BATAM – Penamaan Flyover Laksamana Ladi, Kota Batam, menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat Kepulauan Riau (Kepri). Banyak yang mempertanyakan nama Laksamana Ladi dijadikan nama flyover tersebut.
Guru Besar Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Maritim Raja Ali Haji, Profesor Abdul Malik turut angkat bicara terkait penamaan flyover di Kota Batam itu. Menurutnya Ladi bukanlah nama Laksamana melainkan nama suku Melayu Tua yang merupakan sub suku dari komunitas suku laut.
Suku ini dikenal hidup secara nomaden dan menjadikan perairan sebagai tempat tinggal sekaligus mata pencaharian mereka.
“Mereka ada sejak masa Kesultanan Melaka, Ladi merupakan salah satu suku Melayu Tua di daerah ini. Hal ini seperti di Sumatera ada suku Anak Dalam, Sakai dan lainya. Umumnya sekarang orang menyebutnya Suku Laut,” ujarnya, Kamis 2 Januari 2024
Ia menjelaskan, wilayah bernama Ladi tidak hanya ada di Batam namun juga ada di daerah lain di Kepri seperti di Senggarang, Kota Tanjungpinang juga ada tempat bernama Sei Ladi.
“Ladi itu untuk menyebut permukiman orang-orang Suku Ladi. Hal ini sama seperti kita menyebut Kampung Jawa dan Kampung China. Di Pulau Penyengat dulu juga ada nama Kampung Ladi,”
kata Ketua Majelis Adat Budaya Melayu Kepri itu menjelaskan.
Menurutnya eksistensi suku Ladi tidak bisa dibantah. Di dalam Perang Riau (1782-1787), mereka menjadi prajurit terdepan yang disebut pasukan pertikaman bersama Raja Haji Fisabilillah pada perang Riau I dan Sultan Mahmud Riayat Syah pada Perang Riau II.
“Dalam bahasa Melayu, ‘Ladi’ juga memiliki makna ‘pengiring.’ Nama ini mengacu pada peran mereka sebagai pengawal setia Sultan dan kerajaan. Mereka ini disebut juga pasukan cadangan yang terlatih. Mereka setia dan tak pernah berkhianat,” jelas Abdul Malik.
Pasukan ini tidak hanya berasal dari Suku Ladi, tetapi juga dari berbagai suku Melayu Tua lainnya yang memiliki keahlian dalam berperang. Pada masa itu pasukan pertahanan Kerajaan Riau-Lingga disebut-sebut memiliki hingga 42.000 prajurit, termasuk Suku Laut, Suku Darat dan sub suku lainnya termasuk yang berasal dari Rempang Galang.
“Kesetiaan mereka bahkan membuat penjajah seperti Portugis, Inggris, dan Belanda gentar melewati perairan Kepulauan Riau,” tutur Abdul Malik.
Namun katanya secara resmi tak ada orang Suku Ladi yang dilantik menjadi laksamana. Jika pun mereka diangkat pangkatnya, hanya disebut sebagai ‘Penghulu Bathin’ sebagai kepala dari kelompok Suku Ladi.
Sebagai bentuk penghargaan atas jasa mereka, para Sultan memberikan anugerah berupa tanah ulayat kepada Suku Ladi maupun suku Melayu Tua lainnya yang ikut berperang.
“Wilayah yang mereka diami dijadikan tanah adat dan diakui sebagai bagian dari hak mereka, termasuk di wilayah Rempang Galang.” ujarnya.
Kemudian selama masa damai Suku Ladi beralih profesi menjadi nelayan. Ia menyebutkan bahwa mereka ahli dalam pembuatan perahu dan pelayaran antarpulau.
“Mereka biasa mengarungi Selat Malaka, sampai sekarang pun mereka biasa karena hidup mereka nomaden ke mana-mana,” katanya.
Sementara itu terkait eksistensi Laksamana Ladi, menurutnya memang ada dua informasi sejarah yang menandakan keberadaannya, tetapi bukan di Kepulauan Riau.
“Ada yang mengatakan ia berasal dari Sulawesi Selatan (Sulsel). Beliau hidup pada akhir abad ke-18 sampai awal abad ke-19. Beliau terkenal sebagai pejuang yang melawan penjajahan Belanda di Sulsel. Ada pula yang mengatakan berasal dari Kalimantan Selatan (Kalsel),” ujarnya.
Namun sumber kebenaran sejarah ini masih buram serta meragukan hingga perlu penelusuran lebih lanjut.
“Saya juga sedang berkomunikasi dengan rekan saya di Sulsel dan Kalsel. Bahkan di Sulsel ada juga yang menyebutnya sudah menjadi pahlawan nasional, tapi saat di cek tak ada pula nama pahlawan nasional bernama Laksamana Ladi,” ujarnya.
Untuk itu ia berharap penamaan Flyover Laksamana Ladi patut ditinjau ulang dari sisi ilmiahnya, sebab penyebutan laksamana ada gelar adat.
“Tapi kalau ada sumber lisan dari masyarakat Ladi tidak bisa juga kita bantah. Tapi kesulitannya perlu penelitian lebih lanjut mengingat mereka kini sudah berintegrasi dengan suku Melayu lainnya,” katanya.
Baca juga: Kepala BP Batam Muhammad Rudi Resmikan Flyover Laksamana Ladi
Sebelumnya tokoh Melayu Batam sekaligus Anggota Dewan Kehormatan Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri, Datok Machmur Ismail, yang tinggal di Kampung Tua Tanjung Uma dekat Sei Ladi menyatakan bahwa nama tersebut tidak dikenal dalam sejarah lokal maupun tradisi lisan masyarakat Melayu setempat. Ia meyakini justru Ladi merupakan kata lain dari Keladi yang banyak tumbuh di lokasi itu. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News