Pilih Mana? Mati Akibat Covid-19 atau Mati karena Lapar

Rakyat kuba menggelar demonstrasi protes pemerintah Kuba yang dianggap gagal tangani COVID-19. Foto : Istimewa

Pemerintah Kota Tanjungpinang, mengaku sedang mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19 sebesar 42 milliar rupiah untuk menangani lonjakan COVID-19. Anggaran 42 milliar Rupiah itu merupakan hasil refocusing anggaran tahun 2021 sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 Tahun 2021 yang terbit pada bulan Februari yang lalu.

Koordinator lapangan Prokes internal Pemko Tanjungpinang, Surjadi, menyatakan merefocusing anggaran yang nilainya paling sedikit 8 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) Daerah tersebut, direncanakan untuk mendukung pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, pemberian insentif Nakes, serta vaksinasi Covid-19 jauh sebelum PPKM Darurat dilaksanakan.

Artinya, saat ini tak ada alokasi untuk bantuan sosial (Bansos) masyarakat yang terkena dampak COVID-19. Sekali lagi, masyarakat Tanjungpinang harus berjuang sendiri. Dalam kondisi yang semakin sulit, pertanyaan satire pun muncul untuk masyarakat yang kehilangan aliran penghasilan sehari-hari: Ingin mati akibat Covid-19 atau mati karena kelaparan?

Perbedaannya, di Kuba masyarakat sudah tak tahan dengan upaya asal-asalan pemerintah dalam menangani COVID-19, sehingga ribuan rakyat turun ke jalan dan menuntut para pemimpinnya lengser. Sedangkan di Indonesia, termasuk di Kepri, masyarakat cenderung diam, dan tak peduli dengan kebijakan pemerintah meski covid-19 dengan leluasa memporak-porandakan sendi kehidupan mereka.

Program Pangan Dunia PBB (WFP) menyebut, kondisi kelangkaan pangan tidak hanya dialami oleh Kuba yang sejak lama direpresi oleh sanksi AS. Pandemi Covid-19 telah memperburuk stok pangan dunia. WFP menyatakan, kelangkaan pangan pada tahun ini naik 40 persen. WFP menyebut kelangkaan pangan tahun ini berdampak pada 270 juta orang.

Harga pangan dunia melonjak memperburuk situasi yang dipicu konflik, perubahan iklim, dan pandemi Covid-19. Berdasarkan indeks pasar WFP, harga pangan di pasar perdagangan internasional pada Juni 2021, naik 33,9 persen dari tahun ke tahun. Indeks tersebut menghitung harga biji-bijian, minyak sayur produk susu, daging, dan gula.

Dalam kondisi itu, 690 juta orang atau 9 persen populasi dunia tidur dalam keadaan lapar tiap malam. Pada tahun ini, WFP berencana membantu pangan bagi 139 juta orang, sebuah operasi terbesar mereka sepanjang sejarah.

Situasi pandemi yang turut membuat khawatir adalah pembatasan sosial, sebuah cara yang selama ini diyakini dapat menekan penyebaran virus. Banyak negara memilih kebijakan karantina atau lockdown dengan mengendalikan mobilitas warga. Kondisi itu yang memicu roda ekonomi untuk sebagian orang macet. Penghasilan tidak lagi mengalir untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Saat berjibaku dengan kasus Covid-19, Amerika Serikat di awal tahun ini mengucurkan paket stimulus Covid-19 sebesar 1,9 triliun dolar AS atau sekitar Rp 26.600 triliun dengan kurs Rp 14.000. Stimulus tersebut termasuk bantuan sosial sebesar 1.400 dolar AS, sekitar Rp 19,6 juta per orang bagi warga yang memenuhi syarat.

Bantuan tersebut merupakan ketiga kalinya diluncurkan oleh pemerintah AS di tengah pandemi Covid-19. Dengan berbagai bantuan itu, AS kini mampu mengendalikan kasus Covid-19 hingga pada Juni sudah mencabut peraturan wajib memakai masker di dalam ruangan bagi warganya yang sudah mendapatkan vaksinasi.