PPKM Ancam Nasib Pedagang Kuliner Akau Potong Lembu

Suasana Akau Potong Lembu di Kota Tanjungpinang di masa penerapan PPKM. (Foto: Muhammad Chairuddin)

Tanjungpinang – Keriuhan di Akau Potong Lembu, salah satu pusat kuliner legendaris di Kota Tanjungpinang itu tak lagi terdengar setelah adanya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan kegiatan Masyrakat (PPKM) dari pemerintah setempat.

Lahan yang tadinya jadi lokasi duduk bersantai menikmati berbagai macam kuliner, kini berubah jadi parkiran. Dari kejauhan tampak beberapa gerobak pedagang ikut terpampang, dan sejumlah pembeli yang memesan lalu pergi.

Diberlakukannya PPKM membuat tempat yang telah ada sejak 1993 itu kian sepi. Pedagang kuliner pun harus mencari peluang lain untuk mendapatkan penghasilan lebih agar bisa menghidupi keluarganya.

Jafar, salah seorang pedagang sate mengatakan, PPKM sangat mempengaruhi pendapatannya. Bahkan menurutnya, pendapatan yang ia peroleh berkurang hingga 90 persen dari hari biasanya.

“Sangat berpengaruh lah. Berkurang sampai 90 persen. Pandai-pandai kita aja,” ujar Jafar sambil mempersiapkan dagangannya.

Jafar menilai, adanya kebijakan pembatasan jam operasional serta pelarangan para pedagang untuk membentang meja dan kursi, menjadi salah satu penyebab omzetnya menurun.

“Tak bisa lah, kita kerja sama dengan orang jual air. Kalau tak boleh pasang meja, kami pun ikut susah,” ujarnya.

Jafat pun terpaksa menutup satu lapaknya demi mengatur keuangan dagangannya. Ia pun mengaku sempat mendapat ancaman dari petugas.

“Kami jualan ni macam kucing-kucingan, patroli datang, kami tutup. Karena ada ancaman. Bisa-bisa usaha kita disegel atau dinonaktifkan,” tuturnya.

Selain itu, Jafar juga menilai bahwa masyarakat ikut ketakutan lantaran beredarnya kabar akan adanya Antigen acak yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjungpinang.

Biasanya, ia bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp500 ribu per malamnya. Namun, pada masa PPKM, ia hanya mendapat penghasilan sebesar Rp100 ribu permalamnya.

Senada juga dikatakan Sartia salah seorang pedagang kuliner lainnya. Satria mengatakan, bahwa para pedagang sudah harus berpikir keras sejak mewabahnya COVID-19 di Tanjungpinang.

“Jangankan PPKM Darurat, PPKM yang kemarin saja sudah susah. Karena harus tutup jam 10 malam,” jelasnya.

Sartia mengaku saat ini sulit membayar iuran lokasi, listrik, dan kebersihan. Terdapat dua jenis iuran yang harus para pedagang bayar yakni iuran lokasi kepada BUMD Tanjungpinang, dan iuran lapak, pihaknya membayar lagi kepada pengelola Akau Potong Lembu.

“Yang Rp350 kepada pengelola bayar perbulan, kalau Rp13 ribu perhari kalau kita buka bayarnya ke BUMD,” tuturnya.

Kedua pedagang tersebut sudah merasa pasrah. Bagi mereka tidak ada lagi tempat mengeluh. Mereka mengaku belum pernah mendapat bantuan dari Pemkot Tanjungpinang.

Kedua pegang tersebut berharap, Pemkot Tanjupinang dapat memberikan keringanan serta bantuan kepada para pedangang.

“Sampai hari ini, seribu rupiah pun belum ada,” ujar Sartia.

Sementara itu, Direktur Utama BUMD PT TanjungpSartiang Maju Bersama, Fahmi mengatakan, saat ini terdata lebih dari 70 pedagang mengadu nasib di Akau Potong Lembu. Namun di masa pandemi, jumlah pedagang berkurang. Tercatat hanya 30 pedagang yang masih aktif.

“Pedagang sekarang hanya lebih kurang 75 pedangan. Yang aktif hanya 30 saja. Itupun tidak maksimal,” ujarnya.

Fahmi juga menjelaskan bahwa tidak ada biaya kompensasi untuk para pedagang. Ia merasa bahwa hingga saat ini belum ada payung hukum yang dapat menjadi dasar hal tersebut.

“Kompensasi tidak ada tapi kalau mereka tidak jualan, yah kita tidak punggut,” tuturnya.

Pilunya para pedagang pun turut mendapat respon dari pengunjung. Herman, salah seorang mahasiswa yang rutin membeli makanan di Akau Potong Lembu merasa kasihan dengan para pedagang.

Ia menilai bahwa para pedagang tersebut layak mendapatkan santunan berupa bantuan sosial. Hal itu tentunya dapat membantu para pedagang.

“Prihatin di masa pandemi ini, dengan dilipatnya meja oleh pedagang saya dengar sendiri dari pedagang pendapatan mereka berubah drastis sementara mereka harus membayar lapak dan beban listrik,” ucap mahasiswa itu.

Herman pun meminta agar Pemkot Tanjungpinang segera memberikan perhatian kepada pada pedagang. Terlebih lagi, para pedagang kuliner tersebut sedang dalam masa terpuruk.

“Sebaiknya pemko membuka mata dan hati dengan segera mempercepat penyaluran bansos terutama kepada pedagang yang terimbas PPKM Darurat ini, agar ekonomi pedagang terbantu,” tegasnya.

“Jangan mau kalah sama partai politik yang sudah memberikan bantuan kepada masyarakat,” tandasnya.

Pewarta: Muhammad Chairuddin
Redaktur: Albet