KARIMUN – Ketua Bidang ESDM dan BUMN Pengurus Pusat Pemuda Katolik, Dr Vandores Purba, ST, SH, MH, ikut menanggapi polemik gas elpiji 3 kg yang tengah terjadi di sejumlah daerah.
Diketahui polemik juga terjadi di Harga Eceran Tertinggi (HET) gas bersubsidi tersebut. Terakhir di beberapa daerah di Pulau Jawa sempat terjadi kelangkaan dengan antrean yang menghawatirkan, bahkan sampai ada masyarakat yang meninggal dunia saat antre.
Menurut Vandores, hal itu terjadi dikarenakan adanya surat dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi yang menyampaikan bahwa tidak lagi diperkenankan menyalurkan elpiji tabung 3 kg kepada pengecer. Untuk penyaluran hanya diperbolehkan melalui sub penyalur atau pangkalan resmi dari agen/penyalur yang merupakan mitra pertamina.
“Ketika hal ini ditindak lanjuti, maka terlihatlah secara nyata dan di pusat pemerintahan republik ini, bahwa begitu banyak pengecer atau bukan pangkalan resmi. Sehingga harga yang diterima masyarakat tidak sesuai dengan HET yang telah ditentukan pemerintah, hal ini menjadi pertanyaan besar, ada apa selama ini?” papar Vandores, Rabu 12 Februari 2025.
Untuk polemik HET yang ada subsidi negara di dalamnya, lanjut Vandores, apakah telah efektif. Ia menyebutkan gas elpiji 3 kg yang disubsidi adalah harga tabungnya. Namun untuk biaya transportasinya tidak disubsidi.
“Saat ini sangat efektif jika tepat sasaran. Namun yang mau saya sampaikan di sini bukan tepat sasaran atau tidak, namun apa saja yang disubsidi dalam nilai barang tersebut,” kata Ketua Pemuda Katolik Komda Kepri.
Vandores menilai, bagi daerah yang wilayahnya satu daratan tentu sangat efektif. Akan tetapi bagi daerah yang geografisnya kepulauan atau terpencil, dan tidak terdapat SPBE tabung gas elpiji 3 kg, maka harga akan dipengaruhi oleh biaya transportasi yang tinggi. Belum lagi yang multi moda atau berkali-kali mengalami mobilisasi.
Dicontohkan Vandores, di Kabupaten Bintan Provinsi Kepri HET gas elpiji tabung 3 kg sebesar Rp18.000. Akan tetapi HET di Kecamatan Tambelan yang juga berada di Kabupaten Binta sebesar Rp 32.000.
“Itu yang resmi, pertanyaannya adalah apakah disana semuanya pangkalan resmi? Bagaimana jika ada pengecer maka harganya akan lebih tinggi lagi,” ucap dia.
Demikian juga di Kabupaten Karimun yang merupakan kepulauan, SPBE berada di pulau yang merupakan pusat pemerintahan sehingga HET-nya sama dengan Kota Batam. Namun harga akan berbeda di pulau-pulau luar pulau Karimun Besar yang jaraknya bervariasi dan jumlah penduduk yang berbeda.
Baca juga: Warga Batam Keluhkan Kelangkaan Gas LPG, Harga di Pengecer Melonjak
Lalu kondisi geografis dan permasalahan yang sama juga terjadi di Kabupaten Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Talaud, Provinsi Sulawesi Utara.
Terkait HET, Vandores juga menyebutkan minyak goreng merk Minyakita yang telah ditentukan pemerintah sebesar Rp15.700 per liter. Namun Ia yakin jika di daerah kepulauan harga yang telah ditentukan tersebut pasti tidak ditemukan.
“Kembali lagi terkait biaya transportasi tinggi karena multi moda. Masalah ini yang harus dicari benang merahnya sehingga pemerataan pembangunan dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok tanah air tercinta, karena seluruh masyarakat memiliki hak sama,” katanya mengakhiri. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News