IndexU-TV

Urgensi Ekonomi Biru dan Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan di Kepri

Prof. Dr. Henry Eryanto,
Prof. Dr. Henry Eryanto, M.M Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta. (Foto: Dok Prof. Dr. Henry Eryanto)

Penulis: Prof. Dr. Henry Eryanto, M.M Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Sejak tahun 1960-an komunitas internasional telah menaruh perhatian pada aspek pembangunan berkelanjutan, tantangan penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan, serta mengamankan tujuan ekonomi-sosial secara jangka panjang (Eikeset, Mazzarella, et.al 2018). Bahwa adanya konsep ekonomi biru sebagai upaya untuk memberi perlindungan atas ancaman akibat degradasi pembangunan, seperti tertuang dalam tujuan SDG`s bahwa pembangunan ekonomi harus bersifat inklusif dan berwawasan lingkungan serta perlunya menyoroti keseimbangan antara dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan hidup sebagai upaya menciptakan pembangunan berkelanjutan yang kaitannya dengan ruang laut (Voyer, et.al 2018).

Hal ini lantas telah meneguhkan betapa pentingnnya ekonomi biru (blue economy) sebagai potensi bangsa Indonesia hari ini untuk dikembangkan sebagai agenda pembangunan berkelanjutan terutama dengan adanya gagasan bahwa kesehatan ekosistem laut yang berkelanjutan merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi biru.

Sama halnya dengan gagasan mengenai ekonomi hijau (green economy) yang mendukung visi konservasi dan pembangunan yang disusun berdasarkan teknologi yang ramah lingkungan, Hal ini juga serupa dengan tujuan ekonomi biru sebuah konsep yang berupaya membendung hilangnya keanekaragaman hayati sekaligus memberikan dorongan pembangunan ekonomi dengan mengintegrasikan kepentingan lingkungan dan ekonomi.

Pada mulanya gagasan mengenai ekonomi biru hanya mendorong produk perikanan yang bernilai ekonomi, namun demikian konsep tersebut saat ini telah berkembang luas mencangkup kelangsungan ekosistem laut sebagai kontribusi utama pendapatan terbesar di Indonesia, akan tetapi konsep itu kini telah meluas dan berlanjut memikirkan ekosistem laut dan melarang eksploitasi berlebihan terhadap ruang laut.

Menindaklanjuti kunjungan Senat Universitas Negeri Jakarta di Universitas Maritim Raja Ali Haji dan PEMPROV KEPRI tanggal 25 s/d 27 September 2024 dalam rangka memperluas jaringan Kerjasama di bidang kelautan dan pariwisata, pada tanggal 4 Oktober 2024 dalam kuliah umum di Fakultas Ekonomi Bisnis Maritim saya diminta sebagai narasumber untuk menyampaikan materi tentang “Model Pengembangan Ekonomi Biru dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Studi Kasus Provinsi Kepulauan Riau.”

Menurut hemat saya bahwa Pengembangan ekonomi biru pada dasarnya sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33 sebagai landasan perekonomian dan pengelolaan sumber daya alam.

Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan, cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

Dengan dasar itu bahwa pengembangan ekonomi biru bagi Kepulauan Riau menjadi pondasi ekonomi utama dan harus mengacu pada aspek pembangunan yang berkelanjutan. Kenyataan ini menegaskan bahwa pengembangan sektor ekonomi biru meliputi berbagai sektor penting diantaranya perikanan, pariwisata, transportasi, energi terbarukan, pengelolaan limbah, dan mitigasi perubahan iklim/mengurangi resiko perubahan iklim.

Dengan begitu pertumbuhan ekonomi biru diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan secara holistik untuk meningkatkan ekonomi regional maupun nasional.

Indonesia memiliki tiga alur laut kepulauan di Indonesia dengan potensi nilai perdagangan 1.5 juta dollar AS perhari atau setara dengan sekitar 18 miliar perhari. Nilai perekonomian dari laut Indonesia diperkirakan mencapai 3 trilliun sampai 5 trilliun dollar AS setara Rp. 36.000 sampai 60.000 trilliun pertahun (Suroso, 2015).

Potensi pengembangan ekonomi biru dan ekonomi masyarakat pesisir di provinsi Kepulauan Riau (Kepri) masih prospektif dan menggairahkan untuk dikelola dan dikembangkan mengingat potensi ketersediaan potensi sumber daya alam, kelautan, maritim, yang prospektif dan sangat luar biasa.

Secara geografis Provinsi Kepri menjadi kawasan potensial mengingat wilayah tersebut juga berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Kamboja. Sedangkan perbatasan dengan Provinsi Indonesia antara lain sebelah utara berbatasan dengan Provinsi kalimantan Barat, Timur dengan Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi, dan sebelah Barat berbatasan langsung dengan Provinsi Riau.

Demikian luasnya wilayah laut tersebut, hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Kehidupan sehari-hari masyarakat sebagai komunitas masyarakat pesisir sangatlah bergantung pada sumber daya kelautan sebagai sumber daya utama dalam kehidupan sehari-hari.

Sehingga dengan kondisi lokasi yang strategis tersebut maka wilayah Kepulauan Riau dapat dikembangkan menjadi wilayah ekonomi biru/ekonomi maritim di bidang perikanan, pariwisata bahari, perkapalan dan transportasi laut.

Menurut data BPS tahun 2022 bahwa statistik perikanan tangkap dan perikanan budidaya di provinsi Kepualauan Riau mencapai 329.084 ton, dan 6.974-ton merupakan hasil tangkapan dan sisanya merupakan hasil budidaya. Dengan rasio total jumlah penduduk sebanyak 2.179.800 orang.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu adanya pengembangan ekonomi biru/ekonomi maritim di bidang perikanan, untuk meningkatkan melalui pelatihan pada bidang perikanan, kemudahan ketersediaan sumber permodalan usaha, ketersediaan bahan bakar kapal untuk nelayan, ketersediaan peralatan dan teknologi penangkapan ikan, budidaya pengelelolaan ikan laut, koperasi nelayan, kemudahan distribusi dan penyaluran ikan, dan kemampuan nelayan memproduksi ikan menjadi agro industri

Sementara itu produk pada wisata bahari juga telah diidentifikasi terutama pada wilayah seperti Batam, Bintan, dan Karimun Porvinsi Kepulauan Riau seperti untuk pengembangan ekonomi berbasis wisata bisnis, wisata pantai, wisata alam, maupun wisata olahraga.

Selanjutnya pada sektor perkapalan dan transportasi laut dapat dilihat pada ketersediaan pabrik pembuatan kapal laut, jasa bengkel perbaikan kapal nelayan, transportasi masyarkat, kemudahan bahan bakar untuk kebutuhan sehari-hari, kelengkapan peralatan keamanan trasportasi laut, kelayakan dermaga, penetapan standar ongkos penumpang transportasi laut, penerapan regulasi dan kebijakan mengenai transportasi laut.

Beberapa sektor tersebut merupakan sumber yang sangat potensial bagi kemajuan ekonomi regional maupun nasional. Dengan catatan perlu adanya pengembangan melalui peran pendampingan kepada masyarakat dan menetapkan target untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berbasis masyarakat maupun kelembagaan seperti koperasi.

Dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat pesisir yang dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi daerah maritim, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

Ketersediaan pendampingan kegiatan pengembangkan potensi wilayah pesisir dan pantai berlandaskan budaya dan kearifan lokal.

Peranan dan partisipasi stakeholders/investor memfasilitasi masyarakat untuk pengembangan perekonomian diwilayah pesisir dan pantai.

Pendampingan pemerintah setempat/Desa untuk mengelolah dan meningkatkan potensi sumberdaya alam (perikanan tangkap, budidaya tambak, industri pengolahan ikan, dan wisata pantai).

Kegiatan pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pendidikan, pelatihan, seminar untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia.

Masyarakat pesisir memiliki kelembagaan desa sebagai media/sarana pengembangan ekonomi (kopersasi nelayan).

Dana usaha produktif bergulir untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang menjadi pilihan dari masyarakat pesisir.

Pemberdayaan pengembangan kreativitas industri kecil pesisir yang menghasilan industri rumah tangga masyarakat dari hasil alam.

Pemberdayaan usaha perikanan dan laut melalui program klasterisasi peralatan tangkap, distribusi dan pemasaran hasil perikanan.

Tentunya hal tersebut di atas juga harus didukung oleh adanya program jaminan kesehatan atau BPJS gratis, kemudahan transportasi, tersedianya pelabuhan, sarana pendidikan dan kesehatan, kemudahan dalam memperoleh bantuan modal usaha, tersedia beasiswa bagi siswa dan mahasiswa anak-anak masyarakat pesisir yang melanjutkan pendidikan, ketersediaan unit usaha koperasi masyarakat pesisir sebagai wadah perekonomian, adanya pelatihan bagi masyarakat pesisir dalam rangka mengembangkan 3 sektor ekonomi biru/ekonomi maritim, jaminan keamanan dan ketertiban di daerah lingkungan tempat tinggal masyarakat pesisir.

Menurut data terakhir bahwa pengembangan ekonomi biru bidang perikanan berpengaruh positif terhadap peningkatan daya saing daerah maritim di provinsi Kepulauan Riau sebesar 32.3 persen bidang pariwisata 29,9 persen, dan perkapalan dan transportasi laut memiliki pengaruh positif sebesar 18.6 persen terhadap peningkatan daya saing sebagai kawasan ekonomi biru. Artinya bahwa ekonomi biru berhasil memberi dampak positif terhadap model pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir.

Tugas pemerintah kiranya perlu membuat regulasi dan penetapan matrik maupun roadmap sebagai peta jalan pada skala prioritas dalam pengembangan ekonomi biru/ekonomi maritim dan ekonomi masyarakat pesisir serta menetapkan hal ini sebagai agenda pembangunan yang berkelanjutan. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News

Exit mobile version