Tertarik Buka Bisnis F&B di Batam? Pemula Harus Simak Ini

Pelaku Bisnis F&B di Batam, Stephane Gerald
Pelaku Bisnis F&B di Batam, Stephane Gerald Martogi Siburian.(Foto: Randi Rizky K)

BATAM – Bisnis F&B (Food and Beverages) semakin diminati seiring dengan menjamurnya restoran, coffee shop, dan kafe di  Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Di daerah seperti Batam Centre, Nagoya, Bengkong, Tiban, dan Lubuk Baja, banyak ditemukan bisnis F&B dari kelas menengah ke bawah hingga menengah ke atas.

Dengan pertumbuhan bisnis F&B di Batam, apakah bisnis ini benar-benar menguntungkan?

Menjanjikan

Stephane Gerald Martogi Siburian, pemilik GCoffee dan Bonana Coffee Batam, telah lama berkecimpung dalam bisnis F&B ini. Ia juga telah lama menjadi pemasok mesin dan biji kopi untuk sejumlah coffee shop di Batam.

Dengan pengalaman lebih dari lima tahun, menurutnya, bisnis F&B adalah bisnis yang menjanjikan, namun tidak semua orang bisa bertahan dalam industri yang disebutnya “kejam” ini.

“Berdasarkan data terakhir, ada 1.200-an kafe yang terdaftar di Dinas Pariwisata Batam. Itu baru kafe,” ungkapnya.

Peluang bisnis ini tak terlepas dari budaya nongkrong masyarakat Batam yang cukup tinggi, terutama di kalangan anak muda.

Namun, bisnis ini juga penuh risiko. Banyak yang terjun ke bisnis ini hanya karena ‘fomo’ (fear of missing out) tanpa mempelajari dan memahami konsep bisnisnya. Akibatnya, seringkali bisnis F&B yang baru buka tidak bertahan lama.

“Baru buka tiga sampai enam bulan, sepi, akhirnya tutup,” katanya.

Selain itu, pebisnis pemula sering kalah bersaing dengan investor besar yang menginvestasikan uang dalam jumlah besar hingga miliaran rupiah di industri F&B, menciptakan bisnis yang ‘over power’ di lokasi yang sama.

“Tempatnya bagus, lokasinya strategis, interiornya instagramable, dan menumpuk di lokasi yang sama seperti daerah Bengkong, tentu tempatnya lebih ramai,” ujarnya.

Pertimbangan

Gerald menjelaskan bahwa dengan modal Rp100 juta, seorang pebisnis sudah bisa membuka bisnis F&B sederhana. Namun, untuk ukuran Batam, modal tersebut tergolong minimal.

Menurutnya, jika bisnis ini ditekuni, modal yang dikeluarkan harus lebih besar dari angka tersebut.

“Hanya untuk investasi di mesin kopi, harganya sudah mencapai Rp70 juta, belum lagi interior dan modal lainnya,” ungkapnya.

Sebelum membuka bisnis ini, pebisnis harus merencanakan modal yang akan dikeluarkan. Jumlah modal akan beriringan dengan kategori bisnis F&B yang dibuka dan target pasar yang ingin dicapai.

Lokasi penting, tetapi, bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan. Saat ini yang lebih penting adalah memperkuat ‘branding’ melalui media sosial dan memahami kompetitor.

Baca juga: Bisnis Ini Bakal Cuan di Tahun Naga Kayu 2024, Ini Kata Pakar Feng Shui

Interior juga menjadi faktor penting, terutama untuk menarik anak muda yang menyukai tempat yang unik dan instagramable.

“Banyak kok lokasi ‘hidden gems’ yang ramai dikunjungi. Intinya, pahami kompetitor kita di wilayah tersebut sehingga tahu kelemahan dan kelebihan bisnis yang dijalani,” ungkapnya.

Selain itu, menurut Gerald, ‘personal branding’ dari seorang pemilik juga perlu diperhatikan. Konsumen sering kali lebih mengenal pemiliknya daripada bisnisnya.

“Jadi branding usaha dan owner harus seimbang,” ungkapnya.

Pebisnis pemula harus memahami target market yang ingin disasar, apakah menengah atas atau menengah bawah. Jika dalam tiga hingga enam bulan pemilik merasa salah target market dan menu, maka target market harus diubah.

“Pebisnis harus berani mengubah sistem dan strategi bisnis, karena target kita adalah profit.”

“Sebagai pebisnis, harus berani mengesampingkan idealisme dan ego awal karena itu tidak bisa digunakan untuk membayar vendor, karyawan, dan biaya operasional,” sambungnya.

Menurutnya, banyak pebisnis yang mengalami masalah di bisnis F&B namun tetap keras kepala dan tidak mengubah langkahnya, akhirnya bisnis tersebut tumbang dan tutup.

Tidak Bisa Autopilot

Dalam bisnis F&B, pemilik harus terlibat langsung dan tidak bisa menjalankan bisnis secara autopilot. Setidaknya, pebisnis harus mempekerjakan seorang manajer.

“Kalau di Batam, mungkin karena budaya Melayu, dunia F&B tidak terlalu keras dan kasar. Kalau di Bali atau Jakarta, tidak bisa dibayangkan,” ungkapnya.

Menurutnya, keuntungan dari bisnis F&B hanya sekitar 15%. Namun, hal ini tergantung lagi pada kategori bisnisnya. Pemilik harus pandai mengatur keuangan agar bisnis tetap bertahan.

“Bagi pemula bisnis F&B, yang terpenting adalah mengesampingkan ego dan idealisme, fokus pebisnis adalah profit,” ungkapnya. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News