Prajurit Kopassus Kecoh Marinir Belanda Jadi Mayat Selama Lima Hari

Prajurit Kopassus TNI AD. (Foto:MiliterID)

JAKARTA – Kisah heroik prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat, Prada Pardjo rela menjadi mayat selama lima hari di medan pertempuran ketika perang perebutan Irian Barat tahun 1961-1962.

Sebagai prajurit komando, Prada Pardjo prajurit Kopassus memberanikan diri dengan berkorban membela Indonesia ketika dihadapkan antara hidup dan mati sdaat Operasi Trikora di Irian Barat kini Papua.

Prada Pardjo bersama anggota Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) sebelum berganti jadi Kopassus, diturun untuk misi penyusupan (Infiltrasi).

Prada Pardjo dengan kecerdikannya menyamar menjadi mayat selama lima hari, di antara tumpukan jenazah rekan-rekannya yang gugur saat kontak tembak dengan tentara Belanda.

Sebelum menyelinap menjadi mayat, awalnya pasukan gabungan Kopassus bersama Pasukan Gerak Tjepat (PGT) dipimpin Letnan Dua (Letda) Inf Agus Hernoto diterjunkan ke dalam hutan rimba di Papua.

Saat ditugaskan untuk menyusup, pasukan ini disergap Korps Marinir Kerajaan Belanda di wilayah Fakfak, Papua Barat. Dengan jumlah personel yang sangat minim, pasukan gabungan ini pun posisinya sudah terdesak. Pimpinan lalu menginstruksikan seluruh prajurit mundur ke dalam hutan.

Pada situasi penyergapan itu, Letda Agus Hernoto melihat kondisi timnya mulai menurun. Sehingga memutuskan untuk beristirahat di sebuah kebun pala.

Namun belum sempat melepas lelah, muncul serangan mendadak dari pasukan Marinir Belanda. Baku tembak terjadi kembali dan Letda Agus tertembak di kedua kakinya.

Nahasnya, kedua kakinya harus diamputasi karena membusuk. Begitu juga Pardjo, diapun roboh usai terkena terjangan peluru tentara Belanda. Gencarnya serangan dari pasukan Belanda membuat Pardjo harus menyelamatkan diri.

Pardjo kemudian merangkak, bergerak perlahan untuk bersembunyi di balik jasad rekan-rekannya yang telah gugur. Pardjo menyamar seolah-olah telah tewas demi menyelamatkan diri. Apalagi, usai pertempuran tentara Belanda melakukan patroli.

Baca juga: IFAR-22 ‘Bullpup’, Senapan Serbu Kaliber 5,56mm Bikinan Batam

Ia pun menyamar menjadi mayat seolah-olah telah tewas, demi menyelamatkan diri saat Belanda melakukan patroli dan Pardjo tidak bisa bergerak. Pardjo harus tidur di antara jasad teman-temannya yang telah gugur saat itu.

Meski demikian, upaya penyelamatan itu pun membuahkan hasil, Prada Pardjo akhirnya diselamatkan warga setempat yang membawanya ke permukiman untuk dirawat.

Demi mempertahan Irian Barat, antas pemerintah Indonesia saat itu menggelar Operasi Trikora dengan cara melakukan infiltrasi militer melalui Operasi Banteng I.

Operasi itu melibatkan personel Pasukan Gerak Tjepat (PGT), yang saat ini bernama Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat), dan RPKAD yang sekarang bernama Kopassus.

Gabungan Kopassus dan Paskhas itu diterjunkan di tengah hutan belantara di Irian Barat. Mereka masuk wilayah pertahanan Belanda, dan mengacaukan konsentrasi pasukan musuh.

Saat itu, prajurit yang siap tempur itu dibagi dua tim, yakni Banteng I di Fak-fak dan Banteng II di Kaimana.

Banteng I melakukan misi penerjunan di Fak-Fak, dipimpin Letda Inf Agus Hernoto. Banteng II di Kaimana dipimpin Lettu Heru Sisnodo.

Lengkapnya, operasi ini akan menerjunkan satu tim gabungan yang terdiri dari 10 prajurit PGT, 30 prajurit RPKAD ditambah dua orang Zeni. Tim ini dipimpin Letda Agus Hernoto dari Kopassus.

Baca juga: ZAHA-MAV, Calon Ranpur Amfibi Marinir TNI AL Bikinan Pindad-FNSS