Pengamat Ekonomi: Harus Ada Kajian Mendalam Soal BP Batam Ex Officio Wali kota Batam

Gedung Pemkot Batam. (Foto: Metrokepri)

Batam, Ulasan.co – Pengamat Ekonomi, Rafki Rasyid mengatakan harus ada kajian mendalam soal BP Batam ex Officio Wali kota Batam.

Rafki mengatakan, capaian investasi di Batam yang melebihi target dan mampu tumbuh di masa pandemi ini bukan akibat penyatuan Wali kota Batam dengan BP Batam.

“Apakah itu akibat penyatuan jabatan Walikota dengan Kepala BP Batam perlu kajian akademik lebih mendalam lagi. Tidak bisa dikira-kira saja jawabannya menurut saya,” kata Rafki, Kamis, (20/5).

Selain itu, Rafki menjelaskan untuk pelayanan birokrasi di BP Batam beberapa tahun belakangan ini menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan.

“Terlihat dari lebih cepatnya proses perizinan di BP Batam. Dari teman-teman pengusaha juga menyampaikan pengurusan perizinan semakin baik dan transparan. Teknologi informasi mulai dimanfaatkan secara optimal sehingga dirasa semakin cepat oleh masyarakat. Tapi apakah ini akibat jabatan Kepala BP Batam yang ex officio juga adalah Walikota Batam, belum bisa ditentukan. Dibutuhkan penelitian dan kajian lagi,” jelas Rafki.

  • Presiden Harus Turun Tangan

Anggota Tim Teknis Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Taba Iskandar meminta Presiden Joko Widodo harus turun tangan dan tuntaskan masalah yang ada di Batam. Taba juga meminta kepada Presiden Joko Widodo mempercepat solusi terbaik terhadap pulau Batam.

Taba Iskandar yang dulu mantan ketua DPRD kota Batam mengatakan, maslah yang terjadi sudah sejak lama tidak pernah dituntaskan oleh pemerintah pusat.

“Presiden harus turun tangan menuntaskan masalah di Batam karena begitu ruwet dan complicated-nya masalah ini,” ujar Taba saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Rabu (19/5).

Kebijakan penerapan Wali Kota sebagai Ex Officio Kepala BP Batam, lanjut Taba, merupakan solusi jangka pendek dan parsial untuk mengatasi terjadinya dualisme dan benturan kepentingan kelembagaan. Artinya, persoalan menyangkut hubungan kerja antara Pemko Batam – BP Batam masih memerlukan regulasi penyelesaian secara komprehensif.

“Ini semua demi kepentingan dan masa depan Batam serta Provinsi Kepri,” jelas Taba.

Taba menjelaskan, jika di lihat dari sejak lahirnya UU No. 53/ Tahun 1999, UU yang mengatur tentang berdirinya kota Batam sebagai sebuah daerah Otonom dulunya hanya berstatus sebagi kota administratif di wilayah propinsi Riau.

Dimana sudah di jelaskan pada pasal 21 UU 53/1999 diatur bahwa:

1. Pemko Batam dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunannya “mengikut” sertakan Otorita Batam (OB).

2. Hubungan kerja antara pemko dan OB, diatur melalui PP.

3.PP yg mengatur hub kerja pemko-OB diterbitkan selambat-lambatnya 1 tahun sejak UU 53/1999.

“Faktanya sampai saat ini PP yg diamanatkan UU 53/99 tersebut tidak pernah diterbitkan pemerintah pusat,” jelas Taba.

Dalam menghadapi berbagai polemik untuk kemajuan Batam dan Kepri, Taba selalu mengajak diskusi-diskusi yang menghasilkan jalan keluar. Bukan berdasarkan kepentingan sepihak serta faktor suka dan tidak suka.

Malah Taba melihat salah satu solusi terbaik adalah menjadikan Kepri sebagai Provinsi Khusus di Bidang Ekonomi. Tentu berbagai pertimbangan dapat memperkuat ide itu.

Seperti, kata Taba, letak strategis dan potensi yang dimiliki Batam dan Kepri. Daerah ini berada di lintasan selat tersibuk di dunia, Selat Malak, Selat Singapura. Juga berbatasan dengan berbagai negara sahabat dengan kemajuan ekonomi yang sudah terlihat, seperti Singapura dan Malaysia.

“Dengan pertimbangan bahwa yang dihadapi Kepri bukanlah kabupaten atau kota di dalam negeri, tetapi negara-negara maju. Dalam situasi ekonomi global saat ini, yang berubah begitu cepat, tentulah tidak seimbang kemampuan sebuah provinsi yang mempunyai keterbatasan kewenangan perizinan berhadapan dengan negara-negara yang sudah maju. Maka Otonomi Khusus (OTSUS) di bidang ekonomilah solusinya,” kata Sekjen Adeksi (Asosiasi Ketua DPRD Kota se-Indonesia) pertama ini.

Namun, menurut Ketua KNPI Batam di awal reformasi ini, menjadikan Kepri sebagai provinsi dengan status otonomi khusus memerlukan persiapan dan tahapan yang terencana dan terjadwal matang. Untuk solusi jangka pendek saat ini, Taba melihat berbagai hal realistis yang bisa dilakukan pemerintah pusat.

Seperti untuk segera menerbitkan Perpres tentang penyelesaian benturan kepentingan antara BP Batam-Pemko Batam terutama masalah pertanahan atau lahan di Kota Batam. Karena status FTZ Batam yang menyeluruh sangat berbeda dengan status FTZ Bintan, Karimun, yang enclave.

“Bapak Presiden mohon disegerakan terbitnya Keppres pembentukan Dewan kawasan FTZ BBK (Batam, Bintan dan Karimun), menerbitkan PP Pengintegrasian FTZ BBK, dan PP Pembentukan BP Kawasan FTZ BBK,” kata anggota DPRD Kepri ini.

Dengan terbitnya aturan-aturan itu, mantan Ketua DPRD Batam ini melihat bahwa amanat UU Cipta Kerja dan lanjutan PP 41/2021 dapat segera direalisasikan. Karena, semakin molor penerbitan regulasi tersebut maka akan semakin lambat juga recovery ekonomi di wilayah Kepri dan Indonesia secara umum.

Sambil menunggu terbitnya regulasi-regulasi tersebut, dan sebagai solusi terhadap polemik yang muncul saat ini, yakni tentang jabatan Ex Officio Wali Kota sebagai Kepala BP Batam, maka seharusnya Dewan Kawasan (KPBPB) Batam dalam kesempatan pertama segera menerbitkan dokumen rincian benturan kepentingan Pemko Batam-BP Batam sesuai amanat PP 62/2019. Juga menerbitkan SOP (standar operasional prosedur) pelaksanaan tugas Wali Kota Batam sebagai Ex Officio Kepala BP Batam. Hal ini perlu dilakukan, agar semua jelas dan transparan serta bisa terukur dengan jelas output, outcome, dan benefit dari pelaksanaan tugas ex officio. (Lek)