Himperra Kepri: Bisnis Properti di Bintan Terganggu Kebijakan Perubahan Status Kawasan

Himperra Kepri
Ketua DPD Himperra Kepri, Urip Widodo. (Foto: Muhammad Bunga Ashab)

TANJUNGPINANG – Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Kepulauan Riau (Kepri) menilai bisnis properti di Kabupaten Bintan terganggu dengan kebijakan perubahan status dari kawasan putih menjadi hijau.

Ketua DPD Himperra Kepri, Urip Widodo mengatakan, pengembang mengeluhkan kebijakan perubahan status tersebut. Ia mencontohkan, salah satu kasusnya di Perumahan Griya Lagoi Asri, Sungai Kecil, Kecamatan Teluk Sebong. Pasalnya, pengembang sudah memegang IMB bersertifikat, bahkan telah melakukan penjualan rumah sebanyak 15 unit dan melakukan akte jual beli (AJB).

“Tiba-tiba terjadi perubahan status yang tadinya dinyatakan putih menjadi hijau, sehingga terhenti seluruh kegiatan, artinya tidak bisa lagi proses AJB atas objek-objek perumahan tersebut. Ketidakpastian hukum ini bagi kami (pengembang) sangat merugikan,” kata Urip kepada ulasan.co, Selasa 10 Juli 2024.

“Sebenarnya situasi ini bukan kami saja mengalami. Banyak warga Bintan sudah menguasai lahan atau rumah bertahun-tahun, sampai generasi kedua, ketika mereka ingin mengagunkan sertifikat rumahnya tertolak di bank karena perubahan status lokasi masuk hijau,” ujarnya lagi.

Selain itu pengembang juga kebingungan dalam melaksanakan upaya pemutihan kembali kawasan hijau. “Susah mengubah status kawasan dari hijau ke putih lagi,” ujarnya.

Atas kondisi itu, Urip meminta kepada pemangku kepentingan agar perubahan kebijakan dapat memberikan terobosan mencari jalan keluarnya. Ia menilai persoalan ini sangat serius agar menjadi atensi.

“Persoalan ini serius, harus menjadi atensi,” ujarnya.

Baca juga: DPD REI Kepri Usung Tema Jalin Sinergi Tumbuh Bersama saat Peringati HUT ke-52

Dalam kesempatan itu, Urip berharap bagi lahan yang sudah bersertifikat atau sudah memiliki hunian rumah agar diperjuangkan diputihkan kembali. Ia juga menyampaikan, konsumennya banyak mengalami itu.

“Fisik tanah dikuasai, tetapi dokumen surat tidak bisa diurus. Masyarakat umum juga merasakan hal serupa.”

“Ironisnya, sebuah objek tanah dikuasai secara fisik didukung dokumen sertifikat, tiba-tiba hak itu hilang gara-gara perubahan status itu tadi,” ujarnya. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News