PWI dan Antara Bekali 105 Mahasiswa Lombok Ilmu Jurnalistik

Lombok
Kepala LKBN ANTARA Biro NTB, Riza Fahriza, memberikan materi tentang jurnalisme digital kepada ratusan mahasiswa peserta pelatihan jurnalistik, di Mataram, Sabtu (26/2/2022). (ANTARA/Awaludin)

Mataram – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Biro NTB, bekali mahasiswa Lombok ilmu jurnalistik lewat kegiatan pelatihan, Sabtu (26/2).

Kegiatan pelatihan jurnalistik bagi mahasiswa itu, difasilitasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB sebagai rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2022.

Ada pun pesertanya sebanyak 105 mahasiswa dari 14 kampus seluruh Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram.

Kegiatan pelatihan jurnalistik dan literasi keuangan tersebut, menghadirkan dua pemateri yakni Kepala LKBN ANTARA Biro NTB Riza Fahriza dan Ketua PWI NTB Nasrudin Zen.

Kepala LKBN ANTARA Biro NTB, Riza Fahriza yang memberikan materi tentang jurnalisme digital menjelaskan, saat ini media dihadapkan pada era digital yang tidak bisa dibendung oleh siapa pun.

Media yang dulunya orientasi cetak dituntut bertransformasi ke digital.

Baca juga: Lagi, Presenter TV Meksiko Michell Simon Ditemukan Tewas

“Dengan banyaknya media digital menjadi tantangan kita semua, bagaimana melawan berita bohong (hoaks). Kita bisa memanfaatkan teknologi digital yang kita miliki untuk melawan hoaks,” katanya.

Menurut dia, mahasiswa perlu memahami dasar jurnalistik dan dunia digital, agar bisa memanfaatkan telepon pintar (smartphone) yang dimiliki untuk membantu melawan berita hoaks.

“Mahasiswa harus membaca berita dari media yang sudah jelas. Karena media ada tahapannya dari wartawan ke redaktur. Kemudian ada juga ahli bahasanya. Itu struktur standar media,” ujar Riza.

Sementara itu Ketua PWI NTB, Nasrudin Zen mengatakan, setiap wartawan harus menjunjung kode etik jurnalistik dalam bekerja agar tidak melanggar dan mampu menjaga independensi.

Dihadapan 105 mahasiswa, ia mengibaratkan kode etik jurnalistik seperti kitab suci bagi wartawan yang juga menjadi pedoman moral, pedoman bekerja bagi jurnalis.

“Salah satu pasalnya wartawan harus bersikap independen, profesional dan beritikad baik. Kalau kita linearkan dengan agama itu bergantung dengan niat. Wartawan membuat berita bergantung ke niatnya, kalau niatnya buruk maka hasilnya akan buruk,” ujar Nasrudin Zen.

Baca juga: Puncak HPN ke-76, PWI Tanjungpinang Ukir Prestasi Lewat Lomba

Ia juga menegaskan, jika wartawan tidak mampu menerapkan kode etik jurnalistik dalam bekerja akan mendapatkan sanksi sosial, berupa turunnya kepercayaan publik terhadap kerja jurnalistik dan media tempat wartawan bernaung.

“Kode etik jurnalistik memang tidak ada mengatur sanksi pidana. Tetapi ada sanksi sosial berupa ketidakpercayaan publik terhadap media dan itu sangat berat,” kata Nasrudin.

Dalam kesempatan itu, Supriyanto Khafid salah seorang wartawan Tempo membagikan pengalamannya sebagai jurnalis di NTB sejak tahun 1980-an.

Supriyanto Khafid rela melepaskan status pegawai negeri sipil (PNS) demi menekuni profesi sebagai seorang jurnalis hingga sekarang.

“Menjadi jurnalis, bagi saya penuh dengan tantangan bahkan saya sempat diungsikan ke Surabaya, Jawa Timur, selama enam bulan gara-gara persoalan berita,” ucap pria 71 tahun yang masih aktif menjadi jurnalis hingga sekarang ini.