Tes Antigen Berbayar Beratkan Masyarakat, Pengamat: Kebijakan Jangan Sensasional

Tes swab antigen di Pos Penyekatan PPKM Darurat di Km 16, Tanjungpinang-Bintan (Foto: Muhammad Bunga Ashab)

Tanjungpinang – Tes swab antigen yang diterapkan pemerintah di pos penyekatan PPKM Darurat Tanjungpinang dinilai memberatkan masyarakat. Kebijakan itu harus berpihak kepada masyarakat bukan memberatkan.

Alfiandri selaku Pengamat Kebijakan Publik menilai kebijakan Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang mengadakan tes antigen berbayar bagi masyarakat yang yang melintasi wilayah perbatasan Tanjungpinang-Bintan merupakan hal yang tidak tepat, karena memberatkan masyarakat.

Menurutnya, sejumlah masyarakat terpaksa melintasi perbatasan karena adanya urusan yang mendesak. Terlebih lagi, ia menilai bahwa di Pulau Bintan terdapat tiga pemerintahan yakni Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, dan Provinsi Kepri.

“Menjadi pertanyaan ketika orang ke tempat-tempat tertentu bukan untuk berdarmawisata. Karena di sini ada tiga pemerintahan,” kata Alfiandri, Kamis (15/07).

Alfiandri menambahkan bahwa apa yang dilakukan Pemko Tanjungpinang adalah hal yang baik. Akan tetapi, Pemko Tanjungpinang perlu memikirkan keadaan ekonomi masyarakat. Adanya tes antigen dapat dilakukan bagi masyarakat dari luar Pulau Bintan.

“Penyekatan itu harus rasional, bijaksana, dan objektif. Jangan membuat kebijakan yang sensasional,” ucapnya.

Ia menilai bahwa antigen di perbatasan dengan biaya Rp150 ribu dapat menimbulkan pertanyaan publik. Terlebih lagi Pemko Tanjungpinang hanya mempercayakan antigen di perbatasan kepada satu operator yakni Kimia Farma.

“Masyarakat juga bertanya-bertanya pendapatan hasil yang dilakukan oleh Kimia Farma dengan satu operator untuk melakukan sweb antigen,” tuturnya.

Lanjutnya, masyarakat dapat mempertanyakan mekanisme penunjukan Kimia Farma sebagai satu-satunya operator di perbatasan. Pihak Kimia Farma pun dinilai wajib transparan. Hal itu karena sudah masuk pada wilayah publik.

Alfiandri menegaskan, Pemko Tanjungpinang harus bertanggung jawab atas kebijakan yang dikeluarkan. Artinya, Pemko Tanjungpinang harus mempersiapkan segala adminstrasi dari hulu hingga ke hilir berlangsungnya kebijakan.

Sejalan dengan itu, Alfiandri menilai bahwa swab antigen tidak dapat dijadikan tolak ukur. Baginya, yang dapat menjadi tolak ukur dalam pengecekan COVID-19, ialah pada tes PCR.

“Finalnya ada di PCR. Analisa PCR lah yang menentukan seseorang dinyatakan positif atau tidak positif COVID-19. Bukan swab antigen,” tuturnya.

Ia pun meminta agar Pemko Tanjungpinang dapat mencari instrumen lain yang dapat memudahkan masyarakat. Terlebih lagi, Kota Tanjungpinang dan Bintan berada dalam satu daratan.

Alfiandri juga menjelaskan bahwa akan lebih baik apabila masyarakat Pulau Bintan dapat diatur agar tidak ada mobilisasi ke luar pulau. Kedua, masyarakat yang keluar dan masuk ke pulau Bintan, dapat betul-betul di testing, tracking, dan treatment.

Oleh sebab itu, Alfiandri menegaskan bahwa antigen berbayar di perbatasan yang saat ini diterapkan oleh Pemko Tanjungpinang sangat memberatkan masyarakat.

“Tolong dihentikan itu swab antigen. Karena itu memberatkan masyarakat. Rp150 itu kalau dibelikan nasi bungkus dapat tujuh bungkus. Diberikan kepada orang miskin, itu sudah menyelamatkan nyawa mereka,” tegasnya.

Sebagaimana perbandingan harga tes usap antigen di Tanjungpinang, seperti di Klinik Nayla hanya Rp130.000, di Laboratorium Klinik Bintang Medical Center Rp150.000 dan Bandara RHF Tanjungpinang Rp200.000.

Dari sekian tempat klinik itu masih ada yang jauh lebih murah dibandingkan harga yang diterapkan Kimia Farma sebagai operator di pos penyekatan. (*)

Pewarta: Muhammad Chairuddin

Redaktur : Muhammad Bunga Ashab