BINTAN – Masyarakat Desa Numbing, Kecamatan Bintan Pesisir, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, menolak rencana tambang pasir laut di wilayah perairan mereka.
Penolakan ini mengemuka dalam konsultasi publik yang digelar PT Berkah Lautan Kepri di Gedung Serbaguna Desa Numbing, Dusun I, pada Ahad20 April 2025. Perusahaan tersebut memaparkan rencana pengelolaan hasil sedimentasi laut di kawasan sekitar desa.
Ketua RT 10/RW 01 Dusun I, Radiayanto, mengatakan kegiatan ini merupakan kali kedua setelah sebelumnya dilakukan oleh PT Galian Sukses Mandiri pada Maret 2025. Lokasi tambang rencananya berada di perairan antara Pulau Terlih dan Tanjung Subuh, sekitar enam mil dari Desa Numbing.
“Sejak pertemuan pertama, masyarakat dan para nelayan sudah menyatakan penolakan. Kini perusahaan berbeda, tapi maksudnya tetap sama,” ujar Radiayanto.
Ia khawatir aktivitas pengerukan pasir akan merusak ekosistem laut, yang selama ini menjadi tumpuan hidup masyarakat nelayan. “Kalau laut rusak, dari mana kami mencari ikan? Ini bukan cuma soal proyek, ini soal masa depan kami,” katanya.
Radiayanto menyebut, kabarnya perusahaan sudah mengantongi izin dari Kementerian Kelautan RI. Namun, menurutnya masyarakat merasa seperti tidak punya pilihan. “Kami seperti buah simalakama,” ujarnya.
Ia menegaskan, sejak dahulu laut di sekitar Desa Numbing tidak pernah disentuh oleh perusahaan swasta. “Kami tidak tahu siapa yang sebenarnya diuntungkan. Negara? Atau perusahaan? Yang jelas, kami mencari nafkah di laut ini,” katanya.
Suara senada datang dari Sapriadi, seorang nelayan Desa Numbing yang juga menolak keras rencana pengerukan pasir laut. Menurutnya, dampak kerusakan tak hanya akan dirasakan sekarang, tetapi juga oleh generasi mendatang.
“Walau diberi dana kompensasi, saya tetap menolak. Ini bukan soal uang. Ini soal hidup banyak orang,” tegasnya.
Di sisi lain, Direktur PT Berkah Lautan Kepri, Jusri Sabri, mengatakan bahwa penolakan adalah hal yang wajar dalam proses konsultasi publik. “Semua aspirasi masyarakat kami tampung,” ujarnya usai kegiatan.
Baca juga: Meriah! 252 Perahu Adu Cepat di Bintan Jong Race Festival 2025
Ia menjelaskan, perusahaan akan menyalurkan dana kompensasi jika pengerukan dimulai. Nelayan akan menerima Rp2 juta per bulan, warga pesisir Rp1,5 juta, dan masyarakat di darat Rp750 ribu. Dana tersebut akan disalurkan melalui Bank Riau sebelum pengerjaan dimulai.
Perusahaan juga mengklaim telah mengantongi izin lokasi seluas 2.017,10 hektare, yang diterbitkan pada 10 Maret 2025. Saat ini, mereka sedang menyelesaikan kajian lingkungan (AMDAL) dan akan mengurus kuota ekspor ke Singapura sebesar 50.000 meter kubik. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News