Stop ‘Hoaks’ di Masa Covid-19

Ilustrasi (Detik. News)
Ilustrasi (Detik. News)

Tanjungpinang, Ulasan. Co – Pandemi Covid-19 secara nyata telah mengubah pola interaksi dan prilaku manusia di dunia tak terkecuali Indonesia, terutama dalam berkomunikasi. Karena saat ini kita mulai akrab dengan yang namanya physical distancing atau jaga jarak dalam upaya pencegahan Covid-19 tersebut.

Dalam penerapan sosial distancing seolah-olah memutus mata rantai manusia sebagai makhluk sosial, tetapi untungnya ada internet atau media sosial sehingga interaksi sosial dan komunikasi tetap dapat terjadi. Covid-19 tidak hanya menyangkut persoalan medis namun sudah menjadi permasalahan multidimensi termasuk menyentuh bahasan komunikasi dan interaksi.
Komunikasi dianggap penting ditengah situasi dan kondisi pandemi Covid-19 ini. Hilir mudik informasi membuat masyarakat rentan mengonsumsi informasi yang tidak valid atau berita bohong. Ditengah pandemi Covid-19 banyak bermuculan berita palsu ditengah-tengah publik yang membuat kekhawatiran, yang tidak jelas sumbernya dan tidak tahu apakah informasi tersebut dapat dipercaya.

Berita palsu atau hoaks menurut Wikipedia adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Hal ini tidak sama dengan rumor, ilmu semu, maupun April Mop. Berita palsu merupakan berita yang merugikan orang lain. Berita palsu atau hoaks bukan lagi menjadi kata-kata yang janggal untuk kita dengar. Baik dimedia sosial atau di tengah-tengah masyarakat seperti kita sering melihat poster dengan tulisan anti hoaks.
Penyebaran berita palsu dimasa pandemi Covid-19 ini disebarkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab dengan tujuan tertentu baik berupa tulisan maupun video. Penyebaran berita palsu selama pandemi Covid-19 menjadi benalu dalam kehidupan masyarakat. pasalnya angka kejahatan mengalami peningkatan dibandingkan sebelumnya. Sebagian orang sengaja menyebarkan berita palsu hanya dengan alasan iseng, padahal hal tersebut bisa berbuah pidana buat mereka. Media sosial menambah kebingungan masyarakat terhadap berita-berita yang diterima karena tidak ada yang bisa membendung kebohongan dan misinformasi yang dihasilkan karena tidak ada proses verivikasi dimedia sosial.

Berita-berita palsu yang sering terdengar seperti seseorang menyebarkan video bahwa ada seseorang yang diduga terinfeksi virus corona disalah satu pusat perbelanjaan. Kemudian ada berita palsu bahwa ada pasien Covid-19 di sebuah bandara. Lalu contoh lainnya seorang pria berinisial H yang merekam dan menyebarkan berita lockdown diwilayah Cipinang Melayu. Mereka melakukan hal tersebut dengan alasan iseng, padahal hal itu bisa berakibat pidana terhadap diri mereka sendiri.

Penyebaran berita palsu ini tentu sangat meresahkan warga dan menimbulkan kondisi panik, tentunya psikologi seseorang akan terganggu dan dapat berpengaruh semakin stress hingga dapat berdampak buruk pada kesehatan. Dampak buruk yang paling rentan adalah rendahnya imunitas tubuh, yang mungkin saja dapat berakibat semakin mudah terjangkit virus Corona tersebut. Para pelaku-pelaku kejahatan juga mengambil keuntungan dari kondisi ini. Semakin menyebarnya berita palsu dan banyaknya berita palsu membuat masyarakat sulit untuk membedakan mana yang benar dan mana yang tidak.

Masyarakat harus lebih waspada terhadap kabar palsu dan informasi yang salah yang telah diedarkan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab melalui media sosial dengan tujuan untuk menyebarkan rasa takut dan panik. Sebagian orang berusaha menimbulkan rasa takut dan panik dengan rumor yang belum diverifikasi kebenarannya, dengan klaim yang berlebihan dan kabar-kabar bohong. Bahkan ada bentuk ketidaksukaan atau ketakutan terhadap warga negara lain atau yang dianggap asing dan rasis dengan main hakim sendiri serta mengkambinghitamkan.

Minimnya informasi dari otoritas dan sumber yang resmi dan mudahnya mendapatkan informasi dan berita dari media sosial membuka peluang disusupinya berita palsu. Karena informasi yang didapat dari media sosial cukup beragam mulai dari postingan pribadi, artikel hingga opini dan hasil riset yang kebenarannya belum pasti dan jelas.

Media sosial memang sumber informasi yang mudah didapat atau diakses, diperlukan kebiasaan cek dan ricek untuk menghindari terpaparnya berita palsu. Cek dan ricek bisa dilakukan dengan cara memahami pesan yang didapat, periksa ulang fakta yang ada dipesan itu dengan sumber berita lain yang terpercaya. Kemudian periksa foto, video atau media yang didapat tersebut dengan cermat karena media-media tersebut bisa diedit untuk menyesatkan pengguna atau pembacanya. Lalu jika ingin meneruskan berita atau informasi yang didapat dan didengar harus di verifikasi terlebih dahulu sebelum meneruskan.

Kita dapat menjadi filter ditengah masyarakat jangan malah ikut-ikutan menyebarluaskan berita palsu, harus benar-benar dilihat kebenaran berita yang akan disampaikan, memberikan informasi yang kredibel bagi masyarakat. Bisa menjadi temeng dalam mencegah berita palsu yang mencoba merusak ketertiban masyarakat Indonesia. Dapat memberikan suasana displin, aman dan tentram demi membantu mewujudkan negara Indonesia yang lebih baik lagi. Dibuthkan literasi digital dan sikap yang kritis untuk menangkal berita palsu, memfilter berita-berita dan informasi yang masuk agar kita sebagai masyarakat tidak terpengaruh opini publik yang buruk. Pemerintah perlu memperketat dalam mengelola informasi publik terutama mengenai covid-19.

Indriani Octa Safitri (Mahasiswi Ilmu Administrasi Negara, FISIP UMRAH)

Editor: Chairuddin