RM Melayu Maknda: Diplomasi Makanan dan Mengembalikan Ingatan Masa Lalu

Tambelan
Salah satu masakan khas Tambelan. (Foto: ist)

TANJUNGPINANG – Hadirnya Rumah Makan Melayu Maknda di Tanjungpinang, Kepulauan Riau seolah-olah mengembalikan ingatan masa lalu warga Tambelan yang sudah lama merantau keluar dari negeri bertuah itu.

Rosmeri Isdianto, yang lahir di Tambelan lebih dari 58 tahun lalu langsung memborong banyak makanan khas Tambelan yang berada di Jl DI Panjaitan Km9 Tanjungpinang Timur. Persinya di samping RM Sederhana.

Lebih dari Rp800 ribu ia membeli kue moe khas Tambelan yang dijual. Ada bingke berendam, ukal, bubur pedas, sri muka, srikaya, tumpek angai.

Sedangkan lauk pauk tersedia asam pedas ikan kaci, gulai belarak kerapu, dan makanan tradisional lain yang tak dapat dijumpai di rumah makan lainnya di Kepulauan Riau.

Makanan ala khas Tambelan itu dapat diperoleh di RM Maknda. Rosmeri pun tak menyia nyiakan waktu ketika sampai di Tanjungpinang. Ia dua hari berturut turut membeli makanan yang sudah lama ia rindukan.

Makanan tersebut pun ia bawa ke Batam untuk dinikmati keluarnya. Istri mantan gubernur Kepri Isdianto itu merasakan banyak makanan khas Tambelan yang dijual.

Begitu juga dengan Yusman sudah lama tak makan tumpek angai. Makanan sagu putih yang di panggang berbentuk bulat. Di dalamnya terdapat isi kelapa.

“Sejak ibu saya meninggal puluhan tahun lalu, baru sekarang dapat makan tumpek,” kata Yusman di depan rekan rekannya sesama warga Tambelan.

Karena tumpek angai tak semua warga Tambelan di Tanjungpinang yang mampu membuat tumpek angai. Salah adonan, menyebabkan tumpek angai tak bisa dibentuk bulat. Karena akan patah jika digulung seperti dadar.

Anwar Sadar Guna, pemilik media Kabar Batam juga teringat dengan makanan di kampung halamannya di Sulawesi Selatan.

“Mirip dengan makanan di kampung kami di Sulawesi. Saya juga sudah lama tak makan makanan ini,” kata Anwar.

Tumpek angai ternyata bukan hanya ada di Tambelan. Ada juga dari daerah lain. Hanya saja model penyajiannya yang berbeda.

Sama halnya makanan sagu lainnya yang disebut papada di Indonesia bagian timur. Dan tembuyat di Tambelan. Sedangkan di Natuna mbuyat. Hanya saja isinya di dalam sagu yang direbus dengan air hangat itu berbeda beda.

Ada yang menggunakan ikan, seafood, asam blimbing yang ditunjuk dengan ikan tri. Inilah contoh kuliner melayu juga tersedia di wilayah Bugis hingga Papua.

Erwan Irawan misalnya memesan untuk dibawa ke Bandung dari Tanjungpinang. Makanan khas Tambelan itu dibawa dengan menggunakan pesawat terbang yang dititip dengan kerabat yang kebetulan pulang ke Bandung dari Tanjungpinang.

Begitulah kerinduan Erwan dengan kuliner asal kampung halamannya. Ia bermukim di Bandung dan tak menemukan makanan khas Tambelan itu di kota Kembang.

Walaupun dibuka sebelum genap sebulan, banyak warga bukan dari Tambelan yang cocok dengan rasa kuliner khas melayu Tambelan tersebut.

Imam masjid Agung Al Hikmah, Maulida pun mengakui rasa masakan khas Tambelan nyaman di lidah. Maulida yang juga dosen di FKIP UMRAH setiap minggu makan siang di RM Maknda. Ia biasa menikmati asam pedas kaci dan gulai kepala jahan. “Rasanya makyus. Cocok,” ujar Maulida.

Mansur, warga Taman Harapan Indah di mana RM Maknda berada pun mulai mengajak kawan kawanya janjian ketemu di sana rumah makan itu. “Murah dan nyaman. Makanya saya kalau bertemu dengan kawan di sana,” kata Mansur.

Diplomasi makanan

Diplomasi masakan, gastrodiplomasi atau diplomasi makanan ialah sejenis diplomasi yang sudah dibanyak negara. Mantan Menteri Luar negeri Amerika Serikat Hillary Clinton bahkan pernah menyatakan bahwa penggunaan makanan dalam berdiplomasi adalah cara yang sudah lama digunakan dalam praktik-praktik diplomasi (setkab.go.id).

Makanan Tambelan seperti bingke digunakan sebagai makanan diplomasi ketika menyambut tamu yang datang ke Tambelan. Bisa dikatakan sebagai makanan penyambutan tamu ke daerah.

Selain bingke berendam, ada lakse goreng dan lakse tumis, bubur pedas, yang biasa digunakan untuk menyambut tamu.

Kini makanan diplomasi warga Tambelan tersebut sudah bisa dinikmati setiap hari di rumah makan Maknda di Tanjungpinang. Setiap hari disediakan makanan khas tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen bukan hanya dari Tambelan. Tapi juga mereka yang ingin mencoba rasa menu Melayu khas Tambelan.

Warga Tanjungpinang yang ingin merasakan makanan khas Tambelan bisa langsung ke warung dan bisa juga dibawa pulang. RM Maknda melayani jika ingin memesan dalam jumlah banyak untuk acara acara tertentu.

Nasi kotak cukup murah sekitar Rp25 ribu untuk menu nasi ayam, nenas dan telur sambal. Juga disertai pisang dan air mineral gelas. “Untuk menu bisa dibicarakan lagi apakah rendang daging atau rendang ayam dapat dipesan,” kata Hidaat Yahya, pengelola RM Maknda.

Baca juga: Kuliner Khas Tambelan Hadir di Tanjungpinang

Dan akhirnya, bisnis makanan RM Maknda menambah khasanah kuliner Kepulauan Riau yang khas Tambelan. Aroma rempah yang menyengat di setiap jenis makanan dan lauk menambah daya pikat kuliner di RM Maknda. Silakan menikmati dengan harga murah tapi berkualitas. (*)