Skema Belanja Alutsista Diubah, Pemasok Senjata Wajib Bangun Pabrik di RI

Pabrik pembuatan pesawat tempur Rafale di pabrik Dassault Aviation Prancis. (Foto:Dassault Aviation)

JAKARTA – Pemerintah Indonesia bakal mengubah skema baru sistem belanja persenjataan untuk kebutuhan militer ke depannya.

Strategi skema baru belanja alat utama sistim persenjataan (Alusista) ke depannya, bakal mewajibkan produsen atau pemasok senjata asing wajib bangun pabrik di Indonesia.

Alasan utama mewajibkan produsen senjata asing membangun pabrik di Indonesia, tak lain adalah untuk mewujudkan kemandirian industri pertahanan NKRI.

Hal itu disampaikan Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kementerian PPN/Bappenas, Bogat Widyatmoko.

Bogat mengungkapkan, pihaknya telah menyusun strategi untuk mewujudkan kemandirian pertahanan NKRI. Salah satunya dengan mengubah sistem belanja senjata perang alias alutsista.

Selain itu, dalam upaya melakukan daya fiskal yang adaptif, maka sistem pemenuhan untuk kebutuhan alutsista juga akan dilakukan.

“Transformasi industri pertahanan, ini tidak saja mendukung kemandirian ketahanan kita, tapi yang lebih penting lagi adalah sebagai bagian dari transformasi ekonomi,” jelas Bogat, dalam acara dalam FGD dengan Pengusaha Rancangan Awal RPJP 2024-2045dikutip, Rabu (31/5/2023).

Untuk melakukan transformasi skema belanja pertahanan dan keamanan nasional, lanjut Bogat, juga dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.

Karena transformasi industri pertahanan biasanya menggunakan teknologi tinggi. Adapun untuk pemenuhan alutsista nasional demi menjaga pertahanan dan keamanan wilayah Indonesia, sistem investasi juga perlahan akan dilakukan.

Bogat menerangkan, bahwa saat pemerintah melakukan investasi alutsista, maka sang produsen akan dirayu untuk bisa mendirikan pabriknya juga di Indonesia.

Baca juga: Dirgantara Indonesia Kirim Satu Unit Pesawat NC212i Pesanan Thailand
Lini produksi kendaraan militer khusus perusahaan industri pertahanaan dalam negeri PT Pindad di Bandung yang memproduksi panser ANOA 6X6. (Foto:PT Pindad)

“Contoh spending to invest. Artinya, ketika membeli alutsista, produsen tersebut harus mendirikan pabrik di sini. Baik untuk industri, pembuatan atau fasilitas maintenance, repair, dan sebagainya,” jelas Bogat.

Tak kalah penting, masih kata Bogat, adalah mengakuisisi industri pertahanan luar negeri. Karena cara ini sudah banyak dilakukan oleh negara lain. Namun tidak pernah terpikirkan oleh pemerintah dan otoritas terkait.

“kecenderungan saat ini, industri pertahanan saling mengakui, dan ini belum pernah dilakukan oleh Indonesia. Ke depan akan mendorong akuisisi pertahanan di luar negeri,” terangnya lagi.

Dalam pemenuhan senjata tempur, pemerintah juga akan meningkatkan level teknologi industri, value chain, dan supply chain untuk industri pertahanan.

Untuk diketahui, bahwa Kementerian Pertahanan selalu mengantongi nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbesar.

Dalam buku Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L 2023, disebutkan, anggaran Kemenhan sejak 2018 hingga 2022 terjadi kenaikan rata-rata 3,1 persen.

Di mana pagu anggaran Kemenhan pada 2018 sebesar Rp106,68 triliun. Kemudian naik menjadi Rp115,4 triliun pada 2019. Lalu melonjak signifikan menjadi Rp136,9 triliun tahun 2020.

Kendati demikian pada tahun 2021, anggaran Kemenhan turun menjadi Rp125,9 triliun, dan pada 2022 Kementerian Pertahanan mendapatkan pagu anggaran sebesar Rp133,4 triliun.

Untuk di tahun ini, anggaran Kemhan yang dipimpin oleh Prabowo Subianto untuk pelaksanaan Tahun Anggaran 2023 mendapatkan alokasi anggara sebesar Rp134,32 triliun.

Anggaran Kemhan di tahun 2023 tersebut, adalah anggaran yang disepakati pemerintah dan DPR setelah adanya usulan tambahan anggaran sebesar Rp2,4 triliun dari usulan awal pemerintah.

“Anggaran pertahanan untuk pengadaan, pemeliharaan, perawatan, peningkatan, sarpras, dan dukungan alutsista, pemenuhan MEF bertahap,” tulis dokumen Kementerian Keuangan dikutip, Rabu (31/5/2023).

Baca juga: Iran Segera Produksi Sistem Penangkis Rudal Balistik Setara S-400 Rusia