Pemerintah Harus Sigap dan Tanggap dalam Menghadapi Bencana pada Awal Tahun 2021

Ilustrasi

Tanjungpinang, Ulasan.Co – Bencana merupakan peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi pemincu terjadinya bencana, baik dari faktor alam, non-alam dan sosial. Sehingga mengakibatkan adanya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis pada manusia.

Belakangan ini, cukup banyak bencana alam yang terjadi seperti banjir, gempa bumi, gunung meletus dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh perubahan cuaca ekstrem dan intensitas curah hujan yang tinggi, pergeseran lempeng tanah dan lain sebagainya. Bencana non-alam disebabkan oleh peristiwa non-alam berupa gagal teknologi, gagal modernisasi dan lain sebagainya. Bencana sosial disebabkan oleh peristiwa yang berasal dari manusia.

Pada awal tahun 2021 di beberapa wilayah Indonesia disambut dengan cuaca yang kurang bersahabat. Hujan yang terus menerus turun sehingga tingginya intensitas hujan yang mengakibatkan beberapa daerah terendam banjir. Selain itu, di wilayah Indonesia bagian tengah mengalami gempa bumi yang disebabkan oleh pergerakan lempeng bumi.

Hujan deras disertai kilat/petir dan angin kencang yang terjadi pada 12—14           Januari 2021 sehingga berdampak banjir dengan skala yang luas melanda wilayah Kalimantan Selatan pada pertengahan Januari 2021. Banjir di Kalimantan Selatan juga merendam ribuan rumah pada 14 Januari 2021.

Dikutip dari cnnindonesia.com, Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB mencatat sebanyak 10 Kabupaten/Kota terdampak banjir Kalimantan Selatan. Kabupaten/Kota tersebut antara lain Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kota Banjar Baru, Kota Tanah Laut, Kota Banjarmasin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,  Kabupaten Balangan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Batola. Tak hanya itu, data per 16 Januari 2021 sekitar pukul 18:00 WIB 112.709 jiwa terdampak dan mengungsi, serta 27.111 rumah terendam banjir.

Sementara dilansir pada laman detiknews.com, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mencatat tambahan korban meninggal akibat banjir di 10 Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan jadi 15 orang. Sebanyak 39.549 warga terpaksa mengungsi akibat kejadian tersebut.

Wilayah Provinsi Sulawesi Barat tepatnya di daerah Majene dan Mamuju mengalami gempa bumi yang mengguncang dengan kekuatan cukup besar dalam 2 hari berturut-turut.

Gempa pertama terjadi pada hari Kamis (14/1) pukul 14:45 WITA dengan kekuatan M 5,9. Gempa dengan kekuatan lebih besar kembali terjadi keesokan harinya, pada hari Jum’at (15/1) pukul 02:28 WITA.

Dikutip dari Kompas.com, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Penyebab dari gempa ini diduga kuat adalah aktivitas Sesar Naik Mamuju (Mamuju thrust). Gempa bumi ini menyebabkan Gedung Kantor Gubernur Sulawesi Barat yang memiliki 4 lantai ambruk dan hanya menyisakan 10 persen bagian saja. Beberapa gedung perkantoran, ruko, hotel, juga puskesmas ada yang mengalami kerusakan. Tidak hanya itu, 300-an rumah milik warga juga rusak, mulai dari kerusakan ringan hingga kerusakan berat.

Korban gempa bumi 6,2 Magnitudo di Kabupaten Majene dan Mamuju, Sulawesi Barat terus bertambah. Sebanyak 64 orang meninggal dunia di Kabupaten Mamuju dan  9 orang di Kabupaten Majene. Korban luka sebanyak 743 orang, 554 di Majene dengan rincian 64 luka berat, 215 luka sedang dan 275 luka ringan. Di Mamuju sebanyak 189 orang mengalami luka berat akibat gempa tersebut.

Dikutip dari liputan6.com, terdapat 27.850 orang mengungsi di 25 titik pengungsian di Majene. Sedangkan di Mamuju terdapat lima titik pengungsian di Kecamatan Mamuju dan Kecamatan Simboro.

Untuk itu menindaklanjuti peristiwa yang hari ini terjadi pemerintah sebaiknya mengambil langkah yang sigap untuk mengatasi masalah tersebut. Pemerintah harus segera mengimplementasikan sebuah kebijakan tanggap darurat terkait fenomena yang ada. Dalam membuat kebijakan pemerintah harus terlebih dahulu menganalisis apa yang akan diimplementasikan untuk masyarakat, dalam hal ini pemerintah harus membuat kebijakan yang bersifat Top Down yang mana kebijakan yang dibuat harus bisa bermanfaat dan mampu menyelesaikan masalah publik yang hari ini terjadi, serta sejauh mana kelompok sasaran memerlukan kebijakan tersebut. Kebijakan yang dibuat pemerintah diimplementasikan dalam bentuk rencana aksi dan keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari perubahan yang terjadi dan berdampak signifikan atau tidak di masyarakat.

Jika dilihat dari permasalahan yang hari ini terjadi pemerintah sudah mengambil tindakan dengan melakukan aksi tanggap darurat bencana yang ada, akan tetapi jika dilihat lebih lanjut lagi LSM dan organisasi-organisasi sosial masyarakat jauh lebih tampak dalam melakukan aksi tanggap darurat bencana di bandingkan pemerintah. Mengapa hal tersebut  bisa terjadi? kita lihat saat ini memang fokus pemerintah baik pusat maupun daerah terbagi dalam menangani masalah COVID-19 yang tak kunjung usai melanda seluruh wilayah Indonesia ditambah lagi dengan adanya bencana alam di beberapa wilayah bagian Indonesia.

Dengan anggaran pemerintah yang terbatas, dan terbagi-bagi dibeberapa sektor tetapi tidak menutup kemungkinan untuk membantu dalam penanganan bencana ini. Pemerintah terlalu fokus terhadap penanganan COVID -19 sehingga kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap penanganan bencana ini, hal ini bisa kita lihat dari penyediaan posko-posko bagi korban bencana, dimana para korban bencana ini tidak mendapatkan satu posko khusus untuk dijadikan tempat pengungsian. Bencana yang terjadi diakibatkan adanya penggundulan hutan, dan menyebabkan lahan terbuka untuk pusat pembangunan kota, hal ini terjadi karena kurang tegasnya hukum dan peraturan pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkugan hidup.

Dengan demikian untuk menangani hal tersebut pemerintah harus menjalin kerjasama dengan pihak swasta dalam menopang anggaran karena jika hanya mengharapkan anggaran dari pusat saja bisa dibilang sangat sulit dan pemerintah daerah harus lebih mempertegas peraturan hukum pengelolaan lingkungan hidup. Diperlukannya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup demi terciptanya kestabilan dan keseimbangan ekosistem alam.

Elita Maula Fadilla (Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara UMRAH)

Editor: Udin