224 Spesies Baru Ditemukan di Wilayah Mekong

WWF Temukan 224 Spesies Baru di Wilayah Mekong
Arsip--Seekor burung bulbul, salah satu spesies baru yang ditemukan di wilayah Sungai Mekong pada 2009 dan telah dipaparkan oleh laporan Internasional WWF yang dikeluarkan menjelang Konvensi PBB atas Keragaman Biologi di Nagoya, Jepang, 2010. (Foto: Antara/Reuters/WWF Greater Mekong/Iain Woxvold/Handout/djo/10 (Reuters/HO)

Bangkok – Kelompok konservasi World Wildlife Fund (WWF) laporkan temuan sebanyak 224 spesies baru hewan dan tumbuhan di wilayah yang dilalui aliran sungai Mekong pada 2020.

Menurut WWF ada seekor kadal air bertanduk setan, bambu tahan kekeringan, dan seekor monyet yang dinamai berdasarkan nama gunung berapi termasuk di antara 224 spesies baru yang ditemukan di wilayah Mekong Besar (Greater Mekong) pada 2020 meskipun ada “ancaman hebat” hilangnya habitat di wilayah tersebut.

Penemuan spesies baru yang tercantum dalam laporan WWF itu termasuk seekor tokek batu baru yang ditemukan di Thailand, spesies pohon murbei di Vietnam, dan katak berkepala besar di Vietnam dan Kamboja.

Vietnam dan Kamboja merupakan dua negara yang terancam deforestasi.

Penemuan 224 spesies baru hewan dan tumbuhan itu menyoroti keanekaragaman hayati yang kaya di wilayah Mekong, yang meliputi Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja, dan Vietnam.

Penemuan spesies baru itu juga merupakan bukti ketahanan alam dalam bertahan hidup di habitat alami yang terfragmentasi dan terdegradasi, kata WWF.

Baca Juga : 

Penyu Terbesar di Dunia Muncul di Pantai Paloh Kalbar

“Spesies-spesies ini luar biasa, produk indah dari evolusi jutaan tahun, tetapi berada di bawah ancaman besar, dengan banyak spesies punah bahkan sebelum mereka dideskripsikan,” ujar K. Yoganand, pemimpin regional WWF untuk penanganan satwa liar dan kejahatan terhadap satwa liar di wilayah Mekong.

Area yang dilalui sungai Mekong adalah rumah bagi beberapa spesies yang paling terancam punah di dunia, yang berisiko mengalami perusakan habitat, penyakit akibat aktivitas manusia, dan perdagangan satwa liar ilegal.

Sebuah laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2021 menyebutkan bahwa perdagangan satwa liar di Asia Tenggara kembali marak setelah sempat terganggu sementara akibat penerapan pembatasan virus corona, yang membuat negara-negara menutup perbatasan dan memperketat pengawasan.