Potensi Petahana di Pilkada 2020

Ongki, Mahasiswa ilmu Hukum UMRAH

Tanjungpinang, Ulasan. Co – Pesta demokrasi dipastikan akan digelar pada tanggal 9 Desember 2020, mayoritas yang maju didominasi oleh calon Petahana pada kompetisi Pilkada ini. Namun demikian, yang perlu diawasi adalah penyalahgunaan kekuasaan ataupun jabatannya karena pada kesempatan ini, dalam akses kekuasaan akan sangat terbuka lebar seperti program-program bantuan, memanfaatkan Bansos Covid-19, Hibah dan/atau dalam bentuk-bentuk lain yang sangat rawan penggunaan anggaran daerah untuk kepentingan Pilkada bagi Petahana.

Undang-Undang Pilkada No.10 Tahun 2016 Pasal 71 Ayat 3 mengatur tentang larangan menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan dan merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain terhitung enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon.

Selanjutnya dijelaskan pula jika melanggar Pasal 71 Ayat 1 hingga Ayat 3 bagi Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati dan Walikota atau Wakil Walikota sebagai calon Petahana, maka bisa dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Pelanggaran itu akan diproses sebagai dasar pelaksanaan undang-undang.

Hanya saja, penanganan pelanggarannya baru dapat diproses apabila sudah ditetapkan sebagai calon.
Penyalahgunaan kekuasaan ini menjadi salah satu potensi kerawanan Pilkada kali ini yang dapat dilakukan oleh bakal calon Petahana. Sebagai contoh sederhana, Petahana yang menempelkan fotonya saat memberikan bansos itu berpotensi melanggar ketentuan Undang-Undang Pilkada No. 10 Tahun 2016 Pasal 71 Ayat 1 dan Pasal 73 Ayat 3.

Setidaknya ada tiga bentuk politisasi bantuan masa pandemik covid-19. Pertama, bansos dibungkus dan dilabeli gambar kepala daerah. Kedua, bansos dibungkus dan dilabeli simbol-simbol politik dan ketiga, pemberian bansos bukan atas nama pemerintah daerah melainkan atas nama pribadi kepala daerah.

Penyalahgunaan kewenangan tersebut dapat dijabarkan Menurut Prof. Jean Rivero dan Prof. Waline, pengertian penyalahgunaan kewenangan dalam Hukum Administrasi dapat diartikan dalam 3 (tiga) wujud, yaitu :

1. Penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan.

2. Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan lain.

3. Benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan lain.

Hal ini tentu sangat tidak relevan dan merugikan salah satu pihak yang akan mengikuti kontestasi demokrasi kali ini serta juga memanfaatkan momentum-momentum yang ada untuk menarik perhatian masyarakat dengan cara-cara Exclusionnary Rules ( Bertentangan dengan Hukum).

Oleh karena itu , Penulis mengajak masyarakat untuk mengawasi dan segera melapor kepada pihak yang berwenang apabila menemukan politisasi bantuan yang dilakukan oleh kalangan bakal calon Petahana dan mengharapkan Aparat Penegak Hukum dan Instansi lainnya yang berhubungan dengan penindakan untuk memberikan sanksi apabila ada salah satu bakal calon yang menggunakan fasilitas dan anggaran kekuasaan untuk kepentingan politiknya karena ada sebuah asas hukum yang mengatakan “Lex Dura Sed Tamen Scripta” artinya, hukum itu kejam tapi itulah yang harus dijalankan/dipatuhi dan hukum itu kaku tapi itulah yang tertulis.

Editor: Redaksi