Sindiran Pedas Ketua Komisi II DPR Terhadap Gubernur Kepri Buntut PAD Mini

JAKARTA – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyoroti Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mini di sejumlah wilayah di Indonesia, salah satunya Kepulauan Riau.

Bahkan ia membandingkan PAD antarwilayah di Indonesia, khususnya antara provinsi di Jawa dan di luar Jawa.

Berdasarkan laporan Gubernur Ansar dalam rapat paripurna pengesahan APBD Kepri 2025, nilai anggaran daerah pada saat itu mencapai Rp3,91 triliun, sementara PAD hanya Rp1,7 triliun.

Rifqinizamy pun menyampaikan sindiran pedas terhadap Gubernur Kepri Ansar Ahmad, yang menurutnya hanya setara secara atribut dan jabatan dengan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, namun tak sebanding dalam hal kekuatan fiskal.

“Pak Gubernur Ansar (Gubernur Kepulauan Riau) ini bajunya saja yang sama dengan Mas Pramono (Gubernur Jakarta), sama-sama gubernur. Tapi angkanya (PAD) jauh,” ujar Rifqinizamy dalam rapat kerja bersama Kementerian Dalam Negeri dan sejumlah kepala daerah di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu 30 April 2025.

Menurut dia, ketergantungan fiskal Jakarta terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya sebesar 29 persen, namun setara dengan Rp 26 triliun.

“Itu kalau dikonversi dengan provinsi di luar Jawa, bisa setara dengan tiga provinsi,” katanya dilansir dari kompas.com.

Rifqinizamy menjelaskan bahwa Komisi II sengaja mengundang para gubernur dan pejabat Kementerian Dalam Negeri dalam rapat, agar bisa menyusun formula pendanaan yang lebih adil dan mencerminkan keberagaman antarwilayah.

“Untuk ke depan, kita perlu susun formula yang lebih berkeadilan, berkebhinekaan. Kira-kira bisa enggak kita buat terminologi beberapa provinsi itu ‘merdeka fiskal’? Karena nyatanya, dengan PAD-nya, kalau kita exercise APBD-nya, itu cukup kok untuk pembangunan,” kata politikus Nasdem tersebut.

Jika provinsi yang kuat secara fiskal bisa mengurangi ketergantungan ke APBN, dana dari pusat bisa lebih difokuskan untuk membantu daerah-daerah dengan PAD rendah.

“Walaupun kelihatannya persentasenya kecil, tapi karena nominalnya besar, itu bisa dimanfaatkan untuk provinsi lain yang benar-benar butuh,” ujarnya.

“Hanya beberapa daerah yang PAD-nya di atas 60 persen, (yakni) Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Sisanya dalam posisi tengah,” katanya menambahkan.

Komisi II DPR RI mengkategorikan wilayah dengan ketergantungan terhadap APBN yang tinggi dari capaian PAD-nya. Menurut Rifqinizamy, provinsi maupun kabupaten/kota dengan PAD di bawah 40 persen diyakini masih bergantung pada dana transfer pusat ke daerah.

“Kita tahu lebih dari 70 persen daerah di Indonesia, baik provinsi maupun kabupaten/kota, ketergantungan terhadap APBN-nya tinggi. Kami menganggap ketergantungan tinggi kalau PAD-nya di bawah 40 persen,” ungkapnya.

Saat ini, kata dia, masih ada daerah yang PAD-nya berada di bawah 10 persen. Alhasil, banyak daerah yang mengajukan penambahan dana transfer dari pusat ke daerah untuk tahun berikutnya.

Ia berharap rapat kerja ini bisa sekaligus menghasilkan solusi bagi daerah, agar bisa meningkatkan PAD-nya dan mengurangi beban ke APBN.