JAKARTA – Kasus korupsi minyak mentah yang menyeret nama Muhamad Kerry Adrianto Riza, anak pengusaha Riza Chalid, kembali mencuat ke publik.
Dalam sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025), Kerry disebut merugikan negara hingga Rp 285 triliun dan memperkaya diri senilai Rp 3,07 triliun.
Jaksa penuntut umum menyebut, Kerry memperkaya diri dan sejumlah pihak melalui dua perusahaan, yakni PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN) dan PT Orbit Terminal Merak (OTM).
Baca Juga: Kejagung Resmi Tetapkan Riza Chalid Jadi Buronan, Mobil Mewah Disita!
“Memperkaya terdakwa Muhammad Kerry Andrianto Riza dan Dimas Werhaspati melalui PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN) sebesar USD 9,860,514.31 dan Rp 1.073.619.047,00 dalam pengaturan Pengadaan Sewa Tiga Kapal Milik PT. Jenggala Maritim Nusantara (PT. JMN),” ujar jaksa saat membacakan dakwaan.
“Memperkaya terdakwa Muhammad Kerry Andrianto Riza, Gading Ramadhan Juedo dan Muhammad Riza Chalid. Melalui PT Orbit Terminal Merak (OTM) sebesar Rp 2.905.420.003.854,00 dalam Kegiatan Sewa Terminal Bahan Bakar (TBBM) Merak,” sambungnya.
Menurut laporan hasil investigasi, kerugian negara tercatat mencapai USD 2,732,816,820.63 dan Rp 25,4 triliun, sedangkan kerugian perekonomian negara mencapai Rp 171,9 triliun. Kerugian ini timbul dari kemahalan harga pengadaan BBM dan keuntungan ilegal akibat selisih harga impor.
Modus Licik dalam Pengadaan Kapal
Modus pertama yang digunakan Kerry adalah mengatur pengadaan sewa tiga kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN). Awalnya, Kerry mengajukan pembiayaan ke bank swasta untuk membeli kapal. Dengan alasan kapal tersebut akan dikontrak PT PIS selama lima hingga tujuh tahun.
Padahal, pada saat itu belum ada proses pengadaan resmi antara PT PIS dan PT JMN. Setelah itu, Kerry dan rekan-rekannya menambahkan klausul “pengangkutan domestik” dalam surat jawaban PT KPI kepada PT PIS. Tujuannya jelas — agar kapal asing tidak bisa ikut tender dan hanya kapal milik JMN yang lolos.
Selanjutnya, proses lelang hanya menjadi formalitas belaka. Kapal Jenggala Bango milik PT JMN yang tidak memiliki izin pengangkutan migas tetap dinyatakan sebagai pemenang tender. Strategi ini menjadi pintu masuk bagi keuntungan besar.
Permainan Sewa Terminal Bahan Bakar Merak
Skema berikutnya dilakukan lewat penyewaan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Merak. Dalam dakwaan, Kerry dan ayahnya, Riza Chalid, melalui Gading Ramadhan Joedo sebagai Direktur PT Tangki Merak, menyodorkan kerja sama penyewaan terminal kepada Hanung Budya Yuktyanta, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero).
“Meskipun mengetahui Terminal BBM Merak tersebut bukan dimiliki PT Tangki Merak, tetapi Terminal BBM Merak tersebut milik PT Oiltanking Merak,” ujar jaksa.
Kerry lalu memberikan persetujuan agar Gading menandatangani nota kesepahaman kerja sama. Padahal, kepemilikan terminal belum berpindah ke PT Tangki Merak. Aksi ini juga melibatkan pengajuan kredit ke bank swasta, dengan terminal Merak dijadikan jaminan.
Selanjutnya, Kerry dan timnya menekan Hanung dan Alfian Nasution untuk mempercepat proses kerja sama, hingga akhirnya PT Pertamina melakukan penunjukan langsung kepada PT Oiltanking Merak — meskipun seharusnya tidak memenuhi syarat pengadaan langsung.
Uang Sewa Terminal Dipakai Golf Mewah
Kerry dan Gading juga meminta agar seluruh nilai aset PT Oiltanking Merak dimasukkan dalam perhitungan biaya Thruput Fee, sehingga biaya sewa melonjak. Bahkan, klausul kepemilikan aset dihapus dari perjanjian agar terminal tidak berpindah ke PT Pertamina saat kontrak berakhir.
Yang lebih mencengangkan, Kerry diketahui menggunakan dana sebesar Rp 176,3 miliar dari pembayaran sewa TBBM Merak untuk bermain golf di Thailand. Kegiatan itu juga diikuti oleh Gading, Dimas, dan sejumlah pejabat Pertamina.
Aksi mewah tersebut semakin menguatkan dugaan bahwa kasus ini melibatkan permainan terstruktur dan terencana, bukan sekadar penyimpangan administratif.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik karena total kerugian negara yang fantastis, mencapai ratusan triliun rupiah. Sidang pun masih terus berlanjut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan jaksa berjanji akan membuka semua fakta hukum di persidangan.*
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News


















