Rusia Nyatakan Tertarik Bangun PLTN di Indonesia

Ruang kontrol panel Novovoronezh Nuclear Power Plant untuk listrik di Rusia. (Foto:Wikipedia)

JAKARTA – Rusia menyatakan tertarik untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.

Rusia dinilai sangat berpengalaman dan menguasai teknologi dalam mengembangkan energi nuklir untuk kebutuhan listrik.

Hal tersebut seperti diungkapkan pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi mengungkapkan bahwa pada saat bertemu Presiden Joko Widodo di Kremelin, Moskow.

Presiden Rusia, Vladimir Putin menawarkan kerja sama kepada Presiden Joko Widodo untuk menggarap proyek energi nuklir di Indonesia.

“Putin menyatakan, bahwa Rosatom State Corporation mempunyai pengalaman, kompetensi dan keandalan teknologi dalam pengembangan PLTN. Rosatom telah mengembangkan PLTN terbesar di Rusia, yakni Novovoronezh sebanyak unit 6 yang berkapasitas 1.200 MW di Voronezh,” kata Fahmy, seperti diwartakan MNC, Rabu (30/11).

Rosatom tak hanya piawai membangun PLTN di darata, namun juga mampu membangun PLTN terapung KLT-40S, yang dapat berlayar menjelajahi sejauh 5.000 Km, yang kapasitas sebesar 80 MW.

“Rosatom saat ini menggunakan teknologi nuklir generasi terbaru, tipe reaktor VVER 1200 dengan teknologi generation 3 Plus yang merupakan pertama di dunia. Masa operasinya selama 60 tahun,” terang Fahmy.

Ia juga menyampaikan, bahwa sistem pengamanan teknologi pada reaktor tipe VVER 1200 sudah memiliki zero accident standard.

Baca juga: Jokowi Setujui Pembentukan Majelis Tenaga Nuklir untuk PLTN
PLTN Novovoronezh milik Rusia yang dibangun ole Rosatom State Corporation. (Foto:Rosatom-mena)

Berdasarkan pengalaman, kompetensi serta keandalan teknologi yang dimiliki oleh Rosatom, tawaran Paman Putin untuk mengembangkan PLTN di Indonesia layak diterima.

PLTN adalah pembangkit listrik daya thermal yang menggunakan reaktor nuklir, dengan uranium sebagai bahan utama untuk menghasilkan listrik.

Selain itu, PLTN termasuk energi bersih yang dapat melengkapi bauran energi baru terbarukan (EBT) sebagai pembangkit listrik di Indonesia.

Sekaligus dapat mengatasi kelemahan Pembangkit Tenaga Surya dan Bayu, yang tidak dapat memasok listrik secara penuh sepanjang waktu, karena sifatnya intermittent, yang tergantung cahaya matahari dan hembusan angin.

Sebelum kerjasama Indonesia dan Rusia direalisasikan, DPR dan Dewan Energi Nasional (DEN) harus mengubah Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Sebab, kata Fahmy, selama ini menempatkan energi nuklir sebagai alternatif terakhir. KEN itu harus diubah menjadikan PLTN sebagai energi prioritas.

Selain itu, pemerintah perlu melakukan kampanye publik untuk meningkatkan tingkat penerimaan masyarakat (public acceptances rate) terhadap penggunaan PLTN.

Pasalnya, masyarakat Indonesia masih belum menerima terkait nuklir yang dianggap berbahaya. Ditambah lagi adanya trauma terkait kecelakaan kebocoran reaktor nuklir di beberapa negara yang terjadi seperti di Jepang, Rusia dan Ukraina.