Tugu Pensil Kota Tanjungpinang bukan lah sembarang tugu. Tugu ini adalah monumen simbol keberhasilan dalam memerangi kebutaan huruf dan penghargaan bagi Kepulauan Riau yang bersih dari bayang-bayang buta huruf melalui program Pemberantasan Buta Huruf (PBH) pada tahun 1960-an.
Bentuknya yang menyerupai pensil menjulang tinggi ke langit, melambangkan kejayaan dalam menuliskan masa depan yang cerah. Ujungnya yang runcing menunjukkan ketajaman dan kegigihan dalam menghadapi tantangan buta huruf. Bagian bawahnya, yang tak langsung menyentuh tanah, memberi kesan melayang seperti karya seni abstrak yang hidup.
Menurut Peneliti Pusat Riset Kewilayahan, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Dedi Arman, di tahun sebelum berdirinya tugu itu, Tanjungpinang telah mendirikan sekolah, salah satunya SMA Negeri 1 Tanjugpinang yang berdiri Agustus 1956.
Selain itu, fasilitas pendidikan di Tanjungpinang kala itu juga telah memadai. “Saya pikir itu menjadi salah satu dasarnya tugu ini ada. Pendidikan merupakan bentuk melawan buta huruf,” kata Dedi, Kamis, 11 Januari 2024.
Tugu itu kini seolah menjadi saksi bisu perjuangan melawan kebodohan, menunjukkan komitmen keras masyarakatnya untuk memerangi buta huruf.
Tugu Pensil merupakan karya brilian dari putra daerah, Ir. Nizar Nasir. Pembangunan tugu dimulai pada pertengahan tahun 1962, diawali dengan peletakan batu pertama yang dihadiri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Prof. Prijono. Dengan perjalanan waktu, Tugu Pensil bukan hanya menjadi monumen sejarah, melainkan juga pusat kegiatan masyarakat terletak di sebuah tempat bernama Taman Tugu Pensil.
Taman Tugu Pensil berada jalan Haji Agus Salim, di tepi laut Tanjungpinang. Di sekitarnya, terdapat pemukiman penduduk, dihuni oleh masyarakat yang dikenal sebagai warga Turki alias Teluk Keriting.
Pepohonan rindang, lapangan voli, jogging track, arena fitness, dan berbagai fasilitas lainnya melengkapi keindahan sekitar. Terlebih lagi, prasasti Gurindam 12 karya Raja Ali Haji yang menghiasi taman, memberikan nuansa kearifan lokal dan kekayaan sastra daerah.
Banyak hal bisa dilakukan di sekitar tempat itu, jogging, olahraga, atau sekadar bersantai dengan makan, mengunjungi pantai, berolahraga, menikmati pertandingan voli, atau hanya berjalan-jalan dan berfoto.
Akses menuju monumen bersejarah itu pun tak sulit. Angkot, ojek, berjalan kaki, atau menggunakan kendaraan pribadi melalui jalan raya memberikan pilihan akses yang nyaman.
Sementara untuk yang datang dari jauh, Kota Tanjungpinang dapat dijangkau melalui akses udara, laut, atau darat. Sebuah perjalanan yang tak hanya membawa kita melintasi ruang, tetapi juga waktu, meresapi kekayaan budaya dan keindahan alam yang terpatri dalam setiap detiknya.
Selain itu, daya tariknya tidak hanya terletak pada keindahan alam. Namun, taman ini ditempatkan di pinggir jalan yang ramai dilalui oleh lalu lintas kendaraan. Keberadaannya yang strategis memberikan peluang bagi para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) untuk mengais rezeki.(*)