Tuyul Sosok Populer Bisa Curi Uang, Mengapa Tidak Mencuri di Bank?

Ilustrasi sosok makhluk halus Tuyul. (Foto:Dok/Pinterest)

Hai sahabat Ulasan. Pastinya Anda sudah tidak asing dengan cerita sosok makhluk halus yang sering dikaitkan dengan pencurian uang.

Dialah tuyul, yang selama ini sosok yang populer dalam cerita rakyat. Tuyul banyak dipercaya orang bisa mencuri uang dari rumah ke rumah.

Mitos atau fakta, namun cerita tuyul mencuri uang masih terdengar di masyarakat daerah-daerah tertentu hingga saat ini.

Tetapi anehnya, jika tuyul bisa mencuri uang namun belum ada kasus bank yang merasa kehilangan uang akibat digasak tuyul yang misterius itu.

Lantas apakah bisa tuyul melakukan pencurian ke bank yang menyimpan banyak uang? Atau minimal melakukan pencurian atas saldo e-money. Mungkinkah?

Terkait informasi soal jawaban dari pertanyaan ini. Ada yang menyebutkan tuyul takut terhadap logam karena uang di bank tersimpan di dalam brankas yang rapat dan sistem pengamannya yang rumit.

Bahkan ada juga yang menyebutkan di bank terdapat ‘penjaga’ berupa makhluk halus lain yang paling ditakuti tuyul.

Nah jawaban-jawaban tersebut hanya sebatas dugaan dari suatu hal yang memang tak logis. Namun, terlepas dari apa jawaban dari pertanyaan tersebut, satu hal pasti terdapat alasan sains di balik cerita mistis tuyul.

Alasan inilah yang dapat mematahkan keberadaan tuyul, dan juga alasan kenapa tuyul tidak mencuri uang ke bank atau mengambil saldo e-money seseorang.

Awal mula tuyul selalu dikaitkan pencurian uang

Dalam memahami penjelasannya, kita harus memundurkan waktu ke tahun 1870. Kala itu, Belanda meresmikan kebijakan pintu terbuka atau liberalisasi ekonomi menggantikan sistem tanam paksa.

Sekilas perubahan ini membawa angin segar, karena dianggap mampu menyejahterakan masyarakat. Namun, kenyataannya tidak.

Menurut Jan Luiten van Zanden dan Daan Marks, dalam Ekonomi Indonesia 1800-2010 (2012), liberalisasi ekonomi justru melahirkan rezim kolonial baru yang di dalamnya terjadi pengambilalihan perkebunan rakyat, untuk diubah menjadi perkebunan besar dan pabrik gula.

Kemudian situasi ini membuat kehidupan masyarakat terpuruk, khususnya para petani kecil di Pulau Jawa yang semakin terperosok ke dalam jurang kemiskinan. Sebab mereka tak lagi memiliki kuasa atas lahan perkebunan mereka.

Di sisi lain ada juga masyarakat yang sejahtera dari sistem ini. Mereka adalah pedagang, baik dari kalangan pribumi atau Tionghoa, yang dalam sekejap mereka pun menjadi orang kaya baru.

Kenaikan pesat kekayaan mereka lantas menimbulkan keheranan bagi para petani yang kian melarat itu. Para petani bingung dari mana asal-usul kekayaan mereka.

Perlu diketahui saat itu para petani hidup apa adanya. Menurut Ong Hok Ham dalam Wahyu yang Hilang Negeri Yang Guncang (2019), mereka menganut sistem subsisten.

Artinya bertani sekedar cukup untuk konsumsi sendiri. Jika ada hasil tani lebih, maka akan diberi sebagai upeti atau dijual.

Akibatnya mereka punya pandangan kalau pemupukan kekayaan adalah proses yang terbuka. Maksudnya, tiap orang harus melewati proses, dan usaha jelas yang dapat dilihat oleh mata orang lain.

Masalahnya, mereka tidak melihat kerja keras dari orang kaya baru itu. Terlebih mereka tidak dapat membuktikan asal usul kekayaannya jika ditanya para petani. Akibanya timbul rasa iri dan kecemburuan di tengah masyarakat.

Menurut George Quinn dalam “An Excursion to Java’s Get Rich Quck Tree” (2009)”, para petani selalu beranggapan datangnya kekayaan harus dipertanggungjawabkan.

Maka ketika orang kaya gagal mempertanggungjawabkan asal kekayaannya, para petani iri dan menuduh uang itu hasil pencurian.

Namun dikarenakan kental dengan pandangan mistik, para petani memandang pencurian itu berkat kerja sama orang kaya dengan makhluk supranatural dan kasat mata. Salah satunya tuyul.

Tuyul adalah sosok mitologi Jawa yang sudah dikenal sejak lama. Bentuknya makhluk halus, atau hantu berbadan kecil dan botak yang dapat dipelihara.

Jadi para petani yang iri selalu menuduh orang kaya baru menggunakan cara haram dalam memperoleh kekayaan.

Akibat tuduhan itu, tulis Ong Hok Ham dalam buku lain berjudul Dari Soal Priyayi sampai Nyi Blorong (2002), membuat pedagang dan pengusaha sukses kehilangan status di masyarakat.

Mereka dianggap ‘hina’ karena memupuk kekayaan dari cara haram yakni bersekutu dengan setan. Padahal ini semua terjadi akibat perubahan kebijakan kolonial Belanda, yang membuat pengusaha tertimpa durian runtuh.

Ketidaksukaan para petani terhadap orang yang kaya mendadak tidak hanya berdampak pada hubungan personal semata, melainkan lebih dari itu. Akibatnya, terjadi perubahan transaksi barang oleh orang kaya.

Orang kaya kemudian cenderung membeli barang yang tidak menunjukkan kekayaan mereka sesungguhnya, seperti emas atau barang-barang mewah. Apabila mereka membeli tanah atau rumah, maka mereka akan dituduh memelihara setan atau tuyul oleh petani.

Tuduhan yang tidak berdasar ini membuat popularitas tokoh tuyul sebagai subjek mistis dalam hal kekayaan semakin meningkat, dan terus populer sampai saat ini di Indonesia.

Terlebih lagi masyarakat Indonesia yang selama bertahun-tahun hidup secara agraris, makin melanggengkan imajinasi dan tuduhan menggunakan tuyul.

Kepercayaan mistis dan budaya lokal

Kepercayaan dalam mitos dan budaya lokal menjadi salah satu alasan orang memelihara tuyul adalah, karena keyakinan dan penghormatan terhadap mitos dan budaya lokal yang berkembang.

Di berbagai daerah di Indonesia, cerita tentang tuyul telah menjadi bagian dari warisan budaya dan diturunkan dari generasi ke generasi.

Orang-orang percaya bahwa tuyul adalah makhluk kecil yang memiliki kekuatan magis untuk mencuri harta, dan mereka berharap dapat memanfaatkan kekuatan ini untuk mendapatkan kekayaan atau kesejahteraan.

Bahkan cerita yang berkembang seperti di tanah Jawa, ada pesugihan tuyul yang bisa menjanjikan memberikan kekayaan.

Dorongan sosial

Beberapa orang mungkin tertarik untuk memelihara tuyul karena mereka merasa terpikat dengan keunikan makhluk halus tersebut. Sensasi menjadi bagian dari dunia yang dianggap misterius dan magis tentunya dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian orang.

Selain itu, mereka juga mungkin merasa tertarik untuk mencoba ‘eksperimen’ dengan keyakinan dan tradisi yang berbeda dari kebanyakan orang.

Meskipun alasan-alasan ini bisa menjadi motivasi bagi sebagian orang untuk memelihara tuyul. Nammun penting untuk diingat bahwa keberadaan tuyul dan kemampuan mereka untuk mencuri harta tidaklah dapat dibuktikan secara ilmiah.
Dengan adanya kepercayaan dan budaya lokal yang melibatkan makhluk gaib seperti tuyul, harus dilihat sebagai aspek kebudayaan dan tradisi yang perlu dihormati. Namun tetap dalam batas-batas kenyataan dan kebijaksanaan.