Pengamat Ekonomi: Nelayan Kepri Terimpit Impor Ikan dan Tengkulak

Pengamat Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji, Rafki Rasyid
Pengamat Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji, Rafki Rasyid. (Foto: Dok/Rafki Rasyid)

BATAM – Pengamat ekonomi dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Rafki Rasyid, menyoroti masalah importasi ikan ilegal di Kepulauan Riau (Kepri), khususnya Batam. Menurutnya, selain importasi ikan, nelayan di Kepri juga terjebak dalam cengkeraman ‘tengkulak’ ikan.

Rafki yang juga ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kota Batam, menyatakan keprihatinannya terhadap isu tersebut.

“Kepri yang selama ini diklaim 90 persen lautan, ternyata masih ada pihak-pihak yang menjual ikan dari luar negeri,” ungkapnya kepada ulasan.co, Jumat, 14 Juni 2024.

Menurut Rafki, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan hal ini terjadi. Pertama, nelayan lokal tidak mampu memenuhi permintaan ikan di Kepri sehingga importir mengambil celah ini.

Kedua, harga ikan lokal di Kepri lebih tinggi dibandingkan ikan impor, sehingga importir lebih memilih mendatangkan ikan dari luar negeri untuk keuntungan lebih besar.

“Pasti dia mencari selisih keuntungan, kalau tidak, tak mungkin dia mengimpor ikan secara ilegal,” katanya.

Rafki menekankan bahwa pemerintah perlu mengkaji masalah ini karena masalah ini menunjukkan tingginya permintaan ikan di Kepri. Menurutnya, Pemerintah seharusnya mendorong produksi ikan nelayan lokal untuk mengatasi hal ini, mengingat Kepri adalah wilayah yang mayoritas perairan.

“Nelayan harus diberikan kemampuan untuk menggunakan teknologi untuk meningkatkan jumlah dan kualitas ikan tangkapan,” tambahnya.

“Karena ada beberapa jenis ikan yang jarang ada dipasaran sehingga diisi oleh ikan-ikan impor dari luar negeri,” sambungnya.

Rafki menyayangkan, seharusnya Kepri menjadi eksportir ikan terbesar ke luar negeri. Namun, menurutnya hal ini juga bisa menjadi sebuah pertanyaan, apakah ikan lokal banyak diekspor sehingga membutuhkan impor, mengingat ada juga impor ikan legal di Kepri?

“Jangan-jangan ikan yang diimpor itu berasal dari Kepri sendiri. Sebab banyak pencuri ikan dari Cina, Thailand, dan Vietnam yang kedapatan beroperasi di wilayah perairan Kepri,” katanya.

Ia juga menyoroti minimnya pengamanan laut di perbatasan yang memungkinkan nelayan asing mencuri ikan.

“Jika benar demikian, nelayan kita terpukul dua kali, ikan dicuri, dan harga ikan anjlok karena impor,” ujarnya.

Selain itu, Rafki menyebut masalah lain yang dihadapi nelayan di Kepri yang seharusnya diberantas pemerintah, yaitu keberadaan broker ikan, alias ‘tengkulak’. Tengkulak seringkali memainkan harga ikan sehingga harga ikan tetap tinggi, namun pendapatan nelayan tetap rendah.

Baca juga: PSDKP Batam: Tangani 2 Kasus Impor Ikan Ilegal

Selain itu, kata dia, tengkulak juga bisa menahan suplai ikan ke pasar untuk menjaga harga tetap tinggi.

“Jika jalur tengkulak bisa dipotong atau dihilangkan, pendapatan nelayan bisa naik dan harga ikan di pasar tidak terlalu mahal,” katanya.

Untuk itu, Rafki menekankan agar pemerintah untuk menunjukkan keberpihakannya kepada nelayan agar terlepas dari jeratan tengkulak dan masalah importasi ikan. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News