Warga Bertaruh Nyawa Tangkap 13 Ekor Buaya Lepas di Pulau Bulan

Buaya
Salah satu buaya yang ditangkap warga. (Foto: Dok/Moh. Safid)

BATAM – Sedikitnya sudah 13 ekor buaya ditangkap warga yang lepas dari penangkaran PT Perkasa Jagat Karunia (PJK), Pulau Bulan, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Ketua Pokmaswas Kecamatan Bulang, Mohon Safid, menyampaikan bahwa penangkapan buaya berlangsung dengan penuh risiko sehingga masyarakat menuntut tanggung jawab perusahaan dan meminta kompensasi.

“Baru pagi ini kami menangkap satu ekor lagi, jadi total tangkapan sekarang 13 ekor. Semua buaya ini dari penangkaran, bukan buaya liar, soalnya kalau liar tidak berkeliaran seperti ini,” ujar Safid, Jumat 17 Januari 2024.

Menurutnya hingga kini masyarakat masih dihantui rasa takut untuk beraktivitas di laut. Ditambah lagi masyarakat harus turun langsung menangkap buaya. “Jangankan nelayan, ibu-ibu anak-anak pun ketakutan,” ujarnya.

Beberapa lokasi penangkapan diantaranya Pulau Mengkada, Pulau Buluh, Pulau Saraya, Pulau Geranting, hingga Teluk Baku. Disamping itu masih banyak buaya yang belum tertangkap dan diduga berkeliaran di perairan sekitar bahkan muncul di permukiman warga.

“Harus ditangkap satu-satu. Satu buaya menghabiskan waktu dua hingga tiga jam,” ujarnya.

Proses penangkapan dilakukan menggunakan alat tradisional bernama Ibul, yakni tombak bermata kecil yang melumpuhkan buaya tanpa membunuh.

“Ibul ini langsung mengunci buaya dengan tali, sehingga bisa ditangkap. Saat ini buaya terbesar yang tertangkap ukurannya 4 meter lebih. Kalau yang 5-6 meter kami pikir-pikir lagi karena kekuatannya diatas 10 orang,” jelas Safid.

Safid mengungkapkan bahwa hingga kini upaya penangkapan buaya masih swadaya oleh masyarakat. Iya menyayangkan kurangnya kontribusi dari PT PJK. Padahal setiap buaya yang ditangkap langsung dipulangkan warga ke perusahaan itu.

Ia juga menyinggung tidak transparannya perusahaan itu maupun pemerintah terkait jumlah pasti buaya yang lepas ke perairan.

“Dari pihak perusahaan memang turun, tapi mereka mondar mandir saja tidak ikut menangkap. Data buaya lepas pun masih ditutupi, mereka bilang kadang 5 ekor kadang 10 ekor, sedangkan yang tertangkap 13, mau pakai data yang mana, jangan-jangan 510 ekor,” ujarnya.

Ia menilai pihak perusahaan seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap penanganan buaya tersebut. “Masyarakat bertaruh nyawa menangkap buaya ini. Perusahaan mestinya menghargai usaha masyarakat semaksimal mungkin,” ujar Safid.

Masyarakat Berharap Kompensasi

Selain itu masyarakat di sekitar Pulau Bulan juga menuntut kompensasi kepada PT Perkasa Jagat Karunia (PJK) imbas dari insiden lepasnya buaya dari penangkaran perusahaan tersebut.

Safid menyampaikan sejumlah tuntutan masyarakat. Pertama, ia menegaskan bahwa masyarakat nelayan menuntut kompensasi terkait insiden itu karena mereka tidak bisa beraktivitas di laut.

“Kami minta persoalan ini diselesaikan sesuai dengan nyawa yang kami pertaruhkan. Kami mohon dukungan sepenuhnya baik akomodasi seperti Bahan Bakar Minyak selama pencarian dilakukan,” ungkapnya.

Kedua, meminta perusahaan transparan memberikan data jumlah buaya yang lepas kepada masyarakat dan pemerintah. Ia menekankan jika ditemukan pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) maka masyarakat meminta izin peruhaan dicabut dan digugat secara pidana.

“Jadi ada ketenangan, jangan membuat situasi yang ambigu di tengah masyarakat,” ujarnya.

Ketiga, Safid juga menyayangkan imbalan yang diterima masyarakat berkisar antara Rp600 ribu hingga Rp1 juta rupiah per ekor buaya yang ditangkap. Bukan tanpa sebab, angka ini dinilai kecil dan tidak sesuai dengan resiko dan modal yang dikeluarkan nelayan.

“Bahkan ada warga yang hanya diberikan Rp600 ribu setelah bertaruh nyawa menangkap buaya,” jelasnya.

Baca juga: Nelayan Terancam, HNSI Kepri Kritik Penanganan Buaya Lepas di Pulau Bulan Lamban

Begitu juga pemerintah, menurutnya koordinasi ke masyarakat kurang maksimal dan terkesan bergerak secara terpisah. Sejauh ini hanya Bakamla dan PSDKP yang intens mendampingi masyarakat.

“Memang kami apresiasi TNI/Polri dan pemerintah setempat turun, tapi mereka dalam grup tersendiri dengan perusahaan. Maksud kami kalau bisa berkordinasi dan libatkan masyarakat kedalam grup agar sama-sama ditangani” harapnya mengakhiri wawancara. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News