Gubernur Kepri Diminta Serahkan Diri ke Ranah Hukum, Pengamat Hukum Beri Tanggapan

Gubernur Kepri, H. Isdianto. (Istimewa)

Tanjungpinang, Ulasan. Co – Pery Rehendra yang merupakan salah seorang pengamat hukum kini angkat bicara soal isu H. Isdianto selaku Gubernur Kepri yang diminta untuk segera menyerahkan diri ke ranah hukum.

Menurut Pery, pernyataan yang ditulis oleh Arifin (Millennials Economy) tersebut sangat tidak tepat karena hal tersebut bukan merupakan tindak pidana.

“Menurut saya, ada hal yang harus di lurus kan dari statement tersebut. ‘Kesadaran serahkan diri ke ranah hukum,’ jadi hukum pidana pula ceritanya. Padahal tidak ada konteks pidana, yang ada perbuatan melawan hukum oleh pemerintah itu masuk ke ranah PTUN. Harus ada penggugat/pihak yang menenuhi legal standing yang mendaftarkan gugatan,” jelasnya pada Selasa (11/8).

Sementara itu, Pery menilai inpres No. 6 tahun 2020 yang menjadi pembahasan pada isu tersebut juga tidak dapat diterapkan pada Gubernur Kepri saat ini.

“Terus, inpres itu tak bisa diterapkan pada pak Gub atas Swab 900-an orang itu, karena hukum tidak boleh berlaku surut. Itu amanat konstitusi. Inpres itu terbitnya tanggal 4 agustus. Sementara peristiwa hukum penyebab swab 900-an orang itu sebelum tanggal 4 Agustus,” tegas Pery.

Meskipun demikian, Pery yang juga merupakan seorang Dosen Program Studi Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang itu mengangkat beberapa poin penting terkait peristiwa yang menyebabkan ratusan orang harus menjalani Swab test tersebut.

Pertama, dengan jabatan gubernur dan aktivitas pemerintahan yang diselenggarakan pasca tes swab atas dirinya, seharusnya beliau melakukan karantina mandiri sampai keluar hasil swab-nya, Pery pun melihat adanya dugaan potensi perbuatan melawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad).

Kedua, dengan jabatan sebagai Ketua Gugus Covid-19 Provinsi Kepri yang punya tugas utama untuk menjamin tegaknya protokoler kesehatan. Kalau kita lihat foto-foto yang beredar terkait kegiatan beliau salah satunya di gedung daerah kemarin itu, maka ada pontensi dugaan maladministrasi, dalam hal kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum untuk menegakkan prokoler Covid-19.

Ketiga, fungsi pengawasan DPRD harus diaktifkan, supaya terjadi check and balances.

Lanjut Pery, pada akhirnya yang memutuskan ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum oleh pemerintah tersebut adalah kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pery Rehendra Sucipta, S.H.,M.H, Dosen Ilmu Hukum UMRAH sekaligus Pengamat Hukum.

Pewarta: Chairuddin
Editor: Redaksi