PERJUANGANKU SEBAGAI GENERASI MUDA HARAPAN BANGSA

Badai topan menerjang dunia pendidikan. Dalam rangka menciptakan generasi unggul dan cerdas, kita sebagai generasi penerus bangsa sering dihadapkan dengan polemik berkesinambungan. Banyak tatanan serta sistem pendidikan kita yang perlu dibenahi sedemikian rupa mengikuti alur perkembangan zaman. Meningkatkan potensi para generasi muda tanpa adanya penghalang kesenjangan sosial merupakan dambaan semua orang. Dimana setiap siswa berhak mengekspresikan bakat, minat serta potensi. Sebenarnya, bagaimana sistem pendidikan itu sendiri? Pendidikan merupakan proses melahirkan generasi penerus yang berkualitas. Pada dasarnya semua penduduk di Indonesia mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di sekolah menengah pertama. Sistem pendidikan itu adalah proses belajar mengajar yang berorientasi pada nilai, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur.

Pada dasarnya pendidikan merupakan pondasi untuk masa depan kita. Tidak  hanya itu, pendidikan memberikan peluang besar untuk memperoleh suatu yang lebih positif. Namun, lagi-lagi kita selalu dihadapkan dengan pro dan kontra yang menghiasi sistem pendidikan kita saat ini tidak jarang para siswa dihadapakan dengan dilema yang berkepanjangan. Pasalnya sistem pendidikan Indonesia masih membutuhkan pembenahan serta revisi, dimulai bergantinya tahun, berganti pula sistemnya seperti ricuhnya sistem kurikulum 2013, timbulnya konflik dari sistem PPDB  yang dimana jalur zonasi serta umur dijadikan pertimbangan, dan juga baru-baru ini kemendikbud menghapus UN (Ujian Nasional) karena dampak pandemi.

Senada dengan hal itu, dari tahun ketahun sistem pendidikan selalu menuai kritikan dan dari tahun ke tahun pula selalu dihadapkan dengan ketidakpastian. Menurut perspektif saya, disini terdapat lima hal ganjil tentang pendidikan Indonesia dimulai dari teori minim praktik, di didik untuk mencari bukan untuk mencipta, kesenjangan sosial, kualitas guru yang masih minim, dan juga dimana siswa diharuskan mampu menguasai semua pelajaran, tetapi tidak difokuskan pada satu titik pembelajaran yang dianggap sesuai dengan kemampuan siswa.

Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia yang memfokuskan siswa-siswinya untuk mengejar nilai terbaik bagaimana caranya mendapatkan nilai 100 tidak peduli akan permasalahan “kejujuran” seolah – olah kecurangan seperti mencontek sudah menjadi hal biasa bahkan dianggap wajar di lingkup sekolah. Hal ini berkaitan erat dengan kinerja guru sebagai pengajar atau pendidik yang benar – benar harus diperhatikan. Tidak jarang kita semua melihat guru yang hanya memberikan tugas tanpa penjelasan, guru yang hanya menyuruh siswanya untuk mencatat kembali materi di dalam buku cetak yang sudah mereka miliki. Lalu, sistem pendidikan Indonesia sekarang mulai menyampingkan bakat asli dari sang anak. Sistem seperti inilah yang membuat pelajar merasa malas untuk belajar, ditambah lagi dengan pengembangan potensi non akademik yang jarang didukung oleh sekolah. Tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama hebatnya di bidang akademik, ada siswa – siswa yang menonjol di bidang non akademik, memang sekolah bukan tempat mengasah lebih jauh kemampuan non akademik, namun tanpa kita sadari bahwa sebenarnya sekolah adalah perantara utama, pendukung paling besar untuk siswa berani mengambangkan potensi non akademik yang mereka miliki.  Seperti memberi bimbingan, seminar, atau konsultasi di lingkup sekolah agar para siswa – siswi bisa lebih percaya diri lagi untuk menunjukkan bakat mereka didepan masyarakat, bukan hanya menekankan dan memfokuskan untuk nilai yang akan tertulis di rapot untuk seumur hidup saja.

Nilai memang penting, nilai memang utama, tapi rasanya dengan sistem pendidikan Indonesia yang sekarang ini, nilai bukan lagi sebuah kacamata untuk melihat potensi siswa. Karena, kecurangan dan contek – mencontek tadi yang sudah menjadi budaya atau ciri khas para pelajar Indonesia. Mungkin saat ini banyak situs – situs serta web untuk belajar. Namun, semua itu tak bisa menggantikan aspek guru sebagai  tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Sebenarnya, yang terjadi dengan sistem pendidikan sekarang sangatlah disayangkan, mengingat bagaimana kedepannya. Cobalah membuat suatu inovasi sistem pendidikan yang baru. Dengan sitem yang lebih mengasah ke jiwa kepemimpinan siswa, kejujuran siswa, keuletan, keterampilan, ketelitian, sampai ke kebahasaan. Nilai memang penting, karena nilai merupakan faktor utama untuk siswa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Namun nilai bukan segalanya, nilai tidak bisa menjadi teropong kesuksesan seseorang. Jadi persepsi akan nilai yang selalu diagung – agungkan itulah yang membuat sistem pendidikan Indonesia ini menjadi tidak maju, tidak kondusif, dan tidak bisa berkembang jauh.

Namun selain itu, pemerintah pun perlu mendengarkan suara rakyat. Pemerintah perlu terus mensurvei sistem pendidikan di Indonesia, di Kota besar sekalipun. Mendengarkan suara hati generasi muda itu penting. Jangan selalu menganggap generasi muda saja yang malas, tetapi pemerintah perlu sekali mengkaji dari beberapa aspek, seperti kinerja guru, fasilitas sekolah, sistem pembelajaran di sekolah yang paling penting adalah generasi muda juga berhak berbicara.

Ada satu hal unik disini, sebelum menulis esay ini saya melakukan survei kebeberapa siswa. Ketika mereka ditanya “bagaimana sistem pendidikan kita saat ini?” 9 dari 10 siswa gencar lebih banyak memberikan kritikan. Tetapi ketika mereka di tanya kembali “jika kita tau sistem pendidikan kita perlu diubah, perlu direvisi, perlu dikembangkan lebih baik lagi tanpa merugikan berbagai aspek pihak. Bagaimana cara kita sebagai penerus generasi muda bangsa untuk mewujudkan sistem pendidikan yang baik kedepannya?” dan sungguh mengagetkan hanya 2 dari 10 yang dapat memberikan titik balik jawaban.  Dapat kita lihat survei mengatakan setiap generasi muda selalu menutut ketidakadilan namun tidak bisa memberikan titik balik berupa saran. Lagi-lagi ini keaadan yang rumit. Kita bisa mengkritik tapi tak bisa memberikan effrot yang baik. Sistem pendidikan kita sangat kalot, rumit, susah terselesaikan. Beribu pertanyaan, kritikan, saran, serta pendapat yang dituju langsung utuk sistem pendidikan di Indonesia ini dan lagi-lagi tak ada yang terealisasikan, mungkin ada tetapi hanya beberapa saja.

Berdasarkan hasil  survei tersebut sangatlah disayangkan. Padahal sebenarnya penyokong utama untuk membenahi sistem pendidikan kita adalah generasi muda harapan bangsa, akan tetapi karena selalu ditaru dititik beratkan tanpa adanya diskusi akan sistem maka generasi muda seakan tutup mata dan merasa ini semua  adalah salah pemerintah. Kita generasi muda memang tidak punya akses akan tetapi, kita mempuyai “kartu AS”. Menurut saya ‘kartu As’ disini ibarat harapan muda. Kenapa disebut harapan muda? Sebab kartu As disini bisa berisi argumen, pendapat, kritikan, saran, gerakan berbagai aspek komunitas dan sebagainya yang dikembangan oleh generasi muda.

Jujur awalnya saya kurang tertarik tetang polemik sistem pendidikan kita saat ini, karena kita  sebagai generasi penerus selalu dijadikan korban. Tetapi  setelah ditelaah lebih lanjut banyak hal-hal yang harus kita pahami serta mengerti. Wahai generasi muda penerus bangsa, kita tidak bisa selamanya tutup mata. Negara kita sedang genting, negara ini membutuhkan kita yang dimana semangat juang berapi-rapi, pantang menyerah dan rela berkorban. Disini konteksnya untuk masa depan. Seharusnya yang menentukan adalah kita, bukan segelintir orang yang memanfaatkan ajang pendidikan untuk memperkaya diri maupun sanak saudara.

Pesan saya untuk para generasi seperjuangku, untuk para generasi muda, untuk para generasi harapan bangsa, serta untuk para generasi muda Indonesia. Majulah! tidak usah menungu untuk disuruh. Jika kita bisa lakukan saja, negara ini sangat membutuhkan kita. Banyak cara yang dapat kita lakukan sebagai penerus muda generasi bangsa untuk mewujudkan sistem pendidikan yang lebih baik lagi kedepannya dimulai dari pertama,  kita yang dapat menjadi volunteer bagi anak – anak di daerah – daerah terpencil. Tidak perlu jauh-jauh harus pergi ke daerah terpencil, kita bisa melihat dahulu situasi di lingkungan kita sendiri, didalam kota kita sendiri. Kedua kita, sebagai generasi muda dengan fisik yang masih kuat berjuang, semangat yang masih berapi – api tidak ada salahnya direalisasikan ke dalam hal – hal yang positif seperti bersama – sama membuat program – program edukasi untuk membantu mewujudkan mimpi  para anak – anak yang harus merelakan waktu mereka untuk bekerja membantu perekonomian keluarganya. Generasi muda juga bisa memanfaat platform –platform digital yang sudah tersedia untuk membuat program – program pendidikan, seperti membuat suatu komunitas pendidikan online, les online, dan aplikasi – aplikasi belajar yang menarik dan dapat mendukung siswa. Apakah generasi muda harus diam saja ketika ia mampu membantu orang lain? Tentu tidak. Ayo semangat! Kita lakukan bersama-sama, semua pasti bisa!

Oleh: Deby Alecia