedia Jasa berdasarkan rapat evaluasi pekerjaan telah menemukan adanya permasalahan teknis yaitu adanya perbedaan kondisi exciting dan komponen material bangunan yang telah terpasang dibandingkan dengan design perencanaan awal. Telah terjadi penurunan tanah timbunan yang telah terpasang yang melampaui estimasi perhitungan mekanika tanah yang disebabkan oleh karakteristik tanah yang lunak. Kemudian berdasarkan hasil boring lapisan tanah lunak setebal 12-18 meter. Meskipun para pihak tersebut sudah mengetahui adanya permasalahan di atas, PPK tetap melakukan pembayaran sebesar 100 persen terhadap progres pekerjaan pada tanggal 18 Desember 2019.
“Dengan adanya permasalahan teknis tersebut dan tidak ada perbaikan atau reviu terhadap hasil pekerjaan dari CV. BML sehingga mengakibatkan terjadi gulingan pada dinding penahan tanah oprit jembatan dan menjadi miring ke arah dalam kepada dua buah abudmen jembatan dan tiang pancang di bawah dinding penahan tanah menjadi patah sehingga jembatan tersebut gagal bangun dan tidak dapat dimanfaatkan sama sekali (tidak fungsional),” katanya.
Baca juga: Fakta-fakta Menarik Terkait Pembangunan Jembatan Sungai Tiram Tanah Merah yang Mangkrak
Terhadap fakta-fakta tersebut telah dilakukan penelitian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Kementerian PUPR di Bandung pada tahun 2020 dengan kesimpulan sebagai berikut bahwa material tanah dasar adalah tanah lunak sedalam 6-10 meter sementara pada As Built Drawing tidak terlihat adanya perbaikan tanah dasar yang dilakukan. Kurangnya informasi mengenai karakteristik tanah sehingga tidak dilakukan perbaikan tanah dasar diindikasikan mengakibatkan terjadinya keruntuhan tersebut.
Terjadinya gulingan pada dinding penahan tanah disebabkan oleh keruntuhan daya dukung akibat penurunan tanah dasar saat dilakukan penimbunan disisi dalam oprit ditambah dengan gaya lateral akibat penimbunan.
“Telah ditemukan adanya peristiwa pidana yang disebabkan oleh karena Pokja ULP tidak melaksanakan tupoksinya dengan benar dalam melakukan lelang pengadaan barang dan jasa, pihak konsultan perencana kegiatan tersebut berdasarkan Pulbaketdata menjadi Konsultan Pengawas untuk Lanjutan Kegiatan Tahun 2019.”
“Pihak Penyedia Jasa Kegiatan Tahun 2018 dan 2019 tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan spesifikasi dan syarat-syarat yang tertuang dalam kontrak serta PPK tidak melakukan pengendalian terhadap realisasi progress pekerjaan sehingga diindikasikan terdapat kerugian Negara sebesar Rp11.663.260.722,” pungkasnya. (*)