Tingginya Konsumsi Air Tanah dan Ancaman Jakarta Tenggelam

Tingginya Konsumsi Air Tanah dan Ancaman Jakarta Tenggelam
Foto aerial kawasan tanggul laut di Muara Baru, Jakarta, Sabtu (18/12/2021). ANTARA/Dhemas Reviyanto

Jakarta – Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada 27 Juli 2021 soal Jakarta akan tenggelam dalam 10 tahun ke depan sontak menjadi perhatian publik Tanah Air hingga dunia internasional.

Pemimpin berusia 75 tahun tersebut berpidato di Kantor Direktur Intelijen Nasional AS soal ancaman yang dihadapi dunia saat ini. Menurut dia, perubahan iklim merupakan ancaman terbesar pada era modern yang berpotensi menimbulkan krisis ekonomi, politik hingga sosial.

Dari sekian banyak pengalaman di dunia, Biden menyinggung Jakarta yang diperkirakan akan tenggelam sebagai salah satu dampak perubahan iklim, sehingga membuat pemerintah Indonesia berencana memindahkan ibu kotanya.

“Apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksi benar dalam 10 tahun mendatang, mereka kemungkinan harus memindahkan ibu kotanya karena akan berada di bawah (permukaan) laut,” ujar Joe Biden.

Baca juga: Ancaman Tenggelam hingga Tsunami Jakarta dan Mitigasi Bencana

Namun, jauh sebelum itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga pernah melontarkan penyataan yang sama dalam rapat terbatas membahas Reklamasi Teluk Jakarta pada 27 April 2016. Bahkan, Jokowi memprediksi, jika dibiarkan dan tak ditanggulangi, seluruh Jakarta Utara akan tenggelam pada 2030 mendatang.

“Data yang saya terima penurunan muka tanah di DKI sudah sangat mengkhawatirkan, rata-rata 7,5 cm sampai 12 cm,” katanya kala itu.

Namun, pemicu yang mengancam Jakarta akan tenggelam bukanlah satu-satunya akibat perubahan iklim. Ada beragam faktor yang membuat sejumlah pihak khawatir, lama-lama beberapa kawasan di Jakarta akan semakin tenggelam.

Konsumsi Air Tanah

Selain permukaan air laut meningkat, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan ancaman Jakarta tenggelam juga disebabkan penurunan muka tanah yang dipicu konsumsi air tanah yang tinggi.

“Jadi Jakarta ini dua, air laut naik dan permukaan tanah turun,” kata Anies ketika menjadi pembicara webinar Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) pada beberapa waktu lalu.

Konsumsi air tanah di Ibu Kota terbilang tinggi pada beberapa tahun terakhir seiring tingginya pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta.

Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta yang diunggah Unit Pengelola Statistik Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik DKI pada laman statistik.jakarta.go.id, konsumsi air tanah mencapai 8,15 juta meter kubik pada statistik 2018.

Baca juga: MUI: Jangan Anggap Enteng Prediksi Jakarta Tenggelam

Jumlah itu diperkirakan meningkat dengan realisasi periode Januari-September 2019 mencapai 6,69 juta meter kubik.

Berdasarkan wilayah, Jakarta Selatan merupakan daerah yang mengonsumsi air tanah tertinggi di Jakarta, yakni sebesar 4,34 juta meter kubik pada 2018.

Sebaliknya, produksi air bersih yang disalurkan melalui jaringan pipa pemerintah ke masyarakat terbilang lebih rendah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta yang merilis statistik air bersih 2017-2019, volume produksi air bersih pada 2019 mencapai 553.518 meter kubik. Sedangkan total produksi air bersih tahun 2019 yang terjual ke pelanggan sebesar 511.854 meter kubik.