Pengembangan Transportasi Massal di Surabaya Efektif

Pengembangan Transportasi Massal di Surabaya Efektif
Dokumentasi - Teman Bus melalui program Buy The Service (BTS) pada Trans Semanggi Suroboyo (Foto: Antara/HO-Diskominfo Surabaya)

Surabaya – Pengembangan transportasi massal di Kota Surabaya sudah efektif untuk mengurai kemacetan lalu lintas. Hal ini di sampaikan Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya.

“Pengembangan transportasi massal di Surabaya saat ini sudah bagus karena bisa mengurai kemacetan di sejumlah wilayah di Kota Surabaya,” kata Sekretaris Komisi C DPRD Surabaya Agung Prasodjo di Surabaya, Ahad.

Menurut dia, pengembangan transportasi massal di Surabaya seperti halnya memperbanyak moda transportasi berupa angkutan massal seperti Suroboyo Bus, bus BTS (Buy The Service) bantuan Kemenhub sebanyak 104 armada dan pengadaan bus pengumpan (feeder) sebanyak 36 unit pada 2022.

“Untuk operasional bus BTS saat ini masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat,” ujarnya.

Untuk itu, Legislator Partai Golkar ini tidak sependapat dengan hasil survei Global Traffic Scorecard 2021 yang dirilis perusahaan analisis data lalu lintas, INRIX yang menempatkan Surabaya sebagai kota termacet di Indonesia pada 2021.

“Kami minta Pak Wali Kota tidak terpancing dengan hasil survei itu. Tetap fokus bekerja melayani masyarakat,” katanya.

Menurut dia, hasil survei yang dirilis INRIX tersebut masih perlu diuji karena pada saat dilakukan survei masih dalam kondisi pandemi COVID-19.

“Saat pandemi lalu lintas kendaraan di kota-kota besar di Indonesia, khususnya di Surabaya relatif lancar dan cenderung sepi. Ini karena ada larangan keluar rumah agar tidak tertular COVID-19,” katanya.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya Tundjung Iswandaru sebelumnya mengatakan, berdasarkan data yang kami miliki, lalu lintas di Kota Surabaya saat ini dinyatakan cukup baik atau relatif lancar.

Menurut dia, hal itu ditandai dengan survei dan data Dishub Surabaya bahwa vc ratio di Kota Surabaya cukup bagus, yaitu 0,6 berarti masih kondisi yang cukup bagus. Artinya, kendaraan yang melewati jalan tersebut masih bisa ditampung.

Baca Juga : 

Penyandang Disabilitas Kota Solo Difasilitasi Bus Low Deck

Sedangkan untuk kecepatan rata-rata atau kecepatan antarkendaraan, berada di angka 40 sampai 41. Kemudian, terkait dengan adanya 63 jam atau waktu kehilangan akibat kemacetan, Tundjung menguraikan, apabila dibagi menjadi 360 hari, maka sekitar 10 menit waktu yang terbuang di setiap kemacetan.

Tundjung mengaku tidak mengetahui indikator apa saja yang digunakan oleh perusahaan INRIX dengan menjadikan Surabaya sebagai kota termacet di Indonesia. Sebab, bila dilihat pada situasi dan kondisi, Kota Surabaya hanya menunjukkan kemacetan pada pagi dan sore hari.

“Saya tidak tahu yang menjadi dasar apa Surabaya menjadi kota termacet, mereka dihubungi juga tidak bisa. Tapi di situ ditulis bahwa membandingkan jam sibuk dengan jam tidak sibuk, memang ada waktu yang terbuang, tetapi mereka tidak berbicara soal waktu yang ditempuh,” ujarnya.