BATAM – Guru Besar Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Prof. Abdul Malik, turut merespons penetapan tersangka terhadap Nenek Awe atas kasus bentrokan di Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Ia menilai penetapan tersangka terhadap Nenek Awe sebagai sesuatu yang tidak masuk akal, lucu dan terbalik.
“Saya melihat ini satu hal luar biasa yang dijiwai oleh Nenek Awe. Dia seorang perempuan tua, namun mencoba mempertahankan haknya sebagai warga negara yang hidup di bumi Melayu, di kampung tua yang memang itu hak asasi mereka yang tidak bisa diganggu gugat,” ujar Prof. Abdul Malik, Senin 3 Februari 2025.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan aturan diketahuinya, warga yang telah mendiami suatu tempat lebih dari 20 tahun memiliki hak atas tanah tersebut.
“Macam manapun, dia sudah mendiami kampungnya itu lebih dari dua generasi. Setiap warga negara yang mendiami satu daerah lebih dari 20 tahun, berdasarkan Peraturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, itu sudah menjadi tempat tinggalnya,” tambahnya.
Terkait tuduhan perampasan kemerdekaan yang disangkakan kepada Nenek Awe, Prof. Abdul Malik menilai hal itu sebagai sesuatu yang bertolak belakang.
“Saya kira ini satu hal yang lucu. Masa beliau dituduh merampas kemerdekaan? Padahal, dia sendiri yang kemerdekaannya dikebiri. Bahasanya terbalik. Seharusnya, Nenek Awe ini diberikan haknya sebagai warga negara,” tegasnya.
Prof. Abdul Malik juga mengingatkan bahwa masyarakat Melayu selalu hidup berdampingan dengan pemerintah dan ikut serta dalam membangun Kepulauan Riau. Bahkan dalam sejarahnya Provinsi Kepri berdiri dan pembentukan Polda Kepri tak terlepas dari dukungan masyarakat Melayu di situ.
“Tolonglah pihak terkait pandang kami, orang Melayu, orang tempatan, Lembaga Adat Melayu. Marilah kita junjung tinggi kemerdekaan dan hak seseorang, terutama Nenek Awe ini,” ujarnya.
Ia berharap kasus ini bisa diselesaikan dengan bijak. “Kita jaga lah perasaan orang Melayu atau orang tempatan ini, saya sangat terenyuh dengan dengan kabar beliau yang dijadikan tersangka,” ujarnya.
Datok Machmur Ismail: Bentuk Ketidakadilan
Sementara itu, Tokoh Melayu Kepri sekaligus Anggota Dewan Kehormatan Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri, Datok Machmur Ismail, turut menanggapi penetapan tersangka terhadap Nenek Awe oleh Polresta Barelang. Ia menilai keputusan tersebut sebagai bentuk ketidakadilan.
“Ini luar biasa, luar biasa karena keadilan itu tidak ditegakkan. Nenek Awe ini seorang perempuan, orang tua, yang hanya mempertahankan haknya. Dia tidak melakukan kekerasan, dia hanya bersuara,” ujar Datok Machmur.
Baca juga:Â HMI Batam: Penetapan Tersangka Nenek Awe Terkait Bentrokan di Rempang Adalah Penindasan