BATAM – Peringati Hari Hadi Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang ke-26, ratusan buruh menggelar aksi di depan Kantor Wali Kota Batam dan menyampaikan aspirasi mereka, Kamis 06 Februari 2025.
Ketua Koalisi Rakyat Batam sekaligus Ketua Konsulat Cabang (KC) FSPMI Batam, Yafet Ramon mengatakan, aksi ini merupakan bagian dari komitmen mereka dalam memperjuangkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi para pekerja.
“Dalam setiap peringatan HUT FSPMI, sudah menjadi tradisi bagi kami menyampaikan aspirasi terkait perburuhan. Ini sebagai bentuk pengingat bagi pemerintah bahwa masih ada hal-hal penting yang belum diperoleh oleh pekerja, khususnya di Batam dan secara umum di Indonesia,” ujar Yafet menjelaskan, Kamis 06 Februari 2025.
Dalam aksi ini, FSPMI menyampaikan enam tuntutan di tingkat nasional dan satu tuntutan lokal. Tuntutan lokal yang disampaikan adalah terkait Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) Batam, yang hingga kini belum ditetapkan oleh Gubernur Kepulauan Riau (Kepri).
Yafet menjelaskan bahwa penetapan UMSK harus melalui rekomendasi dari Wali Kota Batam,, sebelum dapat disahkan oleh gubernur.
“Kami akan terus memperjuangkan UMSK ini selama satu tahun ke depan, hingga benar-benar ditetapkan,” tutur Yapet menegaskan.
Dia juga berharap, agar Wali Kota Batam yang baru nantinya dapat duduk bersama pekerja dan buruh untuk membahas persoalan ini.
Selain itu, kata Yapet, FSPMI juga menyoroti tingginya angka kecelakaan kerja di Batam, baik di tempat kerja maupun di jalan raya.
Mereka mendesak pemerintah untuk memperketat pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta memberikan sanksi tegas bagi perusahaan yang melanggar aturan.
Tuntutan lainnya adalah, meminta agar revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan tetap mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan melibatkan serikat pekerja dalam pembahasannya.
FSPMI juga menuntut agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) segera disahkan, mengingat perlindungan bagi pekerja rumah tangga masih sangat minim.
“Ini hampir 20 tahun belum selesai-selesai,” kata Yapet singkat.
Mereka juga dengan tegas menolak rencana kenaikan iuran BPJS Ketenagakerjaan dan penerapan asuransi swasta dalam jaminan kesehatan pekerja.
Menurut Yafet, kenaikan iuran ini akan berdampak pada pemotongan upah pekerja serta menambah beban bagi pengusaha.
Terakhir, FSPMI menolak rencana pemerintah untuk menaikkan usia pensiun menjadi 59 tahun. Mereka menilai bahwa aturan ini hanya akan membatasi pekerja untuk tetap berkontribusi dalam dunia kerja.
“Kami akan terus berjuang sampai tuntutan ini benar-benar terwujud. Seperti sebelumnya, kami memperjuangkan agar UU Cipta Kerja mengeluarkan klaster ketenagakerjaan serta menolak aturan pencairan JHT di usia 60 tahun,” sebut Yapet menambahkan.
Menurutnya, aksi ini diikuti sekitar 500 anggota FSPMI Batam dan berlangsung hingga pukul 13:00 WIB. Sementara itu, aksi serupa juga digelar secara nasional termasuk di DPR RI.