Pemprov Kepri Kecam “Penumpang Gelap” dalam Aksi Demonstrasi

Tanjungpinang- Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mengecam tindakan “penumpang gelap” dalam aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja baru-baru ini.

Penjabat Sementara Gubernur Kepri Bakhtiar Burhanudin, di Gedung Daerah Tanjungpinang, Minggu (11/10), mengatakan, aparat penegak hukum telah mencium ada “penumpang gelap” yang memiliki agenda politik, namun membungkus aksinya atas nama demokrasi.

Indikasi ada “penumpang gelap” dalam aksi demonstrasi itu dapat dilihat dari gerakan massa secara serentak melakukan pembakaran dan merusak fasilitas negara. Namun ia enggan membeberkan identitas orang-orang yang memiliki agenda politik tersebut.

“Kami sebagai pemda dan perguruan tinggi sepakat menolak Kepri dijadikan sebagai wilayah pertarungan politik yang merusak tatanan warga Kepri. Biar saja terjadi di daerah lain, jangan di Kepri. Satu jengkal pun wilayah di Kepri, kami tidak akan membiarkan aksi kriminal ini,” tegasnya, yang didampingi sejumlah rektor dan ketua perguruan tinggi.

Bakhtiar menduga gerakan politik dari “penumpang gelap” itu ingin mengubah demokrasi bermartabat menjadi demokrasi kriminal. Aksi kriminalitas dalam demonstrasi yang terjadi serentak pada Kamis lalu merugikan masyarakat, daerah dan negara.

“Pemerintah wajib lindungi warga dari tindakan kriminal,” tegasnya.

Ia mengatakan pemerintah sejak awal tidak melarang masyarakat untuk melaksanakan aktivitas politik, agama, ekonomi dan sosial. Pemerintah pun tidak alergi untuk dikritik, dan menyediakan ruang dialog.

“Silahkan menyampaikan aspirasi, tetapi keselamatan masyarakat harus diperhatikan terutama di masa pandemi COVID-19,” ucapnya, yang juga Dirjen Sosial Politik Kemendagri.

Bakhtiar menjelaskan negara sudah mengatur jalan demokrasi dengan baik.  Jika berbeda pendapat soal UU Cipta Kerja, silahkan ajukan keberatan ke MK.

“Ini langkah yang konstitusional yang disediakan negara,” katanya.

Aksi unjuk rasa atas nama demokrasi menolak UU Cipta Kerja seharusnya tidak melahirkan permasalahan seperti menimbulkan penularan COVID-19, yang menyebabkan orang sakit. Orang yang tertular COVID-19 bisa sembuh dan meninggal dunia.

“Kalau sampai menimbulkan klaster demonstrasi, siapa yang mau bertanggung jawab? Aksi demonstrasi baru-baru ini terdeteksi satu orang positif COVID-19. Petugas masih melacak siapa saja yang kontak erat dengan pasien itu,” katanya.