Putin Ganti Euro dengan Rubel untuk Jual Gas Alam kepada Negara ‘Tak Bersahabat’

Rusia
Pekerja terlihat di lokasi konstruksi pipa gas Nord Stream 2, dekat kota Kingisepp, wilayah Leningrad, Rusia, Rabu (5/6/2019). (ANTARA/REUTERS/Anton Vaganov/am)

LONDON – Rusia berencana mengganti mata uang euro dengan rubel, untuk transaksi penjualan gas alam kepada negara-negara ‘tak bersahabat’.

Penggantian mata uang penjualan gas ke negara-negara ‘tak bersahabat’ disampaikan Presiden Vladimir Putin, Rabu (23/3).

Pernyataan itu dikeluarkan Putin, untuk merespons pembekuan aset Rusia oleh negara-negara lain sebagai sanksi atas agresi militernya di Ukraina.

Putin menyebutkan, pembekuan itu telah menghancurkan kepercayaan Moskow.

Ketergantungan negara-negara Eropa pada gas dan komoditi lainnya dari Rusia, telah menjadi sorotan sejak Moskow mengerahkan puluhan ribu tentara ke Ukraina pada 24 Februari.

“Rusia akan terus, dan tentu saja memasok gas alam sesuai volume dan harga yang ditetapkan dalam kontrak yang disepakati sebelumnya,” kata Putin dalam rapat kabinet yang disiarkan televisi.

“Perubahan hanya akan mempengaruhi mata uang pembayaran, yang akan diganti dengan rubel Rusia,” katanya.

Baca juga: Rusia Usir Sejumlah Diplomat Amerika Serikat Sebagai Respon Balasan

Putin mengatakan, pemerintah dan Bank Sentral punya waktu sepekan untuk mencari solusi bagaimana mengalihkan pembayaran ke mata uang Rusia.

Gazprom, perusahaan raksasa gas Rusia, juga akan diminta untuk membuat perubahan terkait dalam kontrak-kontrak gas yang dimilikinya.

Menurut Gazprom, 58 persen penjualan gas alam ke Eropa dan negara-negara lain hingga 27 Januari, masih dilakukan dalam mata uang euro.

Dolar AS menyumbang sekitar 39 persen penjualan kotor dan paun sekitar 3 persen.

Sekitar 40 persen dari total konsumsi gas Eropa dipasok oleh Rusia.

“Prosedur pembayaran yang dapat dipahami dan transparan harus dibuat, untuk (semua pembeli asing), termasuk menggunakan rubel Rusia di pasar mata uang domestik kita,” kata Putin.

Rusia telah membuat daftar negara ‘tak bersahabat’, merujuk pada mereka yang menjatuhkan sanksi.

Transaksi dengan perusahaan dan individu dari negara-negara itu, harus mendapat persetujuan dari sebuah komisi pemerintah.

Negara-negara dalam daftar itu di antaranya adalah Amerika Serikat, negara-negara anggota Uni Eropa, Inggris, Jepang, Kanada, Norwegia, Singapura, Korea Selatan, Swiss dan Ukraina.