Stigma Negatif dan Hak Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Hefrina, Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Putrakami Batam, Kepulauan Riau (Kepri). (Foto: Engesti)

Batam – Dalam kehidupan sosial, anak berkebutuhan khusus (ABK) kerap mendapat stigma negatif bagi sekelompok masyarakat. Hal ini dapat terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang ABK dan kebutuhannya.

Pola pikir ini berdampak buruk terhadap pergaulan anak berkebutuhan khusus, karena akan menghambat ABK mendapat hak asasi mereka, termasuk hak pendidikan.

Namun, pandangan tersebut perlahan pudar, seiring berkembangnya teknologi informasi dan mindset masyarakat pun kian terbuka.

Paling tidak, itu yang diyakini Hefrina, Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Putrakami Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Menurutnya, perkembangan teknologi membuat sumber informasi terkait ABK banyak tersedia. Mulai dari penanganan, hingga kisah-kisah orang tua yang menangani anak mereka yang berkebutuhan khusus.

Baca juga: Ternyata, Siswa di SLB Batam Ini Belajar Tatap Muka Selama Pandemi COVID-19

“Selain itu, kami juga guru-guru di sini (SLB) sering dan rutin melakukan parenting ke sekolah-sekolah juga ke beberapa rumah. Hal itu ternyata membantu sekali apalagi untuk masyarakat atau orangtua yang kami ajak untuk bersama-sama ramah kepada anak-anak ABK,” kata Hefrina Senin (30/8).

Mata Hefrina sempat berkaca-kaca saat menceritakan nasib ABK yang ada di sekolah tersebut. Sebab, kebanyakan orang tidak bisa menerima keberadaan mereka untuk hidup berdampingan dengan orang normal.

“Karena kalau ditanya, apa para orang tua ini ingin memiliki ABK, jawabannya tidak. Anak-anak ABK juga kalau ditanya apa ingin terlahir dengan kondisi seperti itu, jawabannya juga tidak. Tapi kenapa mereka hadir di tengah-tengah kita? Agar kita bisa menerima mereka, juga agar kita bisa memanusiakan manusia,” kata dia.

Di awal tahun 2020, virus COVID-19 dideteksi ada di Indonesia. Banyak kegiatan di luar rumah maupun ruangan kemudian terpaksa ditiadakan. Tidak terkecuali proses belajar-mengajar atau pendidikan. Kota Batam pun menerapkan hal serupa. Seluruh sekolah juga kampus dituntut memberikan bahan ajar secara daring.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *