Zuriah Hang Tuah ke-11 Bintan: Hanya Orang Menyanyah Ragu Silsilah Mereka

Zuriah Hang Tuah ke-11 dari Bintan
Zuriah Hang Tuah ke-11 dari Bintan, Mohammad Amin (kanan)dan Asyim Sofyan. (Foto: Muhammad Bunga Ashab)

TANJUNGPINANG – Zuriah Hang Tuah ke-11 dari Bintan, Mohammad Amin dan Asyim Sofyan, merespons pihak yang meragukan keturunan keluarganya. Menurut Amin, mereka itu hanya orang menyanyah atau merepet.

“Orang menyayah aja itu (orang yang ragu). Gara-gara apa dia memiliki keraguan keturunan kami?” kata Amin ditemui di Kafe Qozy, Kota Tanjungpinang, Rabu 19 Juni 2024.

Amin menyampaikan, selama ini pihaknya tidak mempersoalkan keturunan orang lain. Namun, kenapa ada orang yang mempersoalkan mereka sebagai zuriah Hang Tuah dari Bintan. “Kami tidak ada mengatakan orang begini-begini, kenapa pula dia (orang ragu) mengatakan begini-begini kepada kami,” ujarnya.

Padahal, kata Amin, semua keturunan zuriah Hang Tuah di Malaysia dan Singapura mengakui mereka sebagai keturunan Hang Tuah.

“Nenek moyang kami sudah menyatakan kami keturunan Hang Tuah. Kami merujuk ke Melaka dan Singapura bahwa keturunan-keturunan Hang Tuah dibuat Persatuan Warisan Sungai Duyung di Melaka. Kami sudah ada ikatan dan silsilahnya sudah jelas,” tegasnya.

Amin menegaskan, terkait keturunan keluarganya tidak ingin buka-bukaan kepada orang luar Bentan. “Kami tak mau buka-bukaan, itu rahasia kami, itu ilmu kami, makanya kami tak mau bercerita dengan di luar orang Bintan,” ujarnya.

Keris Hang Tuah dari Bintan
Tiga bilah keris Hang Tuah dari Bintan yang dipamerkan di MITC Melaka, Malaysia. (Foto: Dok Amin)

Amin juga menyinggung orang yang meragukan tiga bilah keris Hang Tuah dari Bintan yang dipamerkan di Melaka International Trade Centre (MITC) Melaka, Malaysia, pada 10 Juni sampai 7 Juli 2024. Menurutnya,  orang meragukannya bukan orang ahli sejarah, bukan peneliti, bukan pewaris sejarah.

“Terkait pusaka keris itu, kami tidak suruh dia menilai, tetapi profesor-profesor dari Malaysia yang menyatakan itu pusaka Hang Tuah,” ujarnya.

Sementara itu, Asyim menambahkan sejak dari awal mereka giat dalam kebudayaan, mereka dianggap sebagai orang gila, karena tidak ada kerjaan lain.

“Kenapa gila, karena orang Bintan menganggap sejarah itu sakral, tidak boleh dibicarakan dan dibuka,” ujarnya.

Asyim melanjutkan, soal silsilah ini sebenarnya tersebar mulai dari Berkapur, Bukit Batu, Buyu sampai ke Tembeling, ada zuriahnya. “Kami bisa menguraikan semuanya, siapa dia, keturunan berapa dia,” katanya.

Bagi orang meragukan keturunan Hang Tuah dari Bintan, Asyim meminta agar menanyakan langsung kepada keluarganya terkait silsilah mereka. Ia menyampaikan, keturunan Hang Tuah di Melaka dan Singapura telah mengakui mereka sebagai keturunan Hang Tuah dari Bentan.

“Tanyakan keluarga kami, jangan tanya kepada orang luar Bintan, kalau mau tahu silsilah kami. Harapan kami sudahlah,” ujarnya.

Di tempat sama, Penulis dan Peneliti Sejarah Bentan, Nuri Che Shiddiq menambahkan, untuk hal-hal krusial, apalagi masalah sejarah bagi orang Bintan adalah tabu.

“Bagi orang Bentan menceritakan sejarah itu adalah tabu. Jadi kalau bukan orang Bentan, bukan orang yang belajar kebatinan di Bentan, tak mungkin dapat menggali orang sebetul-betulnya Bentan,” ujarnya.

Baca juga: Keris Milik Hang Tuah dari Bintan Akan Dipamerkan di Malaysia, LAM Kepri Ragukan Sejarah

Selama dirinya melakukan penelitian sejarah, orang Bentan sangat menjaga silsilahnya dengan baik. Nuri menuturkan, dalam Resam Melayu itu ada tepuk-tepuk tawar, terdiri dari tiga yaitu orang kawin, melahirkan dan mati.

“Yang paling penting itu tepuk-tepung tawar pesta kawin, orang Bentan sangat menjaga silsilahnya, walaupun mereka menghapal silsilah lisan untuk mengakui keturunan. Dibuktikan dengan apa? Ketika mereka mengadakan adat istiadat pernikahan, apa tandanya, misalnya harus tarok padi emas, kalau bukan keturunannya, kualat mereka,” ujarnya.

“Tetapi, kalau mencari makam Hang Tuah takkan ada, sudah jelas di dalam Distrik van Bintan tak ada disebutkan di mana makam Hang Tuah,” ujarnya lagi.

Ia juga menyampaikan soal pusaka Keris Sundang dan dua bilah Keris Hukum (jantan dan betina) yang dipamerkan di Melaka. Keris itu sudah diteliti beberapa profesor, salah satunya Profesor Rohaidah peneliti Hang Tuah yang sudah sampai ke Jepang dan India.

“Profeser Rodiah begitu melihat langsung bekecut, artinya itu betul dari Hang Tuah,” ujarnya.

Untuk itu, ia meminta bagi orang merasa sebagai sejarawan tentunya harus memiliki tulisan yang jelas dan penelitian yang jelas, serta turun ke lapangan meneliti.

“Ketika orang mengaku sebagai sejarawan itu harus memiliki tulisan yang jelas,” pungkasnya. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News